Suatu pagi saya mendapat kabar bahwa Laguna Beach tempat kami menginap baik-baik saja, hanya sedikit retak di beberapa bangunan dan akan beroperasi lagi di Bulan Oktober 2018. Ah, leganya. Catatan ini menuturkan pesona pantai Gili Trawangan yang membuat saya jatuh hati. Sebenarnya pantai bukan tempat idaman buat saya, karena saya lebih kepincut gunung dan lembah yang sejuk. Namun Gili Trawangan Lombok mampu membuat pergeseran nilai tentang pantai.
Melalui Pelabuhan Bangsal kami menuju Gili Trawangan Lombok dengan mempergunakan kapal angkut untuk penumpang umum yang bersatu dengan pedagang yang membawa bahan baku makanan seperti sayuran , buah-buahan, ayam dan bahan makanan lainnya. Dengan harga tiket per orang sebesar 30 ribu rupiah, sedangkan untuk masuk ke pulaunya tidak dikenakan tiket masuk. Sebenarnya ada pula kapal privat yang harganya jauh lebih mahal namun kami memutuskan menyebrang dengan kapal umum saja, selain murah sensasinya asik juga. Waktu tempuh 30 menit dari Bangsal ke Gili Trawangan, kapal yang kami tumpangi penuh dengan penumpang yang beragam, yaitu warga sekitar, pedagang , turis lokal dan turis asing.
Menginjakan kaki di Gili Trawangan disambut pasar dadakan yang menggelar dagangannya di tepi pantai, suasana tipikal tanah air yang kental di area ini sangat terasa. Kami hanya membawa barang seadanya untuk 2 hari menginap dengan mengenakan day pack, sedangkan koper kami titipkan di daerah Senggigi tempat kami bermalam sebelumnya. Untuk menuju hotel tempat menginap berjalan kaki menyusuri pesisir pantai sambil melihat suasana, tidak terlalu jauh sehingga kami tidak memakai kendaraan ala Trawangan yaitu Cidomo atau kereta kuda, karena di Gili Trawangan dilarang kendaraan bermesin hanya ada cidomo dan sepeda yang bisa kita sewa di sembarangan tempat seharga 75 ribu seharian penuh.
Laguna Beach tempat kami menginap bisa dijadikan referensi, lobi hotel hanya sekitar 10 meter ke pantai. Bagai memiliki pantai sendiri dengan kursi dan payung orange yang membuat nyaman. Laut sangat tenang hanya sedikit deburan ombak selebihnya hanya riak gelombang, berenang dengan suka-cita airnya hangat dan jernih kemudian sejenak ke tepian melepas lelah sembari berbaring di kursi. Area pesisir pantai ini memang cocok bagi yang ingin berenang seharian.
Untuk perkara makanan tidak usah khawatir, karena sepanjang depan pesisir pantai berderet kafe dan resto yang menjual berbagai macam makanan. Jika ingin makanan yang murah banyak warung yang menjual makanan Indonesia dan pedagang keliling yang memanggul dagangannya atau menggunakan sepeda. Turis mancanegara berseliweran menikmati suasana pulau yang bersahabat, semilir angin pantai dan aroma air laut menambah asik suasana. Jika malam tiba, pulau ini nyaris tidak pernah tidur masih saja ada aktivitas di tengah malam yang dilakukan wisatawan atau sekedar makan di pinggir pantai yang disajikan penjual dengan keramah-tamahannya.
Menjelang senja kami ingin menyaksikam sunset, karena pantai tempat kami berenang tidak terlihat matahari terbenam kamipun segera bergegas di bagian barat pulau. Karena cukup jauh kami berempat naik cidomo selain itu ingin mencoba naik cidomo sambil keliling pulau. Sekali jalan harga naik cidomo 300 ribu rupiah, demikian pula saat kembali seharga yang sama. Suasana pantai ternyata banyak pengunjung yang duduk di tepi pantai baik itu di kursi maupun di pasir. Mayoritas dari mereka adalah turis asing yang tampak tertib seperti hendak menyaksikan konser pertunjukan, menunggu Sang Surya perlahan ke peraduannya adalah saat-saat yang dinantikan.
Di pantai tersebut bukan pantai untuk berenang, sunset yang dinantikan memainkan perannya. Seperti halnya wisata pantai di manapun sunset adalah salah satu yang diburu, demikian pula di Gili Trawangan si cantik yang mempesona yang sudah meluluhkan hati saya hingga bisa mencintai pantai apa adanya. Walau Gili Trawangan salah satu gili yang teramai diantara Gili Meno dan Gili Air yaitu kedua gili yang lain, namun tetap saja mendapatkan suasana damai dan nyaman.
Matahari tenggelam perlahan bagai menginjak garis pantai, saya tak ingin melepaskan pandangan. Senja di mana-mana selalu saja mempesona, apalagi senja dengan matahari yang hendak terlelap di pantai. Langit jingga semburat kemerahan terlihat sexi dan menggoda, Gusti Allah memang Maha Keren, dua hari di Gili Trawangan nampaknya masih kurang. Ayunan yang terpasang di tepi pantai sepertinya baru beberapa tahun terakhir ini, karena di tahun-tahun sebelumnya belum ada. Keistimewaan lainnya di Gili Trawangan, selain bisa menyaksikan matahari tenggelam kitapun dapat menikmati matahari terbit di sisi yang berbeda.
Dua perempuan muda bergelayut di ayunan, siluet wajahnya sayang sekali jika tidak dibidik kamera dilatar-belakangi matahari yang memberi peran pada bulan. Mendekati setengah 7 malam kami bergegas kembali ke Laguna dengan cidomo yang lain. Mungkin saya bisa memberikan saran jika ingin menginap di pantai yang bisa menyaksikan sunset , Ombak Sunset Hotel adalah tempat yang stategis dan unik. Namun jika mencari hotel atau penginapan murah, di seputaran Gili Trawangan banyak sekali penginapan sesuai dengan dengan kocek dan kebutuhan kita.
Keesokan harinya kami menyewa lapal privat seharga 1,1 juta dengan isi kapal masimal 12 orang, mengelilingi 3 gugusan gili dan melakukan snorkling. Kapal mengitari Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air lalu berhenti di spot yang digemari wisatawan terutama wisatawan asing yaitu Sea Point Turtle dan Point Coral Blue, dimana kita dimanjakan oleh kura-kura dan penyu berukuran besar yang menampakan diri di perairan lepas tengah laut. Saya tidak melakukan snorkling namun bisa melihat jelas karena mahluk itu mengeluarkan kepalanya dari dalam air dan airnya jernih sehingga badannya terlihat sangat jelas. Di spot yang lain anak saya yang melakukan snorkling melihat karang biru yang berkilau, kabarnya hanya ada di beberapa tempat di dunia.
Dari dalam kapal melalui kaca yang dipasang di dasar kapal, saya cukup girang menyaksikan karang biru dan terumbu karang lainnya, ikan berwarna-warni juga biota laut lain yang indah. Kami tidak sempat turun ke Gili Air dan Gili Meno, hanya terapung dan mengitari pulaunya saja. Sebenarnya saya ingin merasakan sensasi bermalam di Gili Meno, pulau kecil yang jauh dari keramaian, sensasi blue lagoon sepertinya. Diantara tiga pulau di gugusan ini, Gili Meno memang yang paling tenang, dan Gili Trawangan yang paling populer.
Selain snorkling, bisa juga melakukan aktivitas diving hanya saja alatnya harus menyewa terpisah seharga 200 hingga 250 ribu rupiah. Sedangkan alat snorkling sudah disediakan di kapal yang kami sewa bagian dari fasilitas selain pelampung pengaman. Jelang siang kami menginggalkan perairan Gili Meno dan Gili Air kembali ke Gili Trawangan, kapal yang kami tumpangi menjemput dan mengantarkan kembali tepat di depan pesisir pantainya Laguna Beach. Liburan yang menyenangkan menikmati pesona Gili Trawangan, gempa yang mengguncang Lombok semoga segera kembali pulih sepenuhnya dan perekonomian di Gili Trawangan kembali menggeliat. Siapapun tahu bahwa Gili Trawangan tetap diminati wisatawan dan menjadi primadona destinasi wisata di Lombok.
Gili Trawangan
Lombok, Nusa Tenggara BaratDiubah: September 16, 2018.Label: Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Vinny Soemantri
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.