Meski Dermaga Ruko Pateten tidak terlihat begitu rapi, namun kami tidak menemukan kesulitan papaun ketika berusaha mencari informasi tentang tempat wisata yang berada di sekitar selat lembeh, yang kebanyakan memang berhubungan dengan kegiatan diving. Untuk melihat tempat karamnya kapal yang terjadi pada Perang Dunia II pun harus dilakukan dengan cara menyelam di selat yang airnya relatif tenang ini.
Sudut pandang dari dermaga sangat luas, meski sebagian terhalang oleh dermaga Pelabuhan ASDP Belitung, dermaga Pelabuhan Peti Kemas Bitung, serta dermaga Pelabuhan Samudera Belitung, ketiganya berada di sisi sebelah barat. Ke arah timur pandangan mata cukup luas dan bisa melihat Pulau Sarena serta Tanjung Batu Ririr. Agak miring ke arah barat daya bisa melihat Monumen Trikora di Pulae Lembeh, yang jika ditarik garis lurus jaraknya hanya sekitar 1,16 km.
Dermaga Ruko Pateten dengan beberapa perahu motor terlihat tengah sandar menunggu penumpang yang hendak menyewanya. Monumen Trikora yang bersejarah dan berada di Pulau Lembeh tampak terlihat di latar belakang. Tidak terlihat ada kesibukan yang berarti di dermaga ketika kami berada di sana. Karena itu sebuah tonggak pengikat perahu berbentuk unik di dermaga sempat mencuri perhatian saat mata berkeliaran mencoba menemukan sesuatu yang menarik.
Peralatan bongkar muat kapal di Pelabuhan Peti Kemas Bitung bisa terlihat jelas dari area sekitar dermaga tempat kami berdiri dengan latar belakang Gunung Klabat yang berwarna kebiruan saat dilihat dari kejauhan. Gunung Klabat adalah gunung tertinggi di Sulawesi Utara, dengan ketinggian sekitar 2.100 meter di atas permukaan laut. Masyarakat Tonsea di Minahasa Utara menyebutnya Gunung Tamporok, dan bisa didaki selama 8 jam dari Airmadidi.
Pengemudi perahu yang kami sewa di Ruko Pateten tengah bersiap memandu perahunya untuk meninggalkan Dermaga Ruko Pateten melewati deretan kapal yang tengah sandar. Bukan merupakan hal yang sulit baginya untuk bermanuver mendekatkan perahunya ke dermaga dimana kami berdiri, dan setelah kami semua masuk ke dalam perahu tak pula ada kesulitan baginya untuk keluar dari sela perahu lain dan mulai mengarahkan perahu untuk menyeberangi Selat Lembeh.
Perlu sedikit waktu untuk bernegosiasi dengan tukang perahu hingga tercapai harga yang disepakati bersama. Jika bernegosiasi dengan tukang becak saja kita harus berhati-hati agar selamat sampai tujuan, bukan malah ke UGD rumah sakit lantaran menawar dengan harga yang sangat murah, maka tentu harus lebih berhati-hati pula saat tawar menawar harga dengan tukang perahu agar penumpangnya tidak ditenggelamkan di tengah laut ... :))
Beberapa perahu motor berukuran kecil dengan atap rendah yang bisa disewa pengunjung di area Dermaga Ruko Pateten. Perahu itu bisa disewa hanya untuk menyeberangi Selat Lembeh ke Monumen Trikora dan lalu balik lagi, ke lodging tempat-tempat diving yang populer, untuk menyusur Selat Lembah dan menikmati panorama di sepanjang perjalanan, atau ke tempat-tempat lainnya di sepanjang tepian selat yang sangat dalam ini.
Meski kapal-kapal bertonase besar lalu lalang di selat ini, namun karena lebar yang mencukupi serta jarak pandang yang sangat luas dan jauh, sepertinya tak menjadi masalah besar bagi kapal-kapal berukuran relatif kecil ini bermanuver di sepanjang selat. Bahkan perahu yang jauh lebih kecil pun, yang hanya diisi oleh 2-3 orang penumpang juga masih terlihat menyeberang selat dengan aman dan damai.
Sebuah perahu melintas di depan kami, dengan latar belakang kapal besar yang tengah lego jangkar, sementara seorang penumpangnya yang duduk di atas atap perahu mengangkat tangan disaksikan pandangan mata beberapa kawannya saat tahu bahwa saya sedang memotret mereka. Pengemudinya seorang pria berumur sekitar 40-an tahun duduk sendirian di buritan kapal, tak tampak pada foto.
Atap perahu yang relatif rendah, serta adanya dinding di kiri kanan perahu yang membatasi pemandangan mata dan aliran angin, membuat penumpang tidak merasa begitu nyaman ketika berada di dalam perahu, kecuali jika hujan atau takut kulitnya terpanggang matahari. Karenanya moncong dan atap perahu adalah tempat duduk yang ideal untuk menikmati pemandangan ketika perahu tengah meluncur di Selat Lembeh, meski matahari bersinar menyengat kulit sekalipun.
Tak ingat benar saya apakah perahu yang kami tumpangi memiliki standar keamanan yang cukup, terutama ketersediaan pelampung yang memadai manakala diperlukan dalam keadaan darurat. Hanya saja gelombang laut di Selat Bitung memang nyaris tidak ada, oleh sebab selatnya sudah praktis terlindungi oleh Pulau Lembeh. Begitu pun semoga saat ini standar keamanan minimal telah dipatuhi oleh perahu yang ada di Dermaga Ruko Pateten Bitung ini.
Dermaga Ruko Pateten
Berada di belakang kompleks Ruko Pateten, Bitung. Lokasi GPS: 1.4427794, 125.1999539, Waze. Referensi : Tempat Wisata di Bitung, Peta Wisata Bitung, Hotel di Bitung.Diubah: November 25, 2017.Label: Bitung, Sulawesi Utara
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.