Meriam tua berukuran sedang yang diberi nama Ki Amuk itu, diletakkan di atas pondasi bertingkat dua yang terbuat dari bata telanjang yang disusun dengan rapi. Cungkup yang melindungi meriam ini dari terik matahari dan hujan terlihat masih agak baru waktu itu, atau mungkin baru saja dicat ulang.
Di sebelah kanan bangunan museum terdapat sebuah petak berlantai semen berpagar rantai keliling, dimana di atasnya diletakkan batu besar berbentuk datar, dikelilingi umpak dan bekas bangunan dari jaman Kesultanan Banten. Mungkin ini yang disebut sebagai Watu Singayaksa, tempat punggawa kerajaan menyampaikan titah sultan di masa itu.
Sebuah arca Nandi berukuran cukup besar namun kepalanya sudah rusak tampak dipajang di dalam ruang museum. Tak ada penjelasan dimana dan kapan arca ini ditemukan sebelum disimpan di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini. Keberadaan arca Nandi memberi bukti bahwa pengaruh kebudayaan Hindu juga hidup di wilayah Banten Lama.
Gerabah dan keramik adalah diantara artefak yang dipamerkan di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama sebagai hasil penggalian arkeologi di tempat bekas kerajaan. Hanya saja sebagian koleksi gerabah dan keramik kuno itu terlihat sudah tidak utuh lagi.
Tiga buah gerabah kuno di Museum Situs, yang paling kiri merupakan retakan-retakan yang telah disusun ulang namun terdapat banyak bagian yang hilang, sedangkan yang di tengah dan di kanan masih relatif utuh. Tulisan pada dinding menyebutkan bahwa setelah penguasa Hindu - Buddha bernama Prabu Pucuk Umum di Banten Girang takluk kepada Maulana Hasanuddin di tahun 1526 maka Istana Surosowan di Banten Lama segera menjadi pusat pemerintahan Banten.
Sebuah batu yang berasal dari kubur Belanda, mungkin yang ada di sekitar Benteng Speelwijk, juga dipajang di dalam musuem. Selain torehan berlambang, juga ada tulisan yang berbunyi "Here lyeth the Body of Cap Roger Bennit Commander of the Bombay Marchant deceafed y 3 of January 1677".
Sebuah teks yang memberi penjelasan pada rumah adat yang dipajang di museum. Disebutkan bahwa di daerah Kenekes, Bandung Selatan, terdapat kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawarna yang penduduknya tetap mempertahankan tradisi asli, seperti pada waktu bercocok tanam, berpakaian, dan dalam membuat rumah. Mereka dikenal sebagao orang Baduy.
Rumah adat orang Baduy itu, yang sebagian besar menggunakan bahan dasar dari bambu, terkecuali atap dan tiang pojoknya. Sebuah foto orang Baduy juga dipajang pada dinding rumah.
Watu Gilang adalah batu andesit persegi panjang berukuran 190 x121 cm, dan tebal 16,5 cm. Batu ini berada 50 m di sudut barat daya Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Teks Benda Cagar Budaya Watu Gilang yang menyebutkan bahwa batu ini berasal dari Kerajaan Pajajaran yang ditaklukkan Banten pada 1579 M. Watu Gilang Sriman Wriwacana dipindahkan ke Banten Lama oleh Panembahan Yusuf atas perintah ayahnya, yaitu Maulana Hasanuddin.
Diubah: Juni 29, 2020.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.
© 2004 -
Ikuti