Galeri Komunitas Salihara

Suasana di area di dalam kompleks Galeri Komunitas Salihara Jakarta pada Jumat malam itu terasa cukup nyaman ketika saya menunggu waktu sampai pintu Teater Salihara dibuka. Ketika itu kami berada di sana untuk menonton sebuah pertunjukan monolog yang berjudul "Perempuan di Titik Nol".

Sambil menunggu saya memiliki kesempatan memotret beberapa karya seni dan instalasi yang tengah dipajang di dalam galeri yang tak begitu luas itu. Beberapa diantara karya itu juga dipajang di luar galeri. Pameran bertema "Dari Penjara ke Pigura" ini diselenggarakan dari tanggal 17 Oktober hingga 6 Desember 2008. Sudah lama.

Namun demikian sebuah karya seni sering tidak mengenal umur. Jika pun mengenal, maka pengenalan itu kadang lebih pada dimensi komersial, terutama ketika seniman penghasil karya seninya sudah tidak ada lagi, yang lalu mengangkat nilai komersialnya. Nilai sejarah pun lalu dihargai dengan nominal uang yang sering hanya dinikmati pedagang.

Karya instalasi Nus Salomo berjudul "Legacy Cacoon" yang dipamerkan Galeri Komunitas Salihara waktu itu di terlihat sangat mengesankan. Nus Salomo, seorang arsitektur di Institut Teknologi Bandung, adalah perupa yang lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 9 Mei 1967.

Kepompong-kepompong berukuran besar bergelantungan di langit-langit ruangan, dengan pengaturan pencahayaan yang terlihat cantik. Kepompong menggambarkan sebuah proses transformasi dari satu bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan lainnya, dengan tingkatan lebih tinggi, yang dicapai melalui laku tapa brata.

Kesaksian

Karya instalasi lainnya berupa sebuah kursi rotan (di Jawa juga dikenal dengan nama penjalin) yang sudah terlihat tua dan jebol di sana-sini itu diberi judul "Kesaksian I" yang dipamerkan di Galeri Komunitas Salihara ketika itu. Pembuatnya adalah S. Malela Mahargasari yang berkarir di majalah Tempo dan menduduki sejumlah jabatan di sana.

Karya instalasi Agapetus di Galeri Komunitas Salihara, yang berjudul "Sisyphus", nama yang diambil dari sebuah mitologi Yunani. Agapetus A. Kristiananda, seorang alumnus ISI Yogyakarta, lahir di Yogyakarta pada 6 Agustus 1968. Ia meraih penghargaan Philip Morris Indonesia Art Award pada tahun 2000.

Sisifus adalah seorang raja di Kerajaan Ephyra (sekarang dikenal sebagai Corinth) yang dihukum karena tipu daya kronisnya. Ia dipaksa untuk mendorong sebuah batu besar ke atas puncak bukit, hanya untuk menontonnya meluncur kembali ke bawah dan ia harus mengulangi lagi tindakan ini, selamanya.

Komunitas Salihara merupakan pusat seni yang mulai muncul sejak 08 Agustus 2008, dan disebut sebagai pusat seni multidisiplin non-pemerintah pertama di Indonesia. Kompleks Komunitas Salihara terdiri atas empat bangunan utama, yaitu Teater Salihara, Galeri Salihara, Anjung Salihara dan ruang perkantoran.

Hou je mond, Bung!

Di latar belakang kanan adalah lukisan foto Sutan Syahrir, Bung Karno, dan Bung Hatta. Ketiganya pernah dibuang Belanda ke Prapat setelah aksi militer Belanda yang kedua. Menurut cerita Hatta, di sana Bung Karno sering membuat Sjahrir kesal karena selalu menyanyi keras-keras setiap kali ia mandi. Suatu ketika Sjahrir pun berteriak, "Hou je mond, Bung!" (Tutup mulutmu, Bung!), yang membuat Bung Karno jengkel dan marah-marah ke Sjahrir.

Ada lukisan potret figuratif yang diberi judul "Red, green, blue (Debus II Tan Malaka)" yang merupakan karya dari Edo Pillu dan dipamerkan di Galeri Komunitas Salihara. Pelukis terkenal yang nama lengkapnya Edward Pilliang ini lahir di Yogyakarta pada 1968, dan merupakan alumnus ISI Yogyakarta. Karyanya merambah sampai ke tingkat internasional.

Karya seni lainnya yang dipamerkan adalah "No Title" yang dibuat oleh Hanafi. Tulisan yang tertera pada lukisannya adalah: Aku sudah dua kali masuk penjara penjajah belanda. selama itu nasib yang ku alami biasa saja. Artinya masuk penjara ya masuk, sampai waktu yang ditentukan keluar. selama dalam penjara diharuskan bekerja. Titik! Tetapi di penjara Jepang jauh berbeda. Aku melihat, suamiku pun melelehkan air mata. baru kali itulah Aku melihat dia menangis. Apa sebabnya? Tentu jawabnya kureka-reka sendiri. mungkin dia memikirkan anaknya bayi yang baru berumur dua bulan. Andai kata Aku mati dan dia pun mati karena disiksa, tentunya bayi ini keumngkinan matinya lebih besar. Karena sebelum Aku ditangkap oleh Jepang, rumahku sudah dijaga oleh resisir (?) 8 orang. Kami tidak boleh keluar masuk dan tidak boleh menerima tamu. (S.K. Trimurti)

Kami Ingin

Karya Hanafi lainnya yang dipamerkan berjudul "Kami Ingin", berisikan kata-kata yang ada di dalam surat Stella ke Kartini di Galeri Komunitas Salihara. Lalu ada "Don't push me" karya instalasi Teguh Ostenrik dan "Mitos atau Tidak (Bendera Baju)" karya instalasi Mella Jaarsma.

galeri salihara jakarta sisyphus agapetus kristiananda galeri salihara jakarta s malela mahargasari galeri salihara jakarta tan malaka edo pillu galeri salihara jakarta hanafi galeri salihara jakarta hanafi galeri salihara jakarta teguh ostenrik galeri salihara jakarta mella jaarsma galeri salihara jakarta

Sungguh memberi inspirasi ketika menyaksikan pameran lukisan dan karya instalasi para seniman Indonesia yang mengesankan Galeri Komunitas Salihara ini. Mereka adalah penyumbang sisi lunak kehidupan yang akan memperkuat eksistensi dan keunikan budaya bangsa ini dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain di dunia.

Alamat Galeri Komunitas Salihara berada di Jl. Salihara 16 , Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Telp. 021-7891202, Fax 021-7818849. Lokasi GPS : -6.282752, 106.838028, Waze. Nomor Telepon Penting, Hotel di Jakarta Selatan, Hotel Melati di Jakarta Selatan, Peta Wisata Jakarta Selatan, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Selatan.

Diubah: November 14, 2024.
Label: Jakarta, Jakarta Selatan, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »