Jalan yang tembus ke Dieng itu tidak lebar sehingga harus berhati-hati, namun bagusnya kami tak berpapasan dengan bus dan kendaraan besar. Jika Dodi harus berkonsetrasi pada jalan, maka kami dimanjakan pemandangan alam yang memukau. Di sejumlah titik saya tergoda untuk berhenti memotret, namun bahu jalan amat sempit. Ada gerumbul dengan pepohonan tinggi yang menarik perhatian, mungkin semacam petilasan, yang hanya bisa kami lihat dari jauh. Beruntung ada titik berhenti bagus ketika melihat curug bertingkat di kejauhan yang sangat elok.
Dengan lensa tele bisa terlihat dengan jelas curug sangat tinggi tiga tingkat itu, yang merayap pada dinding bukit jauh di sebelah kanan jalan. Pada bukit yang sama, agak jauh di sebelah kiri ada lagi curug yang ketinggiannya juga lumayan. Curug-curug itu seperti muncul begitu saja dari perut bukit dengan kemiringan yang sangat tajam. Melanjutkan perjalanan, akhirnya kami sampai di jalan simpang, ke kiri ke arah Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan sejauh 1,5 km dan ke Curug Muncar sejauh 3 km.
Beberapa pengunjung tampak duduk di atas gundukan bukit di tepian kolam Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan. Melihat ketinggian curug, saya menduga tak ada yang bisa dilakukan di sana selain memandang air jatuh dan mendengar suara gemuruh airnya dari dekat. Biasanya terlalu berbahaya untuk mandi di kedung kolam curug karena pusaran air dan kedalaman palungnya.
Sebelum turun mendekati Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan kami mampir di warung yang letaknya sangat strategis dengan pemandangan langsung ke arah curug dan lembah pegunungan di sisi kanan. Pemiliknya seorang ibu berusia 30-an tahun dengan paras menarik.
Seingat saya, suami si ibu itulah yang belakangan mengantar kami ke Situs Gedong. Kami mengisi perut dengan sepiring indomi telor, satu-satunya menu yang tersedia di warung saat itu.
Satu hal yang patut dipuji adalah warung si ibu menggunakan bahan yang semuanya ramah lingkungan, yaitu bambu dan kayu, demikian pula bangunan di area curug, seperti gazebo dan jembatan. Semoga terus seperti itu.
Curug Bajing Pekalongan yang elok dilihat dari jarak cukup jauh di kelokan jalan setapak yang masih berada di pinggang bukit. Debit airnya terlihat masih cukup besar meski tengah berada di musim kemarau. Ini menandai terjaganya ekosistem di bagian hulu sungai, yang terlihat dari rimbunnya perbukitan yang belum begitu parah dirusak manusia.
Jarak dari area parkir yang lumayan luas dengan beberapa warung makan di pinggirannya hingga ke warung tempat kami makan adalah sekitar 300 meter, dengan berjalan kaki menyusur jalan setapak yang cukup baik kondisinya. Di awal jalan setapak itu dibuat gardu yang menjadi loket tempat penjualan tiket masuk ke dalam area Curug Bajing.
Sesudah perut terisi, Wid kemudian menuruni jalan setapak yang berundak turun, menyeberangi jembatan bambu eksotis yang melintang di atas sungai, dan mendaki lagi untuk mendekati kolam yang ada di bawah Curug Bajing. Sementara saya menunggu di samping batu besar beberapa puluh meter sebelum jembatan, dan mengambil beberapa buah foto dari sana.
Ketinggian air terjun juga membuat saya berpikir bahwa kabut air di sana akan cukup banyak sehingga tak mudah untuk memotret dari jarak dekat tanpa membuat kamera menjadi basah. Oleh sebab itu saya tak mendekat ke tepian kolam curug. Namun Wid yang berjalan ke sana ternyata bisa mendapatkan foto kolam curug dari jarak dekat, mungkin karena angin pegunungan sedang ramah saat itu.
Jembatan bambu yaang ada di san merupakan tempat yang baik untuk melihat ke arah Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan, selain sebagai titik selfi dan untuk difoto dari jarak agak jauh. Meski terlihat belum lama dikembangkan, namun sepertinya ketenaran curug ini sudah mengalahkan Curug Muncar yang dibuka lebih dahulu. Mungkin karena aksesnya yang lebih mudah dan lebih dekat. Di area curug juga sudah disediakan gazebo yang lumayan besar, yang hemat saya perlu ditambah lagi jumlahnya.
Ada poster besar di dekat loket tiket berisi informasi denah tempat menarik di wilayah Petungkriyono. Paling utara di Desa Kayupuring ada Hutan Sokokembang, Curug Sibedug, Kedai Kopi Owa Jawa, Treking Sungai Welo, dan Curug Jepang. Di Desa Yosorejo ada Kebun Strawberry, Area Perkemahan, Gardu Pandang, Pendopo, Curug Lawe, dan Gunung Perbota.
Di Desa Tlogopakis ada Curug Bajing, Lingga Yoni, Situs Gedong, Makam Syekh Maja Suta, Kolam Pancing, Curug Sriti, dan Agro Wisata, area perkemahan, Curug Lawangan, dan Pertapaan Semar. Ke arah tenggara di Desa Tlogorejo ada Tlogo Mangunan, Gunung Kendali Sodo, Watu Belah. Di Desa Curug Muncar ada Curug Muncar, Curug Tlaga Lembu, dan Air Panas. Sayangnya baru sebagian yang sempat saya kunjungi.
Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan
Alamat : Desa Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Lokasi GPS : -7.16844, 109.72587, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang hari. Harga tiket masuk : Rp 3.000 hari biasa, Rp. 5.000 hari libur besar. Hotel di Pekalongan, Tempat Wisata di Pekalongan, Peta Wisata Pekalongan.Diubah: Desember 12, 2019.Label: Air Terjun, Jawa Tengah, Pekalongan, Petungkriyono, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.