Makam Sultan Hasanuddin, Pahlawan Nasional karena peranannya dalam berperang melawan tentara Belanda, berada di tempat terbuka tanpa cungkup dalam deretan makam Raja-Raja Gowa lainnya. Saat itu menjelang tengah hari dan tak terlihat ada orang yang berjaga di makam. Pada jalan masuk menuju ke dalam kompleks Makam Sultan Hasanuddin Gowa terdapat tengara makam di bagian depan luar.
Kompleks makam Raja-Raja Gowa ini ada dua bagian yang dipisahkan oleh sebuah pendopo cukup besar. Di dalam pendopo itu ada sebuah patung Sultan Hasanuddin, serta lukisan potretnya yang digantungkan pada dinding ruangan yang cukup tinggi. Hanya beberapa pohon berukuran sedang yang ada di sekitar makam, dan tidak cukup rindang untuk memberi perlindungan bagi pengunjung terhadap sengat matahari Sulawesi Selatan yang tidak memiliki belas kasihan.
Bendera Merah Putih berkibar di kompleks Makam Sultan Hasanuddin Gowa yang hampir semua kijingnya dibuat dari batu yang unik dan megah. Membaca riwayat sejarah, pada 1654 sang sultan tercatat mengirim armada tempur berkekuatan 100 kapal untuk membantu rakyat Maluku melawan armada Belanda yang berada di bawah komando De Vlamingh Van Oudshoorn. Pertempuran besar ini dikenal sebagai Perang Hongi.
Pada tahun 1655, kembali kedudukan Belanda di Buton diserang oleh pasukan Sultan Hasanuddin yang akhirnya berhasil membebaskan Buton dan Tobea dari tangan Belanda. Pada tahun 1660, armada Gowa kembali berperang melawan 22 kapal perang Belanda yang berkekuatan 1.764 orang di bawah komando John Van Dam yang datang dari Batavia.
Sultan Hasanuddin lahir pada 1629, turun tahta pada 1668 dan wafat 1670. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 16 November 1973. Makam Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV, dengan lorong persegi di dasarnya, ada pula di dalam kompleks makam ini. Sultan Alauddin adalah Raja Gowa yang berperan besar dalam penyebaran ajaran Islam di Kerajaan Gowa.
Makam Sultan Hasanuddin Gowa ada di deretan kubur batu dengan tanda kubur berwarna keputihan, tepatnya di jirat kubur sebelah kanan pada foto, dengan sebuah patung ayam jantan bertengger di atas makamnya. Sultan Hasanuddin memang dikenal sebagai raja dengan julukan Ayam Jantan dari Timur, untuk menghormati keberanian dan kegigihannya dalam melawan hegemoni Belanda.
Sultan Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, adalah Raja Gowa XVI, dan merupakan raja yang paling dikenal luas di luar wilayah Sulawesi Selatan. Ini tentu tak lepas dari riwayat hidupnya yang bersejarah, yang kemudian menjadi bagian dari mata pelajaran bagi anak-anak dari mulai sekolah dasar.
Pada Juli 1667, Gowa diserang dengan hebat oleh armada laut Belanda di bawah pimpinan Speelman, yang mendapat dukungan raja-raja Ternate, Tidore, Bacan, Buton dan Bone dalam perang darat yang dahsyat. Ketika terdesak hebat, Perjanjian Bungaya pun terpaksa ditandatangani pada 18 November 1667, untuk mencegah korban yang lebih besar.
Di pinggir kiri luar kompleks makam terdapat batu Tomanurung atau Batu Pallantikan, tempat Raja-Raja Gowa mengambil sumpah. Sultan Hasanuddin dinobatkan ketika berusia 22 tahun, menggantikan ayahnya yang bernama Sultan Malikussaid. Ibundanya, I Sabbe Lokmo Daeng Takontu, berasal dari keluarga kerajaan di Laikang.
Perjanjian Bungaya mengakhiri dominasi Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan memunculkan pusat kekuasaan baru yang akhirnya semuanya tunduk dan dikendalikan penjajah asing.
Demikianlah, kita mesti belajar dari sejarah, bahwa konflik diantara pusat kekuasaan hanya akan menguntungkan kekuatan luar yang akan menjadi penguasa sesungguhnya. Mereka yang tidak belajar dari kesalahan masa lalu akan mengulanginya, sering dengan cara yang lebih buruk.
Makam Sultan Hasanuddin Gowa
Alamat: Puncak bukit Tamalate, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lokasi GPS -5.192501, 119.451835, Waze. Jam buka sepanjang hari. Harga tiket masuk gratis.Pemandangan pada jalan masuk menuju ke dalam kompleks Makam Sultan Hasanuddin Gowa, dengan tengara makam di bagian depan luar, dan bangunan pendopo cukup besar terlihat di latar belakang foto. Di dalam pendopo itu ada sebuah patung Sultan Hasanuddin, serta lukisan potretnya yang digantungkan pada dinding ruangan yang cukup tinggi.
Meskipun di sebelah kiri tengara makam juga ada gapura masuk, namun kami masuk ke area makam lewat gapura yang terlihat di ujung foto. Foto ini juga memperlihatkan adanya bangunan lain di sebelah kanan Makam Sultan Hasanudiin.
Patung Sultan Hasanuddin, dengan makam Raja-Raja Gowa di belakangnya. Patung Sultan Hasanuddin ini diletakkan di bangunan utama yang berada di tengah kompleks makam. Sultan Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, adalah Raja Gowa XVI.
Lukisan Sultan Hasanuddin ini menempel tinggi pada dinding di sisi kanan bangunan utama makam. Sultan digambarkan berambut panjang dengan ikat kepala khas, dan tangan kiri memegang gagang senjata.
Di latar belakang terlihat deret kubur batu yang dibuat dengan unik dan megah, menandai bahwa penghuni kubur adalah orang-orang penting semasa hidupnya. Sedangkan di bagian depan terdapat beberapa kubur biasa tak bersusun.
Kubur batu dari Sombangta I Mappaosong Daeng Manngewai Karaeng Bisei Sultan Ali Tumenangan Ridjakarta, Raja Gowa XVIII. Ia adalah putera Sultan Hasanuddin dari isterinya yang bernama Ipata Daeng Nisali. Dilahirkan pada hari Minggu 20 November 1654, dan memerintah hanya selama tiga tahun dari 1674-1677 karena ulah VOC Belanda. Baginda kemudian pergi ke Jakarta membawa 400 orang pengiring pada 16 September 1678, dan wafat di Jakarta pada 1680/1681. Jenazahnya tiba di Gowa pada hari Minggu 19 Mei 1681 dan dimakamkan di sini.
Bagian belakang dari dua diantara kubur batu utama di kompleks Makam Sultan Hasanuddin, dengan patung sultan terlihat di latar belakang sebelah kiri. Berkunjung ke makam ini nampaknya lebih baik pagi atau sore hari saat panas matahari tak begitu menyengat.
Salah satu kubur batu dilihat dari jarak yang dekat, memperlihatkan potongan-potongan batu berbeda yang disusun berdasarkan letaknya pada kubur. Tak jelas jenis perekat batu apa yng digunakan pada makam-makam ini. Salah satu bentuk nisan juga bisa dilihat pada foto ini.
Pandangan samping yang memperlihatkan deret kubur batu yang tak sejajar lantaran bentuk dan besar kubur yang berbeda. Tak jelas apakah bentuk kubur atau jumlah susunan batu pada setiap kubur memiliki arti tertentu bagi penghuninya.
Kubur batu dari Sombangta I Mappasomba Daeng Mannguraga, Sultan Amir Hamzah, Tumenanga Ri Allu, Raja Gowa XVII. Ia dilahirkan pada hari Jumat 31 Maret 1656 dan wafat pada 7 Mei 1674. Beliau memerintah Gowa pada periode 1669 - 1674.
Makam Sombangta I Mappdulung, Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone, Sultan Abdul Djalil, Tumenanga Ri Lakiung, Raja Gowa XIX, yang lahir pada Minggu 18 Agustus 1652 dan wafat pada 18 September 1709. Beliau memerintah Gowa pada periode 1677-1709.
Makam Sultan Alauddin, Sombangta I Manngaranggi Daeng Manrabia Tuminanga ri Gaukanna, Raja Gowa XIV, dengan lorong persegi di dasar makamnya. Beliau lahir pada 1586, berkuasa mulai tahun 1593 sampai wafat pada 15 Juni 1639. Sultan Alauddin adalah Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam dan berperan besar dalam penyebaran ajaran Islam di Kerajaan Gowa.
Kubur Sombangta I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Udjung / Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid (Moh Said) Tumenanga Ripapambatuna, Raja Gowa XV. Lahir pada 11 Desember 1605, bertahta dari tahun 1639 sampai wafatnya pada 5 November 1653.
Makam Sultan Hasanuddin Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir Tumenanga Riballa Pangkana, yang lahir pada 1629, menjadi raja pada 1652, menandatangani perjanjian Bungaya pada 18 November 1667, meletakkan jabatan pada 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670. Pada nisan terdapat lukisan ayam jantan.
Pemandangan pada deret kubur utama di sisi sebelah kanan di komplek Makam Sultan Hasanuddin.
Pemandangan pada deret kubur utama di sisi sebelah kiri di komplek Makam Sultan Hasanuddin.
Bagian tengah kompleks makam dengan tiang bendera di pusatnya, dan di ujung sana adalah deret kubur raja-raja Gowa yang tengara namanya masih bisa dilihat dan dibaca dengan baik.
Sebuah papan tengara pendek terlihat di sisi sebelah kanan dengan tulisan yang berbunyi "Kepedulian terhadapt Benda Cagar Budaya Merupakan Cermin Kepribadian Anda". Kubur Sultan Hasanuddin adalah yang kedua dari kiri.
Sudut pandang yang lebih luas pada batu Tomanurung atau Batu Pallantikan, yang konon merupakan tempat Raja-Raja Gowa disumpah pada saat pelantikannya. Penataan dan suasana di sekitar batu ini, pada waktu itu, tentu tidak sesederhana yang terlihat pada saat ini.
Diubah: Desember 13, 2024.
Label: Gowa, Makam, Sulawesi Selatan
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.