Desa Adat Senaru masuk wilayah Kabupaten Lombok Utara, tepat di kaki Gunung Rinjani pada ketinggian 601 mdpl. Ini mungkin satu-satunya desa adat yang paling sering saya kunjungi. Aksesnya tidak susah. Hanya kendaraan dari Mataram ke Desa Senaru tidak terlalu banyak.
Jika dari Bali dengan kendaraan umum, ada beberapa pilihan. Pertama menunggu bis malam Jakarta atau sekitar Jawa ke Mataram. Bus sampai di Terminal Ubung sekitar jam 21:00 dengan tarif Rp. 75.000 – Rp. 150.000, tergantung pintarnya kita bernegoisasi dengan kondektur atau supir bus, dan sudah termasuk ongkos Fery dari Padang Bai ke Lembar.
Bisa juga naik Elf dari terminal Ubung (terakhir jam 2 sore) ke Padang Bai, ongkosnya Rp. 30.000. Dari Padang Bai menumpang Bis Parama ke Mataram membayar Rp. 60.000, termasuk tiket kapal Fery. Dari Ubung - Padang Bai bisa juga membeli langsung tiket Fery ke Lembar Rp. 32.000, lalu naik angkutan umum ke Mataram dengan ongkos Rp. 15.000.
Ada beberapa pilihan penginapan di sepanjang jalan menuju Desa Adat Senaru. Ada Pondok Senaru, Pondok Pendaki Rinjani, dan masih banyak lagi yang lain, dengan tarif termurah Rp. 60.000 / kamar / malam, dan bisa diisi 4 orang. Kalau mau gratis bisa juga menumpang di Pos Pendakian Rinjani yang letaknya persis di sebelah Desa Adat Senaru.
Suasana di ruang fery dari Pelabuhan Padang Bai - Bali ke Pelabuhan Lembar - Lombok. Dari Terminal Mataram ada Elf ke arah Bayan yang terakhir berangkat jam 12 siang, tarifnya 30.000, turun di perempatan Senaru. Dari simpang Senaru naik angkot Rp. 5.000 ke depan pintu Desa Adat Senaru, atau naik ojek Rp. 20.000 (malam hari bisa Rp. 60.000)
Dengan ditemani keponakan, Priska dan Uthe, berikut 2 teman mereka Aling dan Anna yang semuanya perempuan, kami berangkat dari Bali ke Lombok dengan kendaraan pribadi milik sepupu. Kami berangkat dari Denpasar ke Padang Bai jam 10 malam, karena pesawat udara dari Jakarta yang saya tumpangi baru mendarat di Denpasar sekitar jam 19:00.
Tepat jam 22:00 kami sampai di Pelabuhan Penyeberangan Padang Bai. Setelah membeli tiket seharga Rp. 660.000 untuk mobil (sudah termasuk penumpang di dalamnya), kamipun segera naik ke dalam fery. Sebelum sampai di loket tiket, kami harus melewati pos pemeriksaan surat kendaraan terlebih dahulu. Ada cerita lucu setelah tiket fery kami miliki.
Ketika dipersilahakan naik ke fery, bukannya masuk jalur antrian, kami tancap gas langsung ke fery. Namun begitu sampai di bibir fery, kami dihadang petugas. Ternyata di jalur kiri sudah ada kendaran yang mengantri dengan manis.
Sambil menahan malu mobilpun saya putar kembali untuk mengantri, disaksikan orang yang tersenyum-senyum ke arah kami. Hanya 10 menit kami mengantri. Selama perjalan kami tertidur pulas, dan terjaga ketika fery hampir merapat di Pelabuhan Lembar.
Lama perlayaran kali ini 5 jam. Hari masih gelap ketika kami keluar dari fery sekitar pukul 4.30. Karena ini perjalanan pertama Priska dan teman-temannya, kami mampir di beberapa tempat yang bagus sebelum ke Senaru.
Pos Pendakian tempat kami bermalam di Senaru. Kami sampai di Senaru pukul 21:00. Saya menawarkan kepada Priska, Uthe, Aling dan Anna, apakah mau mencari pondokan atau mau mencoba tidur di pos pendakian. Mereka memilih tidur di Pos Pendakian Senaru. Saya, Uthe dan Anna tidur di gazebo, sedang Aling dan Priska tidur di dalam mobil.
Mereka sangat menyukai petualangan ini dengan tidur di alam terbuka, karena menjadi pengalaman pertama buat mereka. Jam 6 pagi saya terbangun karena angin dingin menerpa wajah. Yang lain masih pulas. Selesai berdoa dan mengucap syukur sayapun langsung menyambar kamera, berjalan menuju Desa Adat Senaru yang terletak di sebelah pos pendakian.
Sekarang di Senaru ada pos penjualan tiket dan gerbang selamat datang yang dibangun atas kerjasama dengan Taman Nasional Gunung Rinjani. Senaru berasal dari kata Sinaru (cahaya). Sinaru Sejati adalah nama anak pertama yang lahir di Lombok ketika itu, karena kehadirannya memberi kecerahan bagi pulau ini. Nama itu kemudian menjadi nama Desa Adat ini.
Pagi itu saya ditemani oleh Pak Sukrati, penduduk desa adat yang juga berdinas di Pos Pendakian Rinjani – Senaru. Menurut beliau, saya adalah wisatawan lokal pertama yang antusias mendengar cerita tentang desa adat ini. Biasanya hanya wisatawan asing yg mau mendengar atau tertarik dengan cerita mereka. Sedih juga ya mendengar tutur beliau.
Desa Adat Senaru dipimpin oleh kepala adat yang disebut Maloka. Rumah Kepala Adat Maloka digunakan sebagai pusat setiap upacara yang diadakan di Desa Adat Senaru.
Uniknya, untuk masuk ke dalam rumah ini kita harus mengunakan berkerah dan berlengan, tidak boleh menggunakan baju tanpa lengan atau tanpa kerah. Sayang kemarin saya tidak sempat masuk ke dalam, karena tuan rumahnya sudah pergi ke ladang.
Suasana pagi di Desa Adat Senaru di Lombok Utara. Jumlah penduduk di desa adat ini seluruhnya hanya berjumlah 79 orang, yang terdiri dari 20 kepala keluarga, sesuai dengan jumlah rumah yang ada di desa adat ini. Setiap rumah biasanya dihuni oleh Bapak, Ibu dan beberapa orang anak saja. Seluruh Penduduk Desa Adat Senaru ini beragama Islam.
Pak Sukrati di depan rumahnya. Ia baru bangun tidur ketika saya datang. Dinding rumahnya terbuat dari anyaman bambu dengan atap rumbia.
Saya sempat masuk rumah Pak Sukrati, karena di rumah penduduk tidak ada aturan tertentu untuk masuk kedalamnya. Rumahnya terdiri dari 2 tingkat dengan lantai atas berbentuk balkon. Lantai bawahnya terbuka tanpa sekat sedang dilantai atas sedikit disekat untuk kamar tidur dan satu ruang khusus untuk sembahyang.
Ditemani secangkir kopi khas Lombok, saya sungguh terpesona mendengar cerita Pak Sukrati tentang adat kebiasaan desa ini, sehingga nyaris lupa dengan keponakan yang masih berada di depan.
Pak Sukrati tinggal bersama Ibu Becengan, isterinya, dan empat anaknya, yaitu Junita (3 SMA), Sunarto (2 SMP), Mulunten (5 tahun) dan Aditia (2 tahun), namun kami hanya bertemu Mulunten dan Aditia.
Saya pun memohon diri untuk memanggil Priska, Uthe, Aling dan Anna agar turut mendengarkan ceritanya. Ternyata mereka juga terpesona. Mendengar cerita Pak Sukrati serasa mendengar dongeng sebelum tidur. Kami membuat sarapan yang bahannya kami bawa dari Bali, sambil mendengar cerita Pak Sukrati yang kadang ditemani oleh Ibu Becengan.
Sarapan bersama Pak Sukrati di atas bale sambil mendengarkan cerita unik tentang Desa Adat Senaru benar-benar sangat menyenangkan. Pak Sukrati bercerita tentang beberapa kebiasaan yang berlaku di desa ini ketika ingin meminang seorang gadis, yaitu selain menyerahkan mahar atau mas kawin, di sini berlaku juga denda kawin atau Ajin Bubuk.
Jika ingin meminang seorang gadis, dilarang keras mengucapkan tanggal pelaksanaannya, karena jika meleset akan terkena denda kawin yang disebut Bila Bibir.
Jika terkena denda kawin, si pria harus menyiapkan 244 keping uang bolong (1 keping setara Rp. 200), kelapa 1 butir, gula 1 lenjor, beras 1 catu (3 Kg), dan 1 ekor ayam. Mas kawinnya berupa kain putih 2 lembar, uang bolong 488 keping, 1 buah Tombak Ulon Dedosan khas Lombok, dan 1 ekor sapi. Sebelum pesta, ada pertemuan keluarga dari kedua belah pihak.
Saat itu ada tanya jawab apakah selama masa pacaran pernah terjadi kekerasan seperti mencubit atau memukul, yang disebut Bila Mempak. Jika terjadi maka ada denda kawin yang ditentukan keluarga wanita. Setelah semua mahar dan denda diberikan, barulah melihat hari baik atau Dina Penanggal. Upacaranya dipimpin oleh Maloka, dibantu penghulu.
