Di gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri ada tulisan yang berbunyi "Mustika Pamenang, Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo". Dalam kisah klasik Jawa, Jayabaya (Joyoboyo) disebut sebagai titisan Wisnu, penguasa negara Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayah Joyoboyo bernama Gendrayana.
Sedangkan Gendrayana adalah anak Yudayana, selanjutnya anak Parikesit, anak Abimanyu, anak Arjuna, satria ketiga dari Pandawa. Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara, yang darinya lahir Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya kemudian menurunkan raja-raja tanah Jawa, dari Kerajaan Majapahit sampai Mataram Islam. Sedangkan Dewi Pramesti menikah dengan Astradarma, Raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma, Raja Malawapati.
Tulisan pada gapura di gerbang masuk kedua Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang juga berbunyi "Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo". Namun kata petilasan 'dikoreksi' Juru Kunci situs, karena petilasan adalah tempat seseorang pernah tinggal dan lalu pergi. Sedangkan situs ini adalah tempat 'muksa' (lenyap bersama jasad) Joyoboyo, dan konon jiwanya masih berada di tempat itu.
Muksa adalah konsep Hindu Buddha yang berarti bebasnya atma dari ikatan duniawi dan lepas dari siklus reinkarnasi. Kami memang sempat berbincang dengan kuncen yang berpeci dan berkacamata di pendopo situs. Duduk di belakang kuncen ada nara sumber lainnya yang dalam beberapa hal tampak lebih banyak tahu ketimbang sang Kuncen. Pak Kuncen ini meski gaya bicaranya sering sarkastik, namun cukup membantu dan kadang memancing tawa. Semoga ia berumur panjang.
Di sebelah kiri gapura ketiga terdapat sebuah prasasti yang isinya menceritakan sejarah singkat mengenai kompleks Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri. Beginilah seharusnya yang dilakukan oleh dinas terkait setempat pada situs-situs lainnya, yang membuat pengunjung bisa lebih mengenal tempat yang mereka kunjungi, dan lalu bisa ikut mewartakannya.
Sebuah bangunan di tengah situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri adalah tempat yang dipercaya sebagai tempat Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Bangunan itu terbagi tiga tempat, yang mewakili tiga fase muksa, yaitu Loka Mukso, Loka Busana, dan Loka Makuta. Loka Muksa merupakan tempat muksa Sri Aji Joyoboyo, Loka Busana adalah tempat singgah busana Sang Prabu, dan Loka Makuta berarti tempat pelepasan mahkota raja. Sebelum dipugar menjadi kompleks yang cukup baik itu, situs ini dulunya hanya berbentuk sebuah gunduk tanah.
Di dalam pendopo terdapat sebuah prasasti lagi yang cukup besar. Prasasti itu berisi tulisan yang menceritakan tentang pemugaran situs oleh Keluarga Besar Hondodento dari Yogyakarta, yang dilakukan pada 22 Februari 1975, dan diresmikan kemudian pada 17 April 1976. Pada atap bagian dalam pendopo terdapat relief Kala tanpa rahang bawah, yang menunjukkan pengaruh Hindu dari Jawa Tengah. Kala atau Banaspati dari Jawa Timur biasanya lengkap dengan rahang bawah. Kala adalah dewa penguasa waktu, putera Siwa, umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci dan penolak kekuatan jahat.
Sampai suatu saat, di tahun 1860, seorang penduduk Desa Menang bernama Warsodikromo bermimpi bahwa di area gundukan tanah itu pernah hidup seorang raja Kediri yang bernama Joyoboyo. Di depan kanan Loka Muksa Pamuksan seorang pria tampak tengah tidur di bawah rindang pepohonan, mungkin sedang tirakat. Yang percaya bahwa situs ini dapat membantu memperoleh apa yang mereka inginkan, bisa bertirakat di situs ini selama beberapa hari. Calon pejabat pun ada yang mengalap berkah di situs seluas 1.650 meter persegi ini.
Situs Loka Busana di Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri memiliki ornamen yang indah. Posisinya berada di sebelah kanan dari Loka Muksa, di dalam pagar dengan kawat berduri, yang tampaknya sengaja dibuat untuk mencegah peziarah tidur di tempat itu atau mencegah mereka mencongkel batu untuk dijadikan jimat.
Di dalam bangunan Loka Muksa terdapat lingga yoni (lambang Siwa - Parwati, kesuburan dan kehidupan) yang menyatu dengan batu bulat berlubang menyerupai mata yang disebut manik. Tiga lubang pintu di Loka Muksa melambangkan tiga tahap kehidupan manusia yang dimulai dari lahir, dewasa, dan mati. Batu manik melambangkan kewaskitaan Sri Aji Joyoboyo, memadukan nalar, rasa dan jiwa, dengan lubang tembus yang menunjukkan kemampuan melihat jauh ke masa depan.
Terletak terpisah di belakang area pamuksan terdapat Loka Makuta, dengan sebuah bentuk bangunan mahkota raja di bagian tengahnya. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Keraton Yogyakarta adalah Raja Jawa yang semasa hidupnya sering berkunjung ke leluhurnya di situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri ini untuk berziarah. Ketika datang, HB IX selalu berjalan jongkok dari pendopo menuju ke Loka Muksa, layaknya tengah menghadap seorang raja yang masih hidup.
Sri Aji Joyoboyo memerintah Kediri tahun 1135-1157 dan berhasil menyatukan Jenggala yang dipisahkan Airlangga pada 1042 sebelum tahta dan menjadi pendeta dengan gelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana (Prasasti Gandhakuti, 1042). Sri Aji Joyoboyo terkenal dengan kitab "Jongko Joyoboyo" yang berisi ramalan kejadian di Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai kiamat. Naskah yang didalamnya berisi “Ramalan Joyoboyo” diantaranya adalah Serat Jayabaya Musarar dan Serat Pranitiwakya. Jayabaya turun tahta di usia tua dan moksa di Menang, tempat dimana situs ini berada.
Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri
Alamat : Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kediri Kabupaten, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.77948, 112.08003, Waze. Jam buka : sepanjang hari dan malam. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Kediri, Tempat Wisata di Kediri, Peta Wisata Kediri.Di sebelah kiri gapura ketiga terdapat sebuah prasasti yang isinya menceritakan sejarah singkat mengenai kompleks Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri. Beginilah seharusnya yang dilakukan oleh dinas terkait setempat pada situs-situs lainnya, yang membuat pengunjung bisa lebih mengenal tempat yang mereka kunjungi, dan lalu bisa ikut mewartakannya.
Tulisan pada gapura di gerbang masuk kedua Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang juga berbunyi "Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo" dikoreksi oleh Juru Kunci situs ini, karena sebuah petilasan adalah tempat dimana seseorang pernah tinggal dan lalu pergi dari tempat itu ke tempat lain. Sedangkan situs itu dipercaya sebagai tempat ‘muksa’ (hilang lenyap bersama jasadnya) Joyoboyo, dan konon jiwa Sang Raja masih berada di tempat itu.
Kuncen Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, berpeci dan berkacamata, tengah berbincang dengan mas Sanusi seputar situs ini. Di belakangnya adalah nara sumber lainnya yang dalam beberapa hal tampak lebih banyak tahu ketimbang sang Kuncen.
Sebuah tengara yang menceritakan tentang pemugaran situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini oleh Keluarga Besