Penampakan Makam Raden Saleh dari luar pagar yang saat itu masih digembok. Boleh dibilang Makam Raden Saleh ini terlihat sangat sederhana, tidak sebanding dengan nama besarnya ketika itu. Namun konon makam ini dahulu terbuat dari batu marmar mewah yang mungkin dijarah orang saat tidak ada yang merawat dan terbengkalai.
Lokasi Makam Raden Saleh letaknya berdampingan dengan istri keduanya yang bernama Raden Ayu Danurejo. Istri pertamanya, seorang perempuan keturunan Belanda bernama Constancia Winkelhagen, dinikahinya pada 1856, namun kemudian mereka bercerai. Tempat yang sekarang menjadi Rumah Sakit Cikini di Jalan Raden Saleh, dahulu adalah rumah mewah yang dimiliki Raden Saleh ketika masih bersama istri pertamanya. Sedangkan yang sekarang menjadi Taman Ismail Marzuki adalah bekas kebun binatang miliknya.
Boleh dibilang Makam Raden Saleh ini terlihat sangat sederhana, tidak sebanding dengan nama besar Raden Saleh ketika itu. Namun konon makam ini dahulu terbuat dari batu marmar yang mungkin dijarah saat tidak ada yang merawat.
Sudat pandang lainnya pada Makam Raden Saleh dan isterinya mengarah pada bangunan kecil dimana terdapat sejumlah poster berisikan tulisan tentang pelukis tersohor ini. Di sebelah bangunan itu tampaknya adalah dudukan bagi tiang bendera, hanya saja entah dimana tiangnya berada.
Pandangan dekat saat kami sudah bisa masuk ke dalam area makam. Meski badan kubur itu sekarang sederhana saja namun tampak bersih dicat warna putih.
Poster yang berisi riwayat singkat tentang sosok Raden Saleh, dimulai saat ia lahir di Terboyo, Semarang dalam keluarga bangsawan pada 1807, hingga kehidupannya di Dresden, Jerman, di kalangan para bangsawan, seniman kelas dunia, ilmuwan, dan filsuf berpengaruh.
Catatan mengenai wafatnya Raden Saleh pada 23 April 1880 yang dimuat Koran Java Bode terbitan 28 April 1880: "... pada hari Minggoe tanggal 25 April djam 6 pagi maitnya Raden Saleh diiringi oleh toean-toean ambtenaar, kandjeng toean Assistant, toean Boetmy dan lain-lain toean tanah, hadji-hadji, satoe koempoelan baris bangsa Islam, baik jang ada pangkat jang tiada berpangkat dan orang Djawa, sampe anak-anak Djawa dari Landbouwschool semoea anter itoe mait ke koeboer. Penghoeloe-penghoeloe, kiai-kiai dan orang-orang alim soedah djoega ikoet anter. Itoe orang-orang Selam dan Djawa dan apa lagi itoe jang alim-alim soedah njanji sepandjang djalan dengan soeara jang sedih ..."
Isun Sunarya di depan Makam Raden Saleh dengan memegang buku yang berisikan kliping tentang riwayat pelukis besar itu. Dalam buku itu diceritakan bahwa Raden Saleh berangkat ke Belanda pada tahun 1829, ikut bersama de Lirge, seorang Inspektur Keuangan Belanda yang kebetulan memerlukan pengiring yang bisa mengajar bahasa Melayu dan Jawa.
Kliping yang dipegang Isun Sunarya itu bermanfaat bagi mereka yang ingin membaca riwayat sang maestro lukis dunia ini. Sejak 1923 pusara "Sang Pangeran Jawa" ini dirawat dengan baik oleh keturunan R. Panoeripan, empat generasi di atas Isun Sunarya.
Catatan tentang wafatnya Raden Saleh pada 23 April 1880, dan pada September 1953 Presiden Soekarno meresmikan pemugaran makam Raden Saleh.
Satu lagi Isun Sunarya dengan buku klipingnya. Ada satu teks yang menyebutkan tentang ditemukannya kembali makam Raden Saleh: "Karena tingginya ilalang, Mas Adoeng tidak tahu di sebelah barat rumahnya terbujur makam orang terkenal, Raden Saleh dan istrinya, Raden Ayu Danurejo. Setelah dibabat ilalangnya, barulah tampak dua makam yang terbujur dengan keadaan tragis, lalu batu nisan yang terbuat dari marmer itu dibersihkannya."
Nama besar Raden Saleh membuat lukisannya menjadi koleksi yang sangat berharga dan diburu para kolektor. Salah satu lukisan karyanya yang berjudul "Berburu Rusa" laku terjual Rp.5,5 miliar pada 31 Maret 1996 di Balai Lelang Christie’s Singapura.
Pandangan dari pojok pagar ke arah Makam Raden Saleh dan yang bersisian dengan makam isterinya. Pohon di sebelah kanan itu mudah-mudahan masih ada dan bertambah rimbun.
Serak awan dan matahari yang mulai tenggelam di langit barat membuat suasana di dalam kompleks Makam Raden Saleh menjadi agak temaram. Jika saja makam ini dibuat pendopo tanpa dinding tentu akan menjadi sangat elok dan lebih terjaga
Makam yang dicat putih, rumbut hijau, dan bunga warna merah membantu membuat suasana makam menjadi sedikit lebi asri. Mungkin ada baiknya pula ditanam pohon kamboja di sana.
Tak jelas benar apa fungsi tatanan beton setengah lingkaran yang berundak di sisi sebelah kanan. Entah untuk menancapkan tiang bendera, entah sebagai panggung untuk orang berpidato.
Tulisan yang menceritakan riwayat singkat Raden Saleh Sjarif Bustaman, disebut sebagai lahir di Semarang kira-kira tahun 1813, dan wafat di Bogor (Buitenzorg) pada tanggal 23 April 1880.
Diubah: Juli 05, 2020.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.
© 2004 -
Ikuti