Kawah Ijen dan Penambang Belerang

Kawah Ijen dan Penambang Belerang, pertama kali menginjakkan kaki ke Kawah Ijen dua kata yang terlontar di hati saya secara bersamaan, yaitu indah dan miris. Pemandangan alam yang molek dan tambang belerang di Kawah Ijen mempunyai dua cerita yang berbeda. Selain itu kecantikan alamnya mempunyai daya tarik tersendiri, mengundang para pelancong dari dalam dan luar negri terutama wisatawan Eropa. Kawah Ijen dikenal dengan danau air asam terbesar di dunia, yang berada di wilayah Cagar Alam Taman Wisata Ijen Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Kami masuk melalui jalan Kota Bondowoso, dan tidak memilih rute lain yaitu Kota Banyuwangi.

Perjalanan dari Bondowoso menuju penginapan sekitar 2 jam melewati jalan pegunungan, menyusuri hutan, perkebunan kopi dan karet. Sesekali muncul kucing hutan, tupai dan monyet dari dalam hutan menyebrang jalan, keindahan episode awal sudah diperlihatkan sebelum mencapai Kawah Ijen. Tiba sore hari di penginapan yang berada di Desa Sempol Kabupaten Bondowoso, kami melepas lelah sambil menikmati hawa pegunungan yang dingin menusuk tulang. Keesokan harinya usai sarapan kami menuju ke kaki Gunung Ijen dengan menggunakan mobil elf.

Jarak penginapan ke kaki gunung tepatnya Pos Paltuding yaitu pintu pos utama pendakian adalah 13 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 60 menit melewati sisi hutan dan jalanan berkelok. Memasuki area Kawah Ijen wisatawan lokal dikenakan tiket 5000 rupiah di hari kerja dan 7500 rupiah di hari libur per orangnya. Sedangkan untuk wisatawan asing seperti biasa ada perbedaan harga, yaitu 100 ribu di hari kerja dan 150 ribu di hari libur. Hhmm..buat saya pribadi harga ini sangat tidak wajar, berbeda boleh saja asal jangan berlebihan, entah apa yang mendasari pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan seperti itu, hal itupun terjadi di Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Bromo.

Kawah Ijen dan Penambang Belerang
Inilah pemandangan molek Kawah Ijen, danau luas kebiruan terlihat sangat tenang dan penuh misteri. Bau belerang yang menyengat menyebabkan tidak bisa berlama-lama di dekat kawah, oleh sebab itu masker wajib dikenakan. Angin berhembus lebih kencang menuju siang hari, membawa aroma belerang yang semakin menyengat hidung. Dari kaki gunung menuju Kawah Ijen medannya tidak berat jalannya landai dan pohon-pohon tinggi yang meneduhkan, namun jangan dianggap enteng karena lembah yang menganga dan kondisi jalan berkerikil jika tidak berhati-hati mudah terpeleset.

Terjawab sudah mengapa Kawah Ijen menjadi destinasi wisata di Jawa Timur yang diincar oleh wisatawan manca negara, tidak sia-sia datang mengencani tempat seindah ini. Saya tidak berani terlalu mendekati kawah, hanya melihat dari tempat yang lebih tinggi di atas bebatuan duduk melepas lelah sambil dimanjakan angin yang berbisik. Ada fenonema alam yang menarik perhatian di Kawah Ijen yaitu blue fire atau si api biru yang berada di dasar Kawah Gunung Ijen. Perlu perjuangan untuk bisa menyaksikan pijaran si api biru, karena hanya dapat dilihat dari jam 2 dini hari sampai jam 4 atau sebelum matahari terbit. Puncak momen keindahan Kawah Ijen terletak saat sang surya sedang berada di belahan bumi lainnya, dan warna terang yang muncul berasal dari suhu tinggi yang ada di kawah.

