Kami masuk ke dalam Kelenteng Hong Tiek Hian melalui gang tersebut, yaitu Jl Dukuh GG.II. Mula-mula kami masuk terlebih dahulu ke bangunan kelenteng yang berada di sebelah kiri gang, dan setelah beberapa saat di sana kami lalu menyeberang gang pemisah dan masuk ke bangunan kelenteng yang kedua.
Kelenteng Hong Tiek Hian merupakan kelenteng tertua di Kota Surabaya, dibangun pada tahun 1293 oleh Pasukan Tar-Tar yang melakukan ekspedisi ke Nusantara ketika Khu Bilai Khan berkuasa. Hancurnya Kerajaan Kediri oleh Pasukan Tar Tar ini menghilangkan ancaman bagi Majapahit yang belum lama didirikan oleh Raden Wijaya. Pasukan Tar Tar sendiri kemudian berhasil diusir oleh Pasukan Majapahit.
Tempat pembakaran kertas sembahyang (Kim Lo) di sebelah kiri Kelenteng Hong Tiek Hian dan sebuah gapura bertuliskan huruf China di bagian depan. Membakar kertas sembahyang adalah salah satu cara untuk mengirim amal kebaikan ke leluhur yang telah mati, karena dulu kertas semacam itu dijual oleh orang-orang miskin. Ornamen-ornamen kelenteng menghiasi tepi kiri kanan gang II di Jalan Dukuh ini.
Di dalam kelenteng terdapat ornamen ukiran terbuat dari kayu tua, yang nyaris menyerupai logam, menggambarkan sepasang naga yang tengah berebut mustika alam semesta yang tengah menyala, yaitu matahari. Ukiran naga selalu ada di sebuah kelenteng yang dipercaya berfungsi sebagai penolak roh jahat yang bukan saja bisa membawa penyakit namun juga menjauhkan orang dari rejeki.
Kelenteng Hong Tiek Hian Surabaya adalah sebuah tempat ibadah Ti Dharma (TITD), artinya penganut kepercayaan Tao, Konghucu dan Buddha (Mahayana) bisa bersembahyang di tempat ini. Di kelenteng semacam ini biasanya ada altar untuk bersembahyang bagi Dewa Bumi (Hok Tek Tjeng Sin), Dewi Kwan Im, dan dewa-dewa lainnya.
Seorang petugas wanita menyalakan sebatang hio dengan menggunakan nyala api lilin di dekat altar sembahyang di Kelenteng Hong Tiek Hian. Hio digunakan sebagai medium untuk melakukan kontak dengan para arwah dan para dewa yang dipuja karena keteladan semasa hidup mereka, maupun untuk mendapat berkah. Jika asap hio yang dibakar arahnya lurus ke atas, maka doa yang dipanjatkan konon langsung diterima.
Di area kelenteng sebelah kiri terdapat rumahan yang digunakan untuk pementasan Wayang Potehi. Kelenteng Hong Tiek Hian adalah kelenteng pertama dari semua kelenteng yang pernah saya kunjungi yang tengah memainkan wayang Pho Tee Hi ketika saya berkunjung. Sempat berdiri agak lama di depan tempat pentas wayang Pho Tee Hi ini, yang cara memainkannya menyerupai boneka si Unyil, namun tidak bisa menangkap jalan ceritanya.
Pilar-pilar naga, lampu minyak, deretan tempat-tempat lilin berbentuk bulat, dan pernak-pernik lainnya terlihat cantik di Kelenteng Hong Tiek Hian Surabaya. Lilin dan lampu minyak yang selalu menyala di dalam kelenteng sering menyebabkan kebakaran yang menghanguskan benda-benda berumur tua di dalamnya. Karena itu di tempat yang beresiko kadang diganti dengan bohlam listrik.
Altar sembahyang bagi Kong Tek Coen Ong juga ada di Kelenteng Hong Tiek Hian. Terlihat ada sepasang pilar naga hijau dan sepasang burung hong berhadapan mengapit mustika matahari yang menyala. Burung Hong, yang lahir kembali dari abunya setelah tua dan terbakar, memiliki jengger ayam jantan, paruh burung layang-layang, ekor merak yang menjumbai, dengan bulu-bulu yang sangat indah. Konon Burung Hong hanya muncul ketika negara dalam keadaan makmur sentosa dan diperintah oleh seorang raja adil.
Lima warna bulu Burung Hong melambangkan lima pokok kebajikan dalam agama Konghucu, yaitu Cinta Kasih (Jien), Menjunjung Kebenaran (Gi), Memiliki Kesusilaan (Lee), Bijaksana / Cerdas (Ti), dan Dapat Dipercaya (Sien). Pada lorong di bangunan sebelah kanan terdapat patung-patung dewa bersenjatakan berbagai jenis tombak dan pedang di kiri kanan lorong. Sebuah Hio lo terdapat di depan masing-masing patung ini.
Pada lorong yang di ujungnya ada altar sembahyang bagi Thian Sang Sen Mu juga terdapat deretan lilin menyala warna merah berukuran ratusan kati, sangat besar. Posisi kiri kanan lilin itu melambangkan keseimbangan Yin Yang, dan lilin melambangkan penerangan batin, sehingga harus selalu menyala sepanjang waktu. Sementara warna merah, warna darah manusia, melambangkan kehidupan.
Klenteng Hong Tiek Hian Surabaya
Alamat : Jl Dukuh GG.II/ 2 dan Jl Dukuh N0.23/ I, Surabaya. Lokasi GPS : -7.23729, 112.74393, Waze. Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata Surabaya.Pilar-pilar naga, lampu minyak, deretan tempat-tempat lilin berbentuk bulat, dan pernak-pernik lainnya di Kelenteng Hong Tiek Hian Surabaya. Lilin dan lampu minyak yang selalu menyala di dalam kelenteng sering menyebabkan kebakaran yang menghanguskan benda-benda berumur tua di dalamnya. Karena itu di tempat yang beresiko kadang diganti dengan bohlam listrik.
Ukiran sepasang naga yang tengah berebut mustika alam semesta yang tengah menyala, matahari. Ukiran naga selalu ada di sebuah kelenteng yang dipercaya berfungsi sebagai penolak roh jahat.
Deretan lilin menyala warna merah berukuran sangat besar. Posisi kiri kanan melambangkan keseimbangan Yin Yang, dan lilin melambangkan penerangan batin, sehingga harus selalu menyala sepanjang waktu. Warna merah, warna darah manusia, melambangkan kehidupan.
Dua arca dewa yang berada di pintu masuk ke bangunan yang berada di sebelah kanan, serta tulisan Cina yang diapit sepasang naga emas di atasnya.
Patung-patung dewa bersenjatakan berbagai jenis tombak dan pedang di kiri kanan lorong. Hio lo terdapat di depan masing-masing patung ini.
Kelenteng Hong Tiek Hian adalah kelenteng pertama dari semua kelenteng yang pernah saya kunjungi yang tengah memainkan wayang Pho Tee Hi ketika saya berkunjung
Batang-batang hio tertancap di sebuah hio lo berbentuk trapesium di altar Kong Tek Cung On. Kebanyakan hio lo yang saya jumpai berbentuk bulat, dengan ukiran naga di kanan kirinya.
Tampak luar kelenteng dengan pagoda tempat pembakaran kertas sembahyang (Kim Lo), dengan asap yang keluar dari tungku pembakarannya.
Sebuah hiolo dengan batang-batang hio yang sudah mati setelah dipakai untuk bersembahyang. Perlengkapan sembahyang bisa diperoleh di meja yang ada di ujung sana.
Sebuah tambur yang biasa dibunyikan pada saat hendak melakukan ibadah. Jika di masjid bedug berbunyi lima kali ketika masuk waktu shalat, belum jelas berapa kali sehari tambur dipukul di kelenteng.
Patung-patung para dewa yang semuanya mengenakan jubah dan pakaian perang, lengkap dengan tombak atau senjata lainnya.
Sebuah altar di Kelenteng dengan hiolo bertulis aksara China sehingga tak bisa saya membacanya.
Setiap lilin biasanya ada yang menyalakannya atau ada yang memilikinya. Di sejumlah tempat, dipasang label yang menunjukkan nama pemilik lilin atau lampu minyaknya.
Tambur lainnya yang terlihat sudah tua, dengan ukiran naga yang elok. Naga hijau yang melilit pilar juga terlihat dibuat dengan cukup baik.
Diubah: Desember 15, 2024.
Label: Jawa Timur, Kelenteng, Surabaya, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.