Bangunan Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea adalah yang berada di bagian tengah, sedangkan di sebelah kiri adalah gedung yang menjadi milik Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), yang pintunya tertutup rapat. Sepasang naga berebut mustika tampak berada di puncak atap kelenteng. Naga itu roman mukanya unik.
Tidak ada nama yang ditulis dengan huruf latin pada altar yang berada di sebelah kanan ruangan utama Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea ini. Tak jelas dewa siapa yang disembah di altar yang memiliki dua buah patung atau rupang ini. Rupang di depan berwajah merah, dengan pakaian berwarna keemasan yang terlihat mewah.
Tuan rumah Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea adalah Hok Tek Tjeng Sien atau Dewa Bumi, yang berada di sisi bagian tengah tembok ruangan. Kongco Hok Tek Ceng Sien dipercaya sebagai dewa pelindung bagi orang miskin, dan konon orang akan mudah terkabul doanya jika memohon rizki lewat perantaranaan Kongco Hok Teng Ceng Sien ini.
Altar Kongco Kwan Kong, seorang Jenderal terkenal yang hidup pada zaman Tiga Negara (Sam Kok, 165 – 219 M). Kwan Kong adalah salah satu Dewa yang dipuja oleh tiga agama (Sam Kauw) sekaligus. Penganut Buddha menganggapnya Dewa Pelindung Kuil dan Bangunan2 Suci, pengikut Tao menjunjungnya sebagai Malaikat Pelindung Peperangan.
Tiga buah lampion tampak menggantung di depan pintu kelenteng Hok Tek Bio Ciampea. Wajah dan posisi kaki sepasang naga di atap kelenteng terlihat agak aneh. Entah dibuat oleh orang yang kurang berpengalaman, atau memang merupakan patung dengan gaya khas dari daerah tertentu di Tiongkok.
Altar Dewa Bumi dilihat dari jarak lebih dekat, memperlihatkan tiga rupang di sebelah atas, dan lima rupang di bagian bawah. Wajah, badan, dan ornamen kedelapan rupang itu tampak berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga bisa saja mereka bukan dewa yang sama. Wajah rupang paling kanan bawah terlihat sangat berbeda dengan rupang-rupang yang lainnya.
Sebuah hiolo dari kuningan, atau bokor tempat menancapkan batang hio setelah digunakan untuk bersembahyang, tampak telah dipenuhi dengan batang-batang hio yang tak lagi membara. Di sisi kiri kanan hiolo tampak terdapat ornamen kepala naga.
Patung seorang berjenggot panjang tengah naik kuda tampak terlihat di latar depan. Dudukan lampu yang dibuat dari kuningan dengan ukiran huruf Tiongkok tampak indah. Sementara rupang Kwan Kong tampak di latar belakang.
Patung Buddha di salah satu ruangan di Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea. Ada satu patung besar berwarna keemasan duduk di atas bunga teratai di sebelah atas, dan tiga patung Buddha berukuran lebih kecil dan mirip berjejer di bagian depan, dan di kiri kanan belakangnya terdapat lagi patung Buddha dengan bentuk dan warna yang berbeda.
Patung Dewi Kwan Im, atau Kwan She Im Phosat, yang dipercaya sebagai penjelmaan Buddha Welas Asih di Asia Timur. Dewi Kwan Im disembah banyak orang karena dipercaya selalu mengabulkan doa orang yang mau meminta kepadanya.
Sebuah altar yang dipersembahkan bagi Empe Tay Jie Losu, dengan sebuah hiolo, tiga buah cawan di sisi depan dan sebuah kayu bertulis huruf Tionghoa di belakangnya. Tak tampak ada rupang di altar ini.
Tempat pemujaan bagi Eyang Raden Suryakencana ada di bagian belakang Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea. Eyang Raden Suryakancana adalah karuhun orang Sunda yang diyakini bersemayam di Gunung Gede. Adanya altar sembahyang untuk Eyang Raden Suryakancana menunjukkan bahwa etnis Tionghoa sangat menghormati kepercayaan penduduk setempat.
Sebuah tambur yang teronggok di salah satu pojok, yang biasa digunakan pada waktu sedang berlangsung suatu upacara di Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea. Tambur dan genta hampir selalu ada di setiap kelenteng.
Pemandangan dari jarak dekat pada ornamen di salah satu sisi hiolo. Ornamen berupa wajah orang dengan mulut menggigit cantelan ini tampak ditempelkan ke bagian utama hiolo dengan sekrup berpangkal minus. Tatakan buku tampaknya sengaja diberikan di bawah hiolo agar hiolo tidak mudah tergelincir di atas meja marmar yang licin.
Bagian depan Kelenteng Hok Tek Bio Ciampea dilihat dari samping, memperlihatkan adanya sepasang singa penjaga (Ciok Say) yang berwarna keemasan di belakang pagoda pembakaran kertas (Kim Lo).
Pandangan dekat pada sejumlah rupang yang ada di altar sembahyang bagi Hok Tek Ceng Sin. Rupang adalah istilah bagi patung atau arca dewa yang ada di dalam kelenteng. Karena kebaikan hanya berbalas kebaikan, maka berbuat amal sebelum meminta tambahan rezeki akan memperbesar peluang dikabulkannya sebuah doa.
Diubah: Juli 04, 2020.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.
© 2004 -
Ikuti