Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017, bertepatan ketika saya kembali mengunjungi Prancis di Bulan April hingga Mei 2017 yang lalu. Kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk menyaksikan secara langsung Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 di Kota Saint Gaudens tempat kami tinggal selama 3 minggu di negara tersebut. Momen penting Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 ini menjadi materi tugas perkuliahan anak saya yang mengenyam pendidikan di FISIP Universitas Padjajaran yaitu tentang proses demokrasi di Prancis. Dan saya ibunya ikut-ikutan menela'ah walaupun hanya kulitnya saja.
Sama halnya dengan Indonesia, bagi Perancis keikutsertaan partai politik merupakan hal yang sangat diperhitungkan dan turut menentukan seberapa besar keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum. Sehari sebelum Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 di putaran kedua, kami pergi ke Kota Dax yang berjarak sekitar 190 kilometer dari Saint Gaudens dan bermalam di rumah seorang warga negara Indonesia yang menikah dengan orang Prancis. Keesokan harinya kami pulang mengejar waktu pemilu di Kota Saint Gaudens, karena kakak sepupu saya yang mengajak kami ke Kota Dax mempunyai hak pilih sebagai warga negara Prancis, ia sudah lebih dari 30 tahun bermukim dan menetap di Prancis.
Sepanjang perjalanan dari Kota Dax ke Kota Saint Gaudens, kami berbincang tentang Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 yang melewati 2 putaran. Putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 23 April 2017 dan kami tidak sempat melihat prosesnya karena sedang berada di Kota Tarbes mengisi acara yang diadakan oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia sebagai sosialisasi bagi warga negara Indonesia yang tinggal di Prancis, mengenai urusan seputar ijin tinggal, visa dan perlindungan terhadap WNI. Sedangkan putaran kedua pada tanggal 7 Mei 2017 kami berkesempatan menyaksikan proses Pemilu secara langsung.
Inilah poster salah 1 kandidat Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 di putaran kedua, hal itu terjadi karena tidak ada calon yang mendapat mayoritas suara pada putaran pertama, sehingga harus diadakan Pemilu putaran kedua. Kandidat dengan suara terbanyak, yaitu Emmanuel Macron dari partai La Republique En Marche (LREM) dan Marine Le Pen dari Partai Front Nasional (FN) yang kemudian menunjukkan bahwa Macron menang telak dan Le Pen mengakui kekalahannya. Poster tersebut saya peroleh ketika pergi ke Action pasar swalayan milik Jerman yang bercokol di Kota Saint Gaudent. Tertera tulisan di poster "Ensemble la France Emmanuel Macron" yang artinya bersama Prancis Emmanuel Macron.
Macron merupakan mantan Menteri Keuangan kabinet Presiden Francois Hollande, ia pemimpin gerakan En Marche yang berhaluan tengah, sementara Marine Le Pen yang diusung Partai Front Nasional, menganut paham ekstrim kanan. Seru juga mendengar perbincangan warga negara Prancis keturunan yang respek pada Pemilihan Presiden Prancis 2017. Saya sempat menyaksikan debat kedua kandidat di televisi nasional Prancis, ada point yang di bicarakan oleh Madame Le Pen, yaitu ingin Prancis hengkang dari Uni Eropa hal inilah yang menjadi kontra di beberapa kalangan masyarakat.
Kertas pemungutan ada 2 lembar berwarna coklat muda yang diterima oleh pemilih, yang 1 bertulisan Emmanuel Macron dan yang satunya lagi bertulisan Marine La Pen. Tumpukan kertas suara mereka susun rapih di atas meja petugas pemilu. Polisi yang berjaga-jaga di depan pintu masuk dan petugas pemilu yang berada di meja tugas tepat di sebelah bilik suara dengan ramah mengijinkan kami masuk, setelah mendengar penjelasan dari anak saya memerlukan bahan tulisan tentang Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 untuk tugas kuliahnya.
Kami tiba di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nyaris di waktu penghabisan, adapun waktu pemungutan suara dimulai jam 8 pagi hingga jam 7 malam. Menurut info dari Teh Nelly kakak saya yang melakukan pemungutan suara bahwa di beberapa kota besar seperti Paris, tempat pemungutan suara ditutup hingga jam 8 malam yaitu 1 jam lebih lama dari kota kecil seperti Saint Gaudens. Seperti halnya di Indonesia, hitung cepatpun dilakukan oleh berbagai elemen yang dimulai jam 8 malam di hari itu juga.
