Masjid Raden Saleh

Disebut Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini lantaran selain lokasinya memang berada di Jl Raden Saleh, tepatnya Nomor 30, di daerah Cikini, Jakarta Pusat, memang ada pula sedikit keterkaitan riwayat masjid ini dengan sosok Raden Saleh. Pelukis legendaris yang wafat pada April 23 1880 itu pernah tinggal di Cikini.

Untuk berkunjung ke Masjid Al Makmur Raden Saleh ini saya melewati Jl Kramat Raya, dari arah Salemba, dan kemudian berbelok ke kiri di lampu merah pertigaan Jl Raden Saleh - Jl Kramat Raya. Setelah sekitar 450 meter dari pertigaan, sudah terlihat oleh mata bentuk bangunan Masjid Al Makmur di sebelah kanan jalan.

Saat memotret dari seberang jalan, ada seorang jamaah pria tengah melintas di depan Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini Jakarta yang tampaknya setelah selesai melaksanakan salat, terlihat dari pakaian dan sandal jepitnya. Ada lambang bintang bulan sabit serta dua baris tulisan dalam huruf dan bahasa Arab di sisi depan masjid.

Pintu bagian depan masjid tampaknya tidak pernah dibuka, atau dibuka hanya pada hari tertentu. Pengunjung masuk dari pintu di sisi kiri, dimana terdapat area parkir kendaraan yang luasnya agak terbatas.

Bagian puncak menara Masjid Al Makmur Raden Saleh yang berbentuk kubah tampak berada di bagian belakang bangunan masjid yang atapnya berbentuk tumpang limas terpancung. Lengkung di ujung atap nyaris menyerupai atap pada bangunan kelenteng.

Yayasan Masjid Al Makmur

Dari area parkir yang menjadi jalan masuk ke dalam kompleks Masjid Al Makmur akan terlihat serambi, bangunan masjid, dan menara silindris dengan dek pengamatan di dekat puncaknya.

Spanduk pada serambi menyebutkan bahwa Divisi Pendidikan Yayasan Masjid Al Makmur menerima pendaftaran siswa baru untuk jenjang madrasah diniyah takmiliyah al ma'muriyah, untuk SD, SMP dan SMA, dengan waktu belajar Senin s/d Jumat, jam 14.00 s/d 17.00.

Mata pelajaran yang diberikan adalah Al-Qur'an, Hadits, Inadah Syari'ah / Fiqih, Aqidah Ahlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Setelah menitipkan alas kaki dan mengambil air wudlu, saya pun masuk ke dalam ruang masjid.

Sangat terbukanya sebuah masjid, membuat penitipan alas kaki menjadi perlu untuk ketenangan pikir, daripada terpaksa pulang nyeker lantaran sandal atau sepatu raib dibawa orang. Tempat wudlu dan toilet Masjid Al Makmur dalam keadaan baik dan terawat, dengan akses keramik dilapis karet berlubang agar tidak licin.

Meskipun saya pernah berkantor di daerah Cikini selama lebih dari 3 tiga tahun, pada dua periode yang berbeda, sehingga boleh dibilang sering melewati jalan ini, namun belum pernah sebelumnya saya memperhatikan keberadaan masjid ini, apalagi masuk kedalamnya. Jangan lagi ditanya tentang sejarahnya. Gelap.

Lokasi masjid saat ini berada tepat di tepi Kali Ciliwung yang airnya kotor dan baru mulai ditata dan dibersihkan secara serius di jaman Gubernur Jokowi dan kemudian dilanjutkan dengan gencar di jaman Gubernur Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama. Sayang Ahok dikriminalisasi, diserang dari segala penjuru, dan kalah pada pilgub.

Saat itu suasana Masjid Al Makmur Raden Saleh masih cukup ramai sesaat setelah saya selesai melakukan shalat. Ruang tempat saya salah itu merupakan ruang utama, selain serambi tambahan di sayap kiri, dan balkon. Keberadaan balkon ini praktis menutup pemandangan ke langit-langit masjid yang lazimnya menarik untuk dilihat.

Tidak sebagaimana lazimnya masjid yang lain, tembok utama pada bagian mihrab Masjid Al Makmur dibuat lubang-lubang lengkung besar yang memisahkan tempat imam dan mimbar dengan ruang utama masjid.

Ada tangga kayu yang menjadi satu-satunya akses untuk menuju ke balkon Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini dan tampaknya hanya digunakan pada salat Jumat saat jamaah tak lagi tertampung di ruangan utama masjid.

Sejarah Masjid Raden Saleh

Masjid Raden Saleh menempati tanah di pojok kompleks yang sebelumnya tanah milik sang pelukis. Bangunan aslinya, sebelum dipindahkan, merupakan masjid sederhana terbuat dari kayu dan dinding bambu yang telah berdiri sejak tahun 1850-an di kebun luas milik sang pelukis.

Adalah lantaran menikah dengan seorang gadis asal Bogor, maka Raden Saleh atau Raden Saleh Syarif Bustaman berniat pindah ke kota itu, dan menjual tanahnya yang luas di Cikini kepada keluarga Alatas, berikut rumah besar dan beberapa paviliun, dan mewakafkan sebidang tanahnya untuk masjid.

Pada 1897, keluarga Alatas menjual tanah dan bangunan itu ke Vereeniging voor Ziekenverpleging, yang setahun kemudian membangun Koningin Emma Ziekenhuis, yang sekarang menjadi Rumah Sakit PGI Cikini.

Sebuah catatan menyebut bahwa pemindahan bangunan asli masjid ke lokasi yang sekarang dilakukan dengan cara memanggulnya secara beramai-ramai. Namun tampaknya tidak ada sisa bangunan asli Masjid Al Makmur Raden Saleh yang masih disimpan.

Tanah wakaf Raden Saleh dimana masjid berada ternyata sempat bermasalah, lantaran pada 1906 pengadilan kolonial memenangkan klaim keturunan Alatas bernama Sayid Salim Ismail Salam bin Alwi Alatas sebagai pemilik sah tanah wakaf itu. Tahun 1923 Salim Ismail menjual tanah itu ke pihak rumah sakit, sehingga pada 1924 pihak rumah sakit meminta agar masjid dipindahkan.

Permintaan rumah sakit ditolak jamaah, yang didukung beberapa tokoh pergerakan Islam di Batavia lantaran mereka tetap beranggapan bahwa tanah itu telah diwakafkan Raden Saleh untuk masjid.

Lambang dan bintang bulan sabit di bagian depan masjdi itu merupakan penghargaan bagi tokoh Sarikat Islam dan Masyumi (diantaranya HOS Cokroaminoto, H. Agus Salim, KH. Mas Mansyur dan Abi Koesno Cokro Soeyono) yang mendukung perombakan dan penambahan gedung masjid yang selesai dilakukan pada 1932.

Sebelum perombakan dan penambahan bangunan yang selesai dikerjakan pada 1932 itu, pemugaran masjid telah lebih dulu dilakukan pada 1924 sebagai jawaban atas permintaan pemindahan lokasi masjid oleh pihak rumah sakit yang ditentang jamaah dan tokoh-tokoh pergerakan Islam.

Kisah percobaan penyingkiran Masjid Al Makmur ternyata masih berlanjut setelah kemerdekaan, yaitu dengan diterbitkannya sertifikat tanah pada 1964 atas nama Dewan Gereja Indonesia oleh Kementrian Agraria RI yang meliputi tanah yang digunakan masjid. Kementerian Agraria saat itu dirangkap oleh PM J. Leimena, yang juga menjabat sebagai Direktur RS Cikini.

Namun di tahun itu, Yayasan Masjid Al Makmur telah pula terbentuk dengan akte notaris Adasiah Harahap, bertanggal 8 Juli 1964. Pendirinya adalah Sukaryo Mustafa, Kamil Cokroaminoto, dan H. Abdul Karim Naiman.

masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat masjid raden saleh cikini jakarta pusat

Adalah Gubernur KDKI Wiyogo Atmodarminto yang kemudian turun tangan, sehingga akhirnya pada 1991 tanah masjid wakaf dinyatakan sah sebagai milik Yayasan Masjid Al Makmur, dan pada 1993 Masjid Al Makmur ditetapkan sebagai Bangunan Bersejarah yang dilindungi oleh Undang-undang.

Masjid Al Makmur Raden Saleh Cikini

Jl Raden Saleh No. 30, Cikini, Jakarta Pusat, Telp 021-3192 3640. Lokasi GPS : -6.1914, 106.84286, Waze. Hotel di Jakarta Pusat, Hotel Melati di Jakarta Pusat, Nomor Telepon Penting, Peta Wisata Jakarta, Peta Wisata Jakarta Pusat, Rute dan Jadwal Lengkap KRL Commuter Line Jabodetabek, Rute Lengkap TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Pusat, Trayek Bus Damri Bandara Soekarno - Hatta.

Diubah: Desember 07, 2024.
Label: Jakarta, Jakarta Pusat, Masjid, Wisa, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »