Perjalanan di hari itu kami teruskan untuk berkunjung ke situs Prasasti Ciaruteun Bogor. Lantaran lambat bertanya ke penduduk setempat, dan petunjuk situs yang kebetulan kurang jelas, membuat kami kebablasan sampai melewati sebuah jembatan, sehingga harus berbalik arah dan lalu berkendara dengan berhati-hati untuk mengamati tanda-tanda di tepi jalan.
Prasasti Ciaruteun oleh penduduk setempat lebih dikenal sebagai batutulis. Mereka tidak mengerti ketika saya bertanya dimana Prasasti Ciaruteun Bogor berada, karena yang mereka tahu adalah batutulis, batu yang ada tulisan di permukaannya. Nama batutulis tentu saja tidak bisa dipakai lagi sebagai nama resmi, karena akan rancu dengan Prasasti Batutulis yang ada di Bogor.
Saat menemukan tengara berkarat di tepi jalan, seorang pria yang ternyata adalah kuncen situs datang menghampiri, dan setelah berbincang sejenak lalu menemani kami berjalan kaki ke arah situs yang berada sekitar 100 m dari tepi jalan dusun. Pria itu bernama Ki Atma, anak dari Ki Anin yang menjadi penjaga situs periode sebelumnya dan ikut mengangkat batu prasasti dari kali Ciaruteun.
Setelah mengayun kaki beberapa puluh langkah, terlihat sebuah cungkup dimana batu Prasasti Ciaruteun Bogor disimpan dengan jalan masuk dipagar dan digembok, yang kunci gemboknya dipegang oleh si penjaga situs. Ada baiknya jalan masuknya dibuat dari belakang cungkup, sehingga pengunjung tidak perlu berjalan memutar untuk masuk ke situs prasasti.
Di dalam situs bersejarah ini terdapat sebuah tengara yang menunjukkan tanggal peresmian cungkup yang dilakukan Direktur Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Secara umum, cungkup dimana prasasti disimpan terlihat masih dalam kondisi yang cukup baik, dan batu prasastinya juga terlihat bersih dan cukup terawat. Satu hal yang cukup menggembirakan, karena lokasinya boleh dibilang jauh dari pusat kota.
Salinan tulisan Prasasti Ciaruteun Bogor ditempel pada dinding cungkup berbunyi: "Vikkranta syavani pateh, srimatah Purnawarmanah, Tarumanaga rendrasya, visnoriva padadvayam.", yang berarti "Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma yang gagah berani di dunia."
Saya lalu mengambil foto penampakan pada batu Prasasti Ciaruteun Bogor yang permukaannya ditatah dengan aksara Pallawa Jawa Kuno yang tersusun dalam bentuk seloka Sanskerta dengan metrum Anustubh empat baris. Di bawah torehan tulisan itu terdapat pahatan berupa gambar umbi dan sulur-sulur, ada pula lekukan sepasang telapak kaki yang masih sangat jelas dan sebuah pahatan laba-laba.
Sayangnya ada bagian permukaan batu prasasti yang telah somplak pada salah satu sisinya, karena ketika batu prasasti masih terbenam di dalam aliran Sungai Ciarunteun, para penduduk pemecah batu sempat memecahkan tepi batu prasasti ini, namun tidak diteruskan ketika mereka melihat lekukan tapak kaki dan deretan huruf yang aneh pada permukaan batu.
Ketika batu peninggalan itu masih berada di tepian kali, di bagian belakang batu ditemukan coretan anak-anak muda yang iseng di beberapa permukaannya. Bagian kanan batu prasasti juga ditemukan dalam keadaan somplak. Beruntung prasasti bisa segera diselamatkan sehingga tidak mengalami kerusakan dan vandalisme yang lebih parah.
Dua telapak kaki yang terpahat sangat jelas di atas permukaan batu Prasasti Ciaruteun Bogor melambangkan kekuasaan raja atas daerah dimana prasasti ditemukan. Prasasti ini, yang merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara, ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, yang diapit sungai Cisadane dan Sungai Cianten.
Saat hendak meninggalkan lokasi, saya melihat ada kakak beradik tengah mendaki dari arah kali Ciarunteun sambil membawa jerigen. Kali Ciarunteun adalah tempat batu prasasti ditemukan. Keberadaan prasasti pertama kali dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Weten-schappen (sekarang Museum Nasional) pada 1863. Prasasti ini sempat hanyut beberapa meter ke arah hilir ketika terjadi banjir besar pada 1893 sehingga permukaan yang bertulis ada di bawah.
Pada 1903, batu dipindahkan ke tempatnya semula. Baru pada 1981, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Dept P&K berinisiatif memindahkan batu prasasti ini. Menurut penjaga, perlu waktu 30 hari untuk memindahkan batu ke tempatnya yang sekarang. Batu prasasti seberat 8 ton ini per jam-nya bergerak 5 cm, atau 50 cm dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Sehari tiga grup penduduk mengangkat batu secara bergantian, dengan masing-masing 6 orang. Mereka mendapat upah Rp.1.500 per orang per hari, ketika beras seharga Rp.70 per kg.
Lokasi Prasasti Ciaruteun berada di Desa Ciaruteun Hilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor Kabupaten. Lokasi GPS : -6.527794, 106.691273, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : 08.00 - 17.00. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Bogor, Peta Wisata Bogor, Tempat Wisata di Bogor.Diubah: November 14, 2024.
Label:
Bogor,
Jawa Barat,
Prasasti,
Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.