Kawah Ijen dan Penambang Belerang
Jika tadi menggambarkan keindahan Kawah Ijen, kali ini bagian termiris yang saya saksikan adalah potret kehidupan penggali tambang belerang di Kawah Ijen. "Takut lapar dan tidak takut mati" itulah sebutan yang melekat pada penggali belerang yang tak lain adalah penduduk setempat di kaki gunung. Sejak dini hari ketika matahari tertidur pulas, para penambang belerang sudah menggeliat mendaki ke puncak Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 2.443 meter, dengan menggunakan peralatan yang sederhana seperti senter di kepala, jaket tipis dan sarung tangan, dan menghirup asap beracun ini adalah pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya.

Seorang penambang sehari bisa 3 kali turun naik dengan memikul 70 sampai 80 kilogram, beberapa tahun terakhir ini ada yang memakai gerobak untuk mengangkat belerang yang dihargai hanya 800 rupiah per kilonya, itu terjadi ketika saya terakhir ke sana di tahun 2015. Rasa miris menyelimbuti melihat kondisi mereka yang memprihatinkan berjuang demi kehidupan. Gerobakpun kadang memerankan peran ganda untuk menambah penghasilan, jika ada wisatawan yang tidak kuat naik atau turun kawah disewakan menjadi alat transportasi, selain itu mereka menjadi pemandu wisata dadakan. Pundak mereka yang berundak bukan lagi hal yang aneh, akibat mengangkat puluhan kilo belerang selama bertahun-tahun.

Kawah Ijen dan Penambang Belerang
Beberapa kali datang ke Kawah Ijen, selalu saja bermalam di Arabica Homestay, penginapan dengan pemandangan Gunung Ijen dan kabutnya terlihat sangat jelas dari halaman home stay yang luas, saya sempat berfoto dengan para turis Prancis. Pada saat itu mayoritas turis dari Prancis sebagian kecil dari Belanda dan hanya sedikit saja turis lokalnya. Kamipun menikmati sarapan dan mencoba secangkir kopi Ijen, konon katanya biji kopi yang terenak di dunia tumbuh dari daratan Ijen. Tidak dinyana home stay di daerah terpencil ternyata lengkap dengan lapangan tenis dan kolam renang serta halaman dan tamannya yang sangat luas.

Sebenarnya Arabica Homestay bukan tempat yang mewah, tetapi karena lokasinya dekat dengan rimbun hutan dan perkebunan kopi sehingga mempunyai sensasi lain. Terdapat beberapa kamar yang disewakan, mulai dari harga 175 ribu hingga 750 ribu tergantung selera dan sesuai isi kocek. Selain itu Arabica Homestay mempunyai koki yang memasak makanan rumahan dengan rasa yang lezat, dan makan siangpun menjadi hal yang luar biasa nikmatnya ditambah efek udara dingin dan rasa lelah seusai naik ke Kawah Ijen.

Kawah Ijen dan Penambang Belerang
Kawah Ijen memang indah, sebelum berlalu kami kembali menikmati suasana, kabutpun sudah menyingkir dan sinar matahari cukup untuk mengusir dingin. Para penambang yang perkasa wajahnya legam kemerahan tetap menjalankan tugasnya dengan semangat dan Kawah Ijen bagi saya tetap menyimpan misteri yang tidak terjawabkan dan enggan terkuak.

Mungkin saya akan kembali lagi ke Kawah Ijen, mengharapkan kehidupan yang lebih baik para penambang belerang dan keindahan alamnya tetap lestari. Kawah Ijen terkesan magis seperti berada di dimensi lain, Indonesia memang seribu wajah dengan seribu kecantikan yang berbeda. Berpetualang di penjuru nusantara akan menambah kecintaan pada bumi pertiwi, dan Kawah Ijen adalah bagian dari kecantikan seribu wajah Indonesia.

Kawah Ijen

Alamat : Kalisat, Sempol, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68288. Lokasi GPS : -8.0622465, 114.2462254, Waze

Diubah: November 23, 2017.
Label: Bondowoso, Jawa Timur, Kawah, Vinny Soemantri, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
Senang membuat catatan diri setiap perjalanan sekedar penghargaan atas apa yang dilihat dan dirasakan sebagai ritual ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.(Jatuh cinta pada lembah, gunung dan pepohonan ).
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »