Rumah Babah Djiaw Kie Siong Rengasdengklok saya kunjungi setelah sebelumnya lebih dulu ke Monumen Kebulatan Tekad Rengasdengklok, yang didirikan di tempat yang sebelumnya merupakan markas pasukan PETA wilayah setempat. Jarak dari pintu tol Karawang Barat hingga ke lokasi lumayan jauh, yaitu sekitar 24,5 km.
Keberadaan Rumah Babah Djiaw Kie Siong saya ketahui dari seorang penduduk yang saya sapa di area monumen. Meninggalkan mobil di area dekat monumen, saya berjalan kaki menyusuri jalan selebar mobil yang sejajar dengan Kali Citarum sejauh 128 meter dan lalu belok kanan masuk ke gang kecil yang hanya bisa dilewati sepeda motor. Rumah babah yang saya tuju berjarak 60 meter dari mulut gang.
Rumah Babah Djiaw Kie Siong Rengasdengklok yang saat itu masih berpagar bambu, entah sekarang ini. Di halaman rumah terdapat warung yang dijaga adik ipar cucu si Babah. Saya sempat mampir di warung ini dan memesan semangkuk soto mie, serta sebotol minuman. Sempat pula makan buah sawo yang menyegarkan ingatan masa kecil ketika masih berdiri tiga pohon sawo besar di sekeliling rumah di kampung. Tidak jarang saya memanjat pohon sawo sekadar berbaring menikmati silir angin di atas dahannya yang besar.
Soekarno, Hatta, serta Fatmawati dan Guruh, yang semula dibawa para pemuda ke asrama PETA di lokasi yang sekarang telah berdiri Monumen Kebulatan Tekad, satu jam setelah tiba di sana mereka dikawal menuju ke Rumah Babah Djiaw Kie Siong yang saat itu terpisah dari rumah-rumah lain. Letak rumah yang asli ketika itu berada di dekat Kali Citarum. Pada 1957, rumah ini dipindahkan ke lokasinya yang sekarang karena terancam abrasi.
Di atas sebuah meja di rumah babah mendiang Djiaw Kie Siong ini terdapat sebuah buku tamu berukuran besar dan foto dokumentasi keluarga, diantaranya foto mendiang Babah yang tengah bertemu dengan sekelompok pengunjung serta Shodanco Singgih dan Asisten Wedana Rengasdengklok Soejono Hadipranoto. Ada foto Megawati di sana, dan pada dinding bagian atas ada foto Bung Karno dan foto Djiaw Kie Siong.
Meski bangunan rumah Babah Djiaw Kie Siong sudah banyak berubah namun bagian depannya tetap dipertahankan seperti aslinya. Di majalah Tempo 17 Agustus 1975 , Fatmawati menceritakan bahwa saat itu kotoran babi memenuhi halaman rumah. Jam 1 siang mereka diberi nasi sup dari markas PETA yang bumbu mericanya sangat pedas sehingga Guntur yang baru berusia 9 bulan sampai menangis. Setelah itu mereka beristirahat, Bung Karno di kamar, Fatmawati di balai-balai dapur, dan Bung Hatta tak diceritakan ada dimana.
Di rumah babah Djiaw Kie Siong terdapat replika tempat tidur yang pernah dipakai Bung Karno untuk beristirahat pada peristiwa Rengasdengklok itu. Tempat tidur beserta meja kursi kayu yang asli telah dibawa atas perintah MayJen Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi ketika itu, untuk ditempatkan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi, Bandung. Seharian berada di Rumah Babah Djiaw Kie Siong Rengasdengklok tidak ada hal penting yang Soekarno - Hatta lakukan selain menunggu.
Guntur sempat ngompol saat dipangku Hatta, membuatnya harus memakai celana basah hingga kering sendiri dan karenanya tak bisa sembahyang. Sekitar tengah hari Hatta memanggil Sukarni untuk menanyakan soal apakah 15 ribu rakyat sudah masuk ke Jakarta untuk melakukan revolusi yang katanya akan dimulai pukul 12 siang itu, seperti yang dikatakan Sukarni sewaktu membujuk Hatta untuk meninggalkan Jakarta. Sukarni menjawab tak ada kabar dari Jakarta.
Saya berkesempatan bertemu dan berbincang dengan Daniel, cucu babah Djiaw Kie Siong. Ia yang saat itu ditugasi merawat rumah. Menurut penuturannya, Monumen Kebulatan Tekad Rengasdengklok kadang dikunjungi beberapa putera Bung Karno serta sejumlah tokoh partai dan mereka mampir ke rumahnya. Meski foto Megawati terpajang di atas meja itu, namun sampai saat itu ia belum pernah berkunjung ke rumah babah Djiaw Kie Siong. Seingat saya, seorang kenalan pernah menyebut bahwa Daniel telah meninggal dunia saat ia berkunjung ke sana.
Adalah Ahmad Soebardjo yang kemudian berperan dalam menjemput Soekarno dan Hatta dan membawa mereka kembali ke Jakarta, setelah sebelumnya selama setengah harian ia gagal mencari tahu tempat Soekarno - Hatta dibawa dan disembunyikan. Lewat perundingan yang alot akhirnya Ahmad Soebardjo diberitahu dimana Soekarno - Hatta berada, dan menjelang sore ia berangkat ke Rengasdengklok diantar oleh Yusuf Kunto.
Ahmad Soebardjo, yang waktu itu adalah anggota dan penasihat PPKI, akhirnya berhasil membujuk para pemuda untuk mebiarkannya membawa Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta. Mereka langsung menuju ke rumah Admiral Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori No 1, Jakarta Pusat, dan tiba di tempat pada pukul 10 malam, 16 Agustus 1945. Kisah selanjutnya bisa dibaca di tulisan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Rumah Babah Djiaw Kie Siong Rengasdengklok
Alamat : Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Lokasi GPS : -6.1562675, 107.290324, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk gratis. Hotel di Karawang, Tempat Wisata di Karawang, Peta Wisata Karawang.Diubah: Juni 24, 2019.Label: Jawa Barat, Karawang, Rengasdengklok, Rumah Bersejarah, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.