Meski rumah dinas, dan Bakorwil masih ada, namun Eks Rumah Dinas Residen Pekalongan ini terlihat tak berpenghuni. Pos jaga kosong, dan kondisi gedung terlihat kurang terawat, meski ada petugas kebersihan yang tengah bekerja. Petugas itu yang membuka pagar untuk kami.
Di jaman penjajahan, jabatan residen merupakan perpanjangan tangan pemerintah Hindia Belanda di sejumlah daerah jajahan, semuanya di bawah perintah Gubernur Jenderal yang berkedudukan di Batavia. Karesidenan (Residentie) membawahi sejumlah Kabupaten (Regentschap), dan di bawahnya ada Kawedanan (District), Kecamatan (Onderdistrict), serta Desa.
Tampak muka bangunan Eks Rumah Dinas Residen Pekalongan yang terlihat masih kokoh dengan empat pilar beton tinggi di bagian depan dan enam pilar di belakangnya. Rumput tak rapi serta cat yang kusam membuat keelokan bangunan ini sedikit berkurang. Adanya lambang negara Garuda Pancasila di atas pintu lengkung tengah, tidak membantu mengangkat keanggunannya.
Fungsi Bakorwil sebenarnya hampir sama dengan Residen, yaitu membantu gubernur mengawasi sejumlah kabupaten, hanya saja dengan kekuasaan yang jauh lebih terbatas. Mungkin karena itu pula kedudukan dan peran Bakorwil seperti antara ada dan tiada. Tak heran jika ada suara untuk membubarkan Bakorwil lantaran dianggap tak efektif dan hanya membebani anggaran.
Gedung yang dibangun pada 1850 ini memiliki halaman luas di sebelah kiri dan kanannya, yang sebagian besar ditanami rerumputan dan pepoohonan, sebagian terlihat tua. Ada pula kandang ayam bekisar yang dibiarkan kosong. Begitulah, sebagus apapun suatu tempat jika tidak dihuni maka lama kelamaan akan terjadi penurunan pada keindahan dan kehangatannya.
Pada area sayap kiri Eks Rumah Dinas Residen Pekalongan terdapat Pohon Randu yang sedang berbuah di tengahnya. Pohon cantik yang konon digemari dedemit. Namun mungkin bukan karena itu jika ada selentingan gedung ini ada "penghuninya".
Rumah kosong disukai dedemit dan mahluk sejenisnya karena tak terganggu dan tak pula kesal dengan tingkah manusia. Keberadaan Karesidenan Pekalongan tak lepas dari Perjanjian Jepara tahun 1676 dimana Amangkurat II menyerahkan pesisir Utara Jawa ke VOC sebagai bayaran penumpasan Trunojoyo.
Lalu perjanjian dengan Paku Buwono II pada 18 Mei 1746 yang isinya Pulau Madura dan seluruh pesisir Utara Jawa sejak itu menjadi milik VOC yang sah, bukan lagi wilayah Mataram. Kekuasaan Belanda atas pesisir utara Jawa diperkuat dengan perjanjian Giyanti yang membelah Mataram di bawah dua raja, Sunan Paku Buwono di Keraton Surakarta dan Sultan Hamengku Buwono di Keraton Yogyakarta. Dalam perjanjian itu Sultan HB tidak boleh menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan oleh PB II kepada Kompeni.
Dinding bagian bawah ruangan bagian depan Eks Rumah Dinas Residen Pekalongan dibalut papan kayu yang antik. Tak ada benda menarik di ruangan ini kecuali deretan foto yang digantung di atas papan kayu. Mereka adalah Pembantu Gubernur Jawa Tengah / Kepala Bakorlin (Badan Koordinasi Lintas Wilayah) yang kemudian menjadi Bakorwil.
Diantara foto yang dipajang adalah Soedjono (1948-1954), Soejoto Sastrowardojo (1954-1957), Mochtar (1957-1958, sebelumnya Bupati Pemalang), M. Handjojo Sastrohandjojo (1958-1961), R. Soepoetro Brotodihardjo (1961-1966, sebelumnya Bupati Tegal), Soemartojo (1966 - 1970), Drs. Soedarmo (1970-1977), Drs. Soenartedjo (1977-1982), dan Aboessaleh Ronowidjojo (1982-1987). Lalu ada foto Karsono Kramadiredja (1987 1989), Hartono (1989-1992), dan Soemadi (1996 - 2001). Sayang tak ada catatan nama-nama residen Pekalongan yang menjabat pada jaman pemerintahan kolonial. Hanya ada serakan informasi yang menyebut residen Praetorius yang menjabat sekitar tahun 1836, dan residen F.H. Doornik yang menjabat sekitar tahun 1841.
Saya sempat masuk ke salah satu ruang tidurnya yang luas namun interiornya sederhana, dengan dua tempat tidur besar dan sedang yang juga sederhana. Di ujung sana mestinya adalah ruang makan dan ruang keluarga, namun sekarang sepertinya difungsikan sebagai ruang serbaguna. Saat itu beberapa orang tengah menyiapkan makanan untuk sebuah acara.
Karesidenan Pekalongan merupakan salah satu wilayah dimana Cultuurstelsel diterapkan oleh Gubernur Jenderal Graaf Johannes van den Bosch. Pemicunya adalah kondisi keuangan Hindia Belanda yang parah, terkuras untuk membiaya perang melawan Diponegoro. Negeri Belanda juga kondisinya buruk setelah berakhirnya perang Napoleon dan perang dengan Belgia pada 1830.
Pada 13 Agustus 1830, van den Bosch memberi persetujuan penanaman tebu di karesidenan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Pekalongan, juga penanaman kopi dan nila. Setiap desa wajib menyediakan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor itu. Sistem Tanam Paksa berhasil membuat Hindia Belanda dan Negri Belanda kembali makmur, namun sangat menyengsarakan kehidupan rakyat, yang kemudian melahirkan politik etis.
Eks Rumah Dinas Residen Pekalongan
Alamat : Jl Diponegoro No 1, Pekalongan. Lokasi GPS : -6.8788086, 109.674105, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : setiap waktu bergantung penjaga dan ada tidaknya acara. Harga tiket masuk : gratis. Hotel di, Tempat Wisata di Pekalongan, Peta Wisata Pekalongan.Diubah: Desember 18, 2019.Label: Jawa Tengah, Pekalongan, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.