Selat Lembeh yang membentang sepanjang 16 km memisahkan Kota Bitung dengan Pulau Lembeh selebar 1-2 km, dan jarak Pelabuhan Bitung ke Pulau Lembeh merupakan salah satu lokasi dengan jarak yang terpendek. Setelah beberapa kali bertanya pada penduduk setempat, kami akhirnya menemukan jalan ke lokasi Ruko Pateten, tempat yang dicari pejalan yang ingin menyewa perahu motor untuk menyeberang ke Pulau Lembeh atau ke tempat diving.
Di ujung belakang Ruko Pateten itu memang terdapat sebuah dermaga kecil dengan sejumlah perahu motor yang tengah sandar di kiri kanannya, yang saya sebut sebagai Dermaga Ruko Pateten. Dengan seorang pengemudi perahu kami akhirnya sepakat untuk membayar sewa sebesar Rp.100,000 untuk menyeberang ke Monumen Trikora dan kemudian menyusur tepian Pulau Lembeh ke arah utara. Harga yang tak murah waktu itu, namun sekarang tentu sudah berubah.
Monumen Trikora Pulau Lembeh yang dipotret pada awal perjalanan dari dermaga Ruko Pateten. Karena jaraknya yang sangat pendek, perjalanan dengan perahu motor melewati selat yang tenang ini hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Lalu lintas perahu di Selat Lembeh saat itu pun tak begitu sibuk, dan kami hanya berpapasan dengan sebuah perahu.
Ketika perahu telah merapat ke Pulau Lembeh, ternyata lantai dermaga di sana jauh lebih tinggi dari permukaan laut dan tidak tersedia tangga untuk menaikinya. Mungkin saat itu laut sedang surut di titik terendahnya. Kami pun satu per satu harus memanjat dermaga dengan bertumpu pada sebuah tonggak, sementara tangan kanan ditarik dari atas dermaga oleh pengemudi perahu yang telah naik terlebih dahulu.
Pandangan pada Monumen Trikora Pulau Lembeh Bitung sesaat sebelum perahu merapat ke dermaga. Di bagian kanan Monumen, terselip di belakang dua pepohonan rimbun, terdapat Pesawat DC-3 TNI-AU asli yang pernah digunakan dalam operasi Trikora. Beberapa anak tampak duduk di atas sayap pesawat ketika kami datang. Dari bagian bawah perut pesawat bisa terlihat Selat Lembeh dan bagian pantai Kota Bitung.
Saya sempat mengambil gambar suasana Selat Lembeh dari tepian monumen, sesaat setelah kami naik ke dermaga. Cuaca cerah, matahari bersinar terang, langit pun berwarna biru, setelah Bitung sempat diguyur hujan deras ketika kami baru tiba di kota itu beberapa menit sebelumnya. Hujan rupanya telah membantu membersihkan langit Bitung dari awan kelabu.
Ketika berjalan ke arah tengah dimana terdapat bagian utama Monumen Trikora, dua orang teman tengah memotret Lambang Negara Garuda Pancasila yang saat itu posisinya miring, dengan sebuah prasasti di bawahnya yang berbunyi "Melalui Trikora wilayah Nusantara utuh dan sentosa" dengan tanda tangan Presiden Soeharto di bawahnya. Semoga lambangnya sekarang sudah dibetulkan posisinya.
Monumen Trikora Pulau Lembeh dibangun pada akhir tahun 80-an atas inisiatif pemerintah daerah setempat untuk mengenang peristiwa bersejarah dalam usaha merebut Irian Barat dari penjajahan pemerintah kolonial Belanda. Saat itu pasukan Tentara Nasional Indonesia menjadikan Pelabuhan Bitung sebagai lokasi pendaratan awal sebelum menjalankan misi pembebaskan Irian Barat yang sekarang telah berubah nama menjadi Papua.
Sisi kiri Monumen Trikora dengan latar depan anak-anak yang tengah duduk di atas rumah baling-baling pesawat DC-3 yang masih terlihat garang dan elok. Di salah satu sisi badan pesawat DC-3 menempel logo bergambar dua ekor burung dan angka 17, mungkin nomor dan lambang skuadron tempurnya. Dipandang dari segala sisi, pesawat DC-3 itu masih terlihat utuh dan gagah.
Ada pula logo pabrik pembuat mesin pesawat berupa Pratt & Whitney berupa burung garuda yang tengah terbang dan tulisan "Dependable Engines" di bagian bawahnya. Sedangkan nomor seri pesawat dicat di bagian ekor pesawat, yaitu T-482. Selain itu ada pula logo bersegi lima, lambang Tentara Nasional Indonesia. Sayang sekali area di sekitarnya dan secara umum di lingkungan Monumen Trikora ini terlihat kotor dan kurang terawat. Rerumputan terlihat tumbuh tinggi di sana-sini, dan beberapa bagian monumen sudah memerlukan perbaikan serta perawatan.
Operasi Trikora adalah operasi militer yang diumumkan Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Yogyakarta untuk membebaskan Irian Barat. Soekarno membentuk Komando Mandala dengan Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglimanya. Operasi itu berlangsung selama dua tahun. Saat itu sempat hendak dilakukan Operasi Jayawijaya yang akan merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia. Tidak kurang dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut. Operasi ini batal dilakukan karena tercapainya persetujuan New York.
Monumen Trikora Pulau Lembeh
Alamat: Kelurahan Batu Lubang, tepian Pulau Lembeh, Kota Bitung. Harga tiket masuk gratis. Sekitar 10 menit dari dermaga Ruko Pateten. Lokasi GPS: 1.431818, 125.197792, Waze. Referensi : Tempat Wisata di Bitung, Peta Wisata Bitung, Hotel di Bitung.Diubah: November 26, 2017.Label: Bitung, Monumen, Sulawesi Utara, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.