Cara pemungutan suara di Prancis rupanya berbeda dengan di Indonesia, para pemilih tidak melakukan pencoblosan tetapi hanya dengan memasukkan kertas pilihannya ke dalam amplop yang juga disediakan oleh petugas. Kertas bertulisan Macron dan Le Pan salah satu dipilih di dalam bilik suara yang ditutupi gorden. Sedangkan kertas yang tidak terpilih dibuang dalam keranjang sampah yang tersedia di bilik suara, namun pilihan lain seperti kakak saya lebih baik membawa pulang lembar kertas yang tidak terpilih dengan alasan tidak mau terlihat di keranjang sampah.
Amplop yang sudah berisi kertas yang dipilih dimasukkan ke dalam kotak kaca transparan yang diletakkan di sebelah meja, dengan disaksikan oleh petugas. Kami sempat berbincang dengan La Marie yaitu pejabat setingkat walikota yang bertugas di Kota Saint Gaundent, ia ikut mengawasi jalannya pemungutan suara di kota yang ia pimpin. Sepertinya ia pejabat yang dekat dengan masyarakatnya.
Hari yang melelahkan ditutup dengan makan malam dan pesta kecil yang sudah direncanakan di rumah Andre dan Maete sepasang lansia yang saya kenal dari tahun 2013. Kami diundang makan malam di hari terakhir saya, Vanya, Uluk dan Enda di Prancis. Seperti kebiasaan orang Prancis, kamipun membawa buah tangan berupa kue dan wine sebagai unggapan terima kasih pada tuan rumah yang telah mengundang. Tanpa direncanakan juga pesta itu adalah kemenangan Macron yang rupanya presiden pilihan kawan-kawan kami di Prancis. Maete nyonya rumah yang super ramah menyiapkan minuman dan makanan secara bertahap, salut kepada kaum lanjut usia yang saya kenal beberapa orang di Prancis termasuk Maete dan Andre yang masih lincah menjalankan aktifitasnya.
Selain itu, Andre dan Maete mengundang kawan-kawan lain yang kami kenal. Beatriz warga negara Prancis keturunan Venezuela yang menikah dengan orang Prancis, ia dan suaminya bersorak-sorak atas kemenangan Macron ketika baru datang dan kami yang hadir sebanyak 11 orang termasuk tuan rumahpun ikut-ikutan menyerukan nama Macron berulang-ulang sambil membuka botol sampanye. Menurut Beatriz jika Madame La Pen yang berjaya ada kemungkinan ia dan suaminya pindah ke Spanyol di kota perbatasan dengan Prancis, begitulah yang diungkapkan perempuan cantik berwajah latin itu.
Keceriaanpun hadir bersama malam, kami bernyanyi dan menari setelah menyantap hidangan ala Prancis buatan Maete. Dan Enda bernyanyi sambil memetik gitar sementara Uluk memainkan rebana. Frederick dan Froreal mendengarkan perhitungan cepat hasil Pemilihan Umum Presiden Prancis 2017 yang sudah dipastikan dimenangkan oleh Emmanuel Macron. Tingkah Andre sang pemilik rumah mengejutkan semua orang dengan meniup terompet yang memekakkan telinga, seorang diantara kami menggoda Andre bahwa polisi datang karena keributan yang ia perbuat.
Kami larut dalam bahagia, namun rasa sedihpun merayap hati ketika mengingat keesokan harinya saya, Vanya, Enda dan Uluk harus pulang ke tanah air lewat bandara Blagnac di Kota Toulouse dengan waktu tempuh 1 jam melewati jalan tol dari Saint Gaudens. Pesta perpisahan yang berkesan, untuk saya pribadi bukanlah pesta kemenangan Macron namun pesta turut berbahagia atas suka cita yang mereka rasakan merayakan kemenangan Macron. Saint Gaudens yang indah suatu saat saya akan datang kembali lagi, berjumpa dan berkumpul bagai sebuah keluarga dengan orang-orang yang baik. Au revoir, à bientot Saint Gaudent, selamat tinggal sampai jumpa lagi Saint Gaudent. Diubah: November 28, 2017.
Label:
Pilpres,
Prancis,
Vinny Soemantri
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.