Sesaat kami berhenti di titik pada foto, melihat kelompok-kelompok batu menhir dan serakan batu lainnya di Situs Punden Jami Piciing. Situs yang luasnya sekitar 1000 m2 ini, terlihat lebih kecil ketimbang Situs Cibalay. Di sisi sebelah kiri saya, pada dataran yang lebih tinggi, terlihat pula tatanan batu dengan beberapa buah menhir di tengahnya.
Wahyudin di samping dua buah menhir yang tingginya hampir sekepalanya saat ia jongkok. Di sebelahnya tampak tergolek dua buah tangkai bunga sedap malam, entah siapa yang repot-repot membawanya ke tempat ini. Di belakangnya ada tengara yang berbunyi "Punden Jami Piciiing dan Situs Batu Bergores", serta kententuan yang berisi ancaman pidana bagi orang yang merusak situs cagar budaya.
Sebuah lintasan jalan kecil menuju ke arah sisi kiri situs yang diapit jejeran batu tipis tegak, berujung pada tatanan batu datar dengan menhir di tengahnya.
Inilah tatanan batu dan menhir lancip yang berada di ujung lintasan jalan pada foto sebelumnya. Satu menhir berukuran lebih besar, paling besar di Situs Punden Jami Piciing ini, diambil dari dataran yang lebih tinggi.
Batu besar di sudut ujung situs itu. Bisa dibayangkan bagaimana orang jaman dulu, sekitar 2000-an tahun sebelum Masehi, membelah batu-batu sebesar ini untuk dijadikan menhir dan dolmen.
Sebuah kelompok tatanan batu dan menhir yang berukuran lebih kecil di situs ini. Tatanan seperti ini terlihat ada di beberapa titik.
Sebagian lanskap Situs Punden Jami Piciing, memperlihatkan beberapa tingkatan serta tatanan batu yang ada.
Ketika beranjak pulang itu, setelah melewati pintu pagar situs, saya sempat memotret tatanan batu dengan menhir di tengahnya yang berada di sisi kiri ketika saya memotret foto pertama. Hanya sedikit bidang yang sudah dibuka di lokasi ini.
Dengan lensa tele saya bisa melihat cukup jelas undakan di sisi kanan dan kelompok batu di sisi kiri Situs Batu Bergores. Sedangkan Batu Bergores-nya sendiri tak terlihat lantaran berada di belakang gerumbul pohon bambu di tengah foto.
Sebagian lintasan jalan setapak yang kami lewati dalam perjalan meninggalkan Situs Punden Jami Piciing menuju kembali ke Situs Cibalay dimana Chandra menunggu. Jarak keduanya yang relatif pendek, serta akses jalan setapak yang tidak sulit, cukup memudahkan pejalan.
Tengara bahwa situs ini merupakan benda cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang, dengan ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pengrusakan dan pelanggaran lainnya.
Sudut pandang lainnya pada tatanan dua buah batu purba di kompleks Punden Jami Piciing Tenjolaya.
Pandangan lainnya pada area situs batu bergores. Sayang batunya tertutup oleh gerumbul bambu yang sangat rapat.
Lintasan jalan lainnya yang saya foto saat dalam perjalanan meninggalkan SItus Punden Jami Piciing. Tak bisa tidak harus ada orang yang mengantar jika hendak pergi berkunjung ke situs ini.
Pandangan lebih dekat pada tatanan batu megalitik yang berada di sisi sebelah kanan area di dekat akses masuk ke Situs Punden Jami Piciing, Tenjolaya.
Akses masuk ke dalam kompleks Situs Punden Jami Piciing yang pintunya telah berkarat dan sudah waktunya untuk diperbaiki. Curah hujan yang sangat tinggi di lereng Gunung Salak ini memang menjadi salah satu faktor sangat menantang dalam perawatan situs semacam ini. Tatanan batu megalitik tampak di ujung sana.
Setiap batu berasal dari magma yang membeku, dan besarnya ukuran batu ini bisa memberi gambaran aliran lahar yang keluar dari kawah Gunung Salak ketika meletus entah beberapa ratusan tahun lalu.
Diubah: Juli 03, 2020.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.
© 2004 -
Ikuti