Karena nama Perbukitan Menoreh sendiri memiliki arti khusus buat saya, maka saya pun memutuskan mampir sebentar ke tempat itu untuk secangkir teh dan semangkuk bubur setelah selesai menikmati suasana jelang munculnya mentari pagi di Candi Borobudur. Ketika tiba di lokasi, saya pun turun dari kendaraan, memasuki bangunan hotel, melewati ruang depan dan langsung menuju ke sebuah ruang terbuka di bagian tengah hotel.
Di sana bisa mengambil beberapa foto Perbukitan Menoreh sementara membuat percakapan kecil dengan salah satu karyawan hotel. Menikmati suasana pagi di dekat Perbukitan Menoreh terasa menyenangkan. Sayang saya tidak ada waktu untuk tinggal dan menikmati matahari terbenam, yang konon sangat mistis dan indah. Beberapa pepohonan sejenis Turi terlihat indah dengan latar Perbukitan Menoreh yang berwarna hijau kebiruan.
Pemandangan ke arah Perbukitan Menoreh yang diambil dari area terbuka Hotel Aman Jiwo ketika matahari baru saja memanjat naik di langit pagi. Perbukitan Menoreh termasuk ke Kecamatan Kulon Progo, membentang dari utara ke barat, dan berada antara 500 – 1000 mdpl.
Di Coffee-shop Hotel Aman Jiwo saya menikmati secangkir teh pahit dan semangkuk bubur seharga sekitar Rp.100.000, sarapan bubur termahal yang pernah saya santap, dan itu sudah beberapa tahun lewat. Bisa dimaklumi, karena untuk menginap semalam di hotel ini, pengunjung harus mengeluarkan uang mulai dari US$ 700 sampai US$ 2.600, belum termasuk tambahan 21% untuk pelayanan dan pajak.
Perbukitan Menoreh begitu berarti buat saya karena jasa seorang penulis produktif yang legendaris bernama SH Mintardja. Ia menulis cerita silat Jawa yang sangat terkenal berlatar belakang sejarah Pajang dan Mataram berjudul Api di Bukit Menoreh, sebuah cerita bersambung terpanjang dalam sejarah penulisan buku silat Indonesia.
Pada masa itu buku roman sejarah lokal masih berjaya baik di kalangan muda maupun kamu tua, dan sering ceritanya diangkat dalam bentuk sandiwara radio yang disiarkan secara bersambung, dan selalu ditunggu dengan setia oleh pendengarnya. Selain silat Cina, atau sadurannya seperti kisah Bende Mataram karangan Herman Pratikto, cerita komik juga masih menikmati masa jayanya.
Perbukitan Menoreh memiliki puncak berundak-undak yang membuatnya terlihat elok, ditambah lagi dengan latar depan pepohonan yang juga tak kalah cantiknya. Salah seorang karyawan hotel mengatakan bahwa di puncak perbukitan Menoreh terdapat beberapa pos pengamatan yang digunakan pengunjung untuk menikmati suasana saat matahari terbenam atau matahari terbit.
Serial Api di Bukit Menoreh terbit sampai hampir sebanyak 400 buku, dan belum lagi selesai sampai penulisnya meninggal dunia pada Januari 1999, tanpa memberi indikasi bagaimana akhir ceritanya. Entahlah apakah memang disengaja oleh penulisnya untuk tidak memiliki akhir cerita, untuk menjadi salah satu buku cerita serial terpanjang di dunia.
Belakangan ada penulis lain yang meneruskan serial buku itu, namun dengan warna cerita yang berbeda. Buku karangannya yang juga sangat fenomenal dan inspiratif adalah serial Nagasasra dan Sabuk Inten, yang terbit dalam 29 buku. Meskipun di sana sini ada selipan cerita tak penting yang agak berkepanjangan, namun secara umum buku ini ceritanya padat dan memikat.
Tidak sebagaimana menonton film di TV atau di bioskop, dimana penonton disajikan gambaran tokoh dan suasana sesuai dengan apa yang ada di pikiran sutradara dan produsernya, membaca buku membebaskan masing-masing pembacanya untuk menggunakan imaji masing-masing tentang para jagoan, penjahat, maupun alam yang menjadi setting ceritanya. Dan itu sangat menarik, serta membekas sangat lama.
Pemandangan yang asri terlihat dari bangunan tradisional beratap rumbia namun dengan desain yang berkelas, membuat orang dengan dompet tebal mau membayar harga sewa sangat mahal untuk tidur di sana. Selain itu, tempat ini memang jauh dari kebisingan kota, tempat banyak keluarga mencari makan, membuat orang sepenuhnya bisa beristirahat dan menikmati suasana yang tenang dan damai.
Ada sebuah legenda tentang batu cadas putih yang berada di tengah Perbukitan Menoreh. Batu cadas yang bentuknya menyerupai seekor kuda itu konon adalah jelmaan kuda yang digunakan oleh Pangeran Diponegoro yang digunakannya untuk melintasi Perbukitan Menoreh ketika memimpin perang Jawa melawan tentara kolonial Belanda pada awal abad 19.
Tak jelas bagaimana kisah semacam ini bisa muncul dan kemudian menjadi dongeng yang diceritakan turun temurun sebagai pengantar tidur. Namun orang tua jaman sekarang sepertinya sudah jarang yang menyempatkan waktu untuk mendongeng kepada anak-anaknya sebelum mereka tidur. Entah anaknya yang sibuk dengan gadget, dan atau orang tuanya juga sibuk sendiri.
Saat itu Puncak Candi Borobudur bisa terlihat lamat-lamat tersamar kabut, letaknya pada satu garis lurus dengan jalanan setapak di dalam lingkungan hotel. Jalan itu menuju ke kamar-kamar hotel mewah yang sempat saya tengok dalamannya. Kamar yang romantis memang. Cocok buat pasangan yang hendak menghabiskan sebagian besar waktu untuk bercinta.
Perbukitan Menoreh Magelang
Alamat : Kecamatan Kulon Progo, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.632117, 110.201905, Waze. Peta Wisata Magelang, Tempat Wisata di Magelang, Hotel di Magelang. Diubah: November 15, 2019.Label: Gunung, Jawa Tengah, Magelang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.