Menjelang hari raya umat Islam, Desa Adat Senaru bisanya menyelanggarakan upacara besar. Diantaranya Minangin, ritual menyiapkan beras untuk pesta yang ditumbuk para wanita dengan memakai alu serta lesung besar berbentuk sampan. Upacara lainnya adalah Presean, atau adu ketangkasan dalam permainan perkelahian yang bernilai ritual tinggi.
Pada Presean, dua petarung diadu bersenjatakan rotan dan perisai kulit hingga salah satu dinyatakan menang. Gamelan merupakan bagian utama di setiap upacara Desa Adat Senaru. Dua tahun lalu saya sempat hampir melihat kedua upacara ini, tapi sayang saya terlambat turun dari Rinjani dan begitu sampai di Senaru upacaranya sudah selesai.
Upacara adat lainnya adalah mengkhitankan dan upacara kematian, dengan memotong sapi atau kerbau, dan tanduknya diletakan di atas bale. .
Pak Sukarti sedang menunjukkan tanduk sapi yang ada di atas atap bale. Tanduk yang di atas dipakai untuk upacara khitanan anaknya yang kedua, sedang tanduk yang di bawahnya adalah bekas upacara kematian orang tuanya.
Yang menarik dari cerita Pak Sukrati adalah ternyata penduduk desa adat Senaru sudah sadar akan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Angka kematian bayi di sini hampir 0% setiap tahunnya, meski puskesmas yang terdekat berjarak 11 Km. Karena terbatasnya bidan, terkadang Pa Sukrati juga dimintai oleh warga untuk membantu proses persalinan.
Untuk memotong tali pusar bayi, mereka tidak menggunakan pisau melainkan bilah bambu yang disterilkan dengan kunyit. Empat anak Pak Sukrati pun kelahirannya dilakukan sendiri olehnya. Untuk mengingat jam dan tanggal kelahiran, biasanya Pa Sukrati menuliskan di dinding rumah agar tidak lupa, dan sebagai data untuk membuat akte kelahiran.
Pada hari ketiga setelah melahirkan biasanya akan diadakan upacara potong pusar atau Buang Awu, sekaligus upacara untuk memberi nama bagi sang bayi. Ibu-ibu disini juga rajin pergi ke posyandu keliling yang diadakan setiap bulan oleh Puskemas dari Bayan, dan kebetulan lokasi posyandunya berada tepat di depan Desa Adat Senaru.
Coklat salah satu hasil pertanian yang dihasilkan Desa Adat Senaru. Selain bekerja di Pos Pendakian, Pak Sukarti juga seorang petani coklat. Ia juga memiliki sedikit ladang yang ditanami berbagai macam sayuran, kopi dan tembakau, juga sedikit ladang padi. Di desa adat ini juga berlaku sistem simpan hasil panen yang diletakan di dalam lumbung bersama.
Tepat pukul 9:00 pagi, kami berlima mohon diri kepada Pak Sukrati dan Ibu Becengan.
Kami hendak melakukan perjalanan lagi menuju ke dua air terjun yang ada di Lombok Utara ini. Senang sekali kami bisa berjumpa dengan Pak Sukrati dan mendengar ceritanya tentang adat istiadat Desa Adat Senaru, sebuah warisan Budaya buat anak negeri yang patut di kenal. Sayang jika desa cantik dan unik ini hanya dikenal oleh orang luar.
Sedikit Tips buat pejalan yang ingin ke Senaru:
- Bagi yang mempunyai banyak waktu tapi dana terbatas bisa mempergunakan Bus Malam Safari Dharma Raya Jakarta-Mataram dengan ongkos Rp. 450.000/orang sudah termasuk tiket penyebarangan Banyuwangi-Ketapang dan Padang Bai – Lembar, serta makan 4 kali selama perjalanan. Lama perjalanan 2 malam 3 hari. Bis berangkat dari Terminal Rawamangun pukul 15:30.
- Bagi yang mempunyai waktu terbatas tapi mempunyai dana cukup bisa mempergunakan pesawat Terbang dari Jakarta-Lombok atau Jakarta-Bali dengan waktu tempuh hanya 1-2 jam dengan harga tiket termurah dari Jakarta-Lombok Rp. 1.500.000 pp dan Jakarta-Bali Rp. 700.000 pp.
- Dari Bali bisa mempergunakan Fery dari Pelabuhan Penyebrangan Padang Bai yang beroperasi 24 jam, dengan tiket Rp. 32.000/orang, kendaraan roda 4 Rp. 660.000/kendaraan, dan motor Rp. 280.000/motor, termasuk penumpang
- Kendaraan umum di Bali dan Lombok sangat terbatas waktu beroperasinya. Jadi pilih penerbangan paling pagi dari Jakarta atau Bali.
Desa Adat Senaru Lombok Utara
Alamat : Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Lokasi GPS : -8.3028018, 116.4015412, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Lombok Utara. Diubah: Desember 08, 2024.Label: Decyca Saune, Desa Adat, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.