Setelah sempat agak ragu mengambil keputusan apakah akan berhenti atau tidak dan dimana pula berhentinya, hingga melewati beberapa buah kios sampai akhirnya kami pun berhenti di salah satu penjual Durian Kayu Tanam yang dijaga seorang ibu berusia sekitar 45 tahun.
Orang pemasaran dan penjualan sering mengatakan bahwa resep penting agar sukses berjualan adalah lokasi, lokasi, dan lokasi. Namun setidaknya hari itu yang memegang peran penting adalah REJEKI. Jika saja hanya lokasi sebagai penentu, tentulah kami akan berhenti di penjual pertama, bukan penjual yang ke sekian.
Tumpukan Durian Kayu Tanam yang menerbitkan selera, tentu bagi mereka yang suka. Buah berbau menusuk dan bisa membuat mabuk jika disimpan di dalam kendaraan ini memang tidak digemari oleh semua orang. Namun mencium bau dengan hidung dan merasakan lezatnya rasa durian ketika menyentuh lidah adalah dua hal yang sangat berbeda.
Durian yang entah kenapa disebut sebagai King of Fruit ini mendapatkan namanya dari kulit buahnya yang tajam dan berlekuk menyerupai duri dan memenuhi seluruh permukaan luarnya. Untuk buah Durian Kayu Tanam, ukurannya cukup besar, meski ada yang relatif kecil. Berat buah durian bisa bervariasi antara 1,5 hingga 5 kg, bisa berbahaya jika kejatuhan dari pohon.
Jika di Sumatra umumnya orang menyebutnya sebagai buah Durian, maka di Gayo dikenal sebagai Duren, sama halnya dengan sebutan di Jawa dan di daerah Betawi. Di Jawa Barat buah ini disebut Kadu, orang Manado menyebutnya Duriang, dan orang Toraja menamainya Duliang.
Entah apa yang sedang dipikirkan Fenty Effendy waktu itu yang seolah sedang serius mempertimbangkan sesuatu sambil melihat tumpukan durian, namun yang pasti ketika foto ini diambil masih belum ada kesepakatan harga. Harap maklum ini foto lama, karena tulisan ini merupakan terbitan ulang dari travelog di domain sebelumnya.
Di lain saat saya sempat memotret Uni Yusi, ibu penjual durian tengah berbincang dengan Lita Jonathans dan Fenty, untuk menyepakati harga sebuah Durian Kayu Tanam ini. Relatif agak mahal harga Durian Kayu Tanam ini, karena sepertinya sudah di akhir musim durian. Durian yang kecil waktu itu harganya Rp15.000, sedangkan yang besar Rp40.000.
Tak lama kemudian beberapa buah durian sudah dibuka dan siap untuk disantap. Setiap buah memiliki lima ruang atau kamar, masing-masing berisi tiga butir biji atau lebih yang dibungkus daging buah durian berwarna putih hingga kuning terang yang lezat. Jika jenis unggul ketebalan daging buahnya bisa mencapai 3 cm, tebal daging buah Durian Kayu Tanam ini sedang saja.
Tak ada keluhan pada rasa duriannya, dan bisa dibilang sangat sedap di lidah dan nyaman di perut. Dalam hal buah durian, antara hidung dan lidah memang tidak kompak. Hanya dalam tempo singkat saja, beberapa buah Durian Kayu Tanam pun tandas, dagingnya berpindah ke lambung, menyisakan biji beton dan kulit buah, serta bau yang menyebar kemana-mana.
Konon setiap 100 g daging buah durian mengandung 67 g air, 28,3 g karbohidrat, 2,5 g lemak, 2,5 g protein, 1,4 g serat, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, serta kalium, kalsium dan fosfor, dengan energi total sebesar 520 kJ. Untuk menawarkan rasa panas setelah makan durian, orang ada yang menuang air putih ke kamar buah kosong dan lalu meminumnya. Ada pula yang makan buah Manggis.
Tiba waktunya untuk berpamit ke Uni Yusi, ibu penjual Durian Kayu Tanam, yang tersenyum ramah saat kami pergi meninggalkan kiosnya yang sederhana. Letak warung Uni Yusi ini ada di sebelah kanan jalan Padang Bukittinggi. Sayang sekali saya tidak bisa mendapatkan signal untuk menandai lokasi kios si Uni.
Durian Kayu Tanam
Alamat: Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat.Diubah: Juni 14, 2020.Label: Durian, Padang Pariaman, Sumatera Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.