Melanjutkan perjalanan dengan lebih cepat, akhirnya kami melihat undakan semen pada foto di atas. Di ujung atas undakan itu terdapat tanah lapang dengan hamparan rumput hijau dimana terdapat situs berisi menhir dan batu megalitikum lainnya. Ada sekitar tujuh menhir, dua berukuran besar, serta dolmen berukuran sedang. Kami melanjutkan perjalanan, menuruni undakan dan sesaat kemudian terlihat gerbang sederhana dengan undakan lagi di belakangnya.
Jika saya takjub melihat pemandangan seperti ini, maka karib saya itu belum mafhum bagaimana mungkin serakan batu itu bisa membuat saya menjawab "ya" ketika ia tanya apakah saya "orgasme" melihatnya. Bagaimana saya tidak takjub melihat begitu banyak batu tua serta serta punden berundak yang berasal dari jaman Megalitikum, jaman manusia Indonesia purba yang hidup pada 2500 - 1500 SM. Dan ini di Bogor, hanya beberapa kilometer dari Jakarta.
Pemandangan yang tak kalah elok di puncak perbukitan Situs Cibalay sesaat setelah saya menjejakkan kaki di atasnya. Chandra menyusul naik, setelah sempat sejenak ragu. Foto di atas diambil dengan membalikkan badan ke arah kedatangan.
Di sebelah kiri adalah dolmen yang saya lihat tadi, sementara di lereng bukit di sebelah kanan tampak seorang ibu tengah menyapu dedaun kering yang jatuh. Situs ini ada yang merawat. Setapak di sebelah kanan adalah jalan yang kami lalui ketika pulang.
Di ujung atas undakan itu terdapat tanah lapang dengan hamparan rumput hijau dimana terdapat sejumlah galian arkeologis yang memperlihatkan menhir dan batu megalitikum lainnya.
Salah satu artefak megalitik yang berada di atas dataran itu. Kotak galian lainnya berukuran lebih kecil dan terpisah beberapa meter satu sama lain. Ada sekitar tujuh menhir pada galian di atas, dua diantaranya berukuran lebih besar, serta ada beberapa buah dolmen berukuran kecil sedang. Lantaran belum melihat gerbang, kami melanjutkan perjalanan melewati dataran ini, menuruni undakan dan terlihat gerbang sederhana dengan undakan naik di belakangnya.
Meskipun hanya sebuah gerbang sederhana dan tanpa papan nama, namun melihatnya saja sudah sangat melegakan. Artinya kami sudah lebih dekat lagi ke lokasi, dan syukur hujan masih tetap rintik.
Chandra dan trap undakan yang baru saja kami daki selepas dari pintu gerbang. Kami tengah menuju ke sebuah puncak bukit, lokasi yang biasa dipilih sebagian orang sebagai tempat pemujaan dari sejak jaman batu, sampai sekarang.
Agak jauh di sebelah kiri terdapat papan tengara “Situs Cibalay”, lalu tengara berbunyi “Situs Arca Domas”, sedangkan tengara satu lagi sudah berkarat dan tulisannya sama sekali tidak bisa dibaca. Lantaran tidak ada arca di situs ini, oleh sementara kalangan penamaan Situs Arca Domas dianggap tidak tepat.
Tatanan batu dengan beberapa buah menhir berukuran kecil, dan serakan batu yang mengarah ke puncak bukit di atas sana. Kelompok-kelompok tatanan menhir dan batuan datar seperti ini terlihat ada cukup banyak di kaki puncak bukit Situs Cibalay.
Sejumlah dolmen dan menhir serta batuan purba lainnya tertata di beberapa kelompok di teras bawah Situs Cibalay.
Tengara Arca Domas di sebelah kiri dengan beberapa tatanan batu di dekatnya. Di sebelah kiri tengara adalah akses langsung ke bagian belakang situs dimana terdapat saung.
Salah satu formasi batu purba berbentuk segi empat terdiri dari tatanan batu dengan permukaan datar dan enam buah batu sandar berukuran kecil.
Sebuah batu tegak menyerupai huruf V, dan di ujung sana terdapat menhir besar berbentuk segitiga mengerucut ke atas, serta menhir besar berbentuk segi empat.
Pemandangan Situs Cibalay yang elok, dengan sebuah menhir besar di ujung sana pada puncak punden berundak.
Tumpukan batu paling besar di puncak Situs Cibalay, dengan menhir-menhir berukuran cukup besar di atasnya. Agak aneh juga melihat ada sebuah jerigen plastik warna putih di dekat sebuah menhir. Belakangan saya ketahui bahwa ada orang yang menggunakan tempat ini sebagai tempat tirakat, bukan hanya sehari dua, namun bisa sampai 40 hari menginap di lokasi ini.
Sebuah dolmen atau meja batu berukuran paling besar yang saya lihat di Situs Cibalay, berada di ujung area puncak bukit. Di latar belakang, Chandra tampak tengah berbincang dengan Kusnadi, salah satu dari tiga penjaga Situs Cibalay. Kusnadi yang ramah datang mendekat dari arah saung ketik melihat kami berada di situs.
Sudut pandang lainnya pada dolmen dan area pada puncak bukit dimana terdapat formasi batu peninggalan purba, serta lereng di sisi kanan yang bagian bawahnya menjadi semacam jalan pintas ke arah saung.
Saung yang sudah terlihat tua, dan compang-camping, tempat kami duduk berbincang dengan Kusnadi. Belakangan bergabung penjaga lain bernama Wahyudin.
Dua saung lainnya tidak lebih baik kondisinya, nyaris bobrok. Kedua saung yang sudah menua itu bertiang kayu kecil, berdinding bambu, dan beratap genting, sedangkan saung tempat kami berbincang beratapkan daun rumbia.
Pemandangan lainnya pada arah puncak bukit dengan area berumput cukup luas di latar depan. Ada banyak tempat yang masih belum diteliti di wilayah Tenjolaya ini, yang jika tidak segera dikerjakan mungkin akan rusak dijamah manusia.
Pemandangan pada gerbang sederhana yang memperlihatkan bahwa gerbang itu ada pada lembah, karena saya ambil fotonya dari tengah trap menurun yang sebelumnya kami tapaki.
Di ujung atas undakan itu terdapat tanah lapang dengan hamparan rumput hijau dimana terdapat situs berisi menhir dan batu megalitikum lainnya. Ada sekitar tujuh menhir, dua berukuran besar, serta dolmen berukuran sedang. Kami melanjutkan perjalanan, menuruni undakan dan sesaat kemudian terlihat gerbang sederhana dengan undakan lagi di belakangnya.
Diubah: Juli 03, 2020.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.
© 2004 -
Ikuti