Mendiang Slamet Riyadi lahir di Solo pada 26 Juli 1927. Ia putera kedua pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, perwira tentara Kesultanan Solo, dan seorang penjual buah bernama Soetati. Nama yang diberukan oleh kedua orang tuanya saat ia lahir adalah Soekamto.
Lalu lintas di ujung Jalan Slamet Riyadi dimana Monumen Slamet Riyadi ini berada sangat ramai, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan momen dengan sedikit kendaraan yang tengah melintas di jalanan. Karenanya saat itu tidak terpikir untuk mencoba menyeberang mendekati monumen dan melihatnya dari dekat.
Konon lantaran waktu kecil sering sakit-sakitan, Soekamto "dijual" kepada pamannya yang bernama Warnenhardjo, dan namanya pun diganti menjadi Slamet, mengikuti tradisi Jawa. Namun Slamet tetap dibesarkan oleh orang tuanya, dan ia belajar Kejawen sejak muda meski orang tuanya adalah penganut Katolik Roma.
Monumen Slamet Riyadi terdiri dari patung dengan tinggi 7 m dan alasnya setinggi 4 m, dibuat dengan bahan perunggu, diresmikan pada 12 November 2007 oleh Kasad Jenderal TNI Joko Santoso. Slamet Riyadi divisualisasikan dalam sikap berdiri mengacungkan pistol secara natural menghadap ke Barat.
Monumen Slamet Riyadi Solo saat Lokomotif Kereta Wisata Solo yang menarik gerbong berisi para pelancong tengah lewat menyusur Jl Slamet Riyadi ketika saya masih berdiri di tepian jalan. Kereta wisata ini hanya beroperasi pada hari Minggu dan hari libur nasional. Sayang saya tak berkesempatan untuk menaikinya.
Pandangan lebih dekat pada Patung Slamet Riyadi yang digambarkan ketika ia masih berusia muda, karena tokoh pahlawan nasional ini gugur di Ambon pada 4 November 1950 di usia 23 tahun saat terlibat dalam operasi penumpasan RMS.
Sepur kluthuk, demikian dulu kami sebut rangkaian gerbong kereta dan lokomotif yang digerakkan oleh mesin uap, dengan asap putih (kadang kelam) yang selalu mengepul dari cerobongnya. Kereta wisata di Solo ini pun diberi nama Sepur Kluthuk Jaladara.
Pandangan lebih dekat pada sosok Patung Slamet Riyadi di Solo, yang besar dan tinggi patungnya bisa diperbandingkan dengan sosok dua gadis yang saat itu tengah menyeberang jalan yang ada di bawahnya.
Dalam batas tertentu, Kejawen barangkali bisa disepadankan dengan ajaran Confucius atau Tao, yang bisa berdiri sebagai agama atau kepercayaan terpisah dari agama lain, namun intisari ajarannya juga bisa masuk sebagai ajaran kebajikan atau filsafat kehidupan ke penganut agama-agama lainnya.
Sayang kereta wisata itu melaju di pinggiran jalan. Akan lebih keren tentunya jika keretanya berjalan di median di tengah jalan, meski harus membuat terowongan di bawah patung Slamet Riyadi dan patungnya dengan sendirinya akan menjadi lebih tinggi. Ini akan menjadi atraksi kota yang elok, dengan gerbong berpendingin dan pelayanan prima buat wisatawan dalam dan luar negeri.
Slamet masuk sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, sekolah swasta Belanda. Ia mendapat nama belakang Riyadi di Sekolah Menengah Mangkoenegaran karena banyak siswa lain juga bernama Slamet. Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, ia melanjutkan sekolah di ke Akademi Pelaut di Jakarta, dan bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut setelah menyelesaikan pendidikan.
Setelah proklamasi, Slamet Riyadi memimpin Resimen 26 tentara republik di Surakarta. Pada 1947 ia memimpin pasukannya berperang melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, serta menyisir sepanjang Gunung Merapi dan Merbabu.
Pada Agresi Militer II, pasukan Slamet Riyadi berhasil mengambil kembali kota dalam waktu empat hari yang sebelumnya diduduki tentara Belanda. Ia lalu ikut melakukan serangan ke Jawa Barat melawan Angkatan Perang Ratu Adil bentukan Westerling.
Selain diabadikan sebagai nama jalan utama di Solo dan di banyak kota lainnya, nama Slamet Riyadi juga digunakan pada sebuah universitas di Surakarta, dan pada KRI Slamet Riyadi, sebuah fregat TNI AL.
Atas jasa-jasanya Slamet Riyadi menerima medali anumerta, yaitu Bintang Sakti pada Mei 1961, Bintang Gerilya pada Juli 1961, dan Satya Lencana Bakti pada November 1961. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dan dianugerahi Bintang Maha Putra Adi Pradana pada 9 November 2007. Slamet Riyadi dimakamkan di Ambon.
Monumen Slamet Riyadi Solo
Alamat : Perempatan Gladag, Solo. Lokasi GPS : -7.5724543, 110.8294871, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Diubah: Desember 08, 2024.Label: Jawa Tengah, Monumen, Solo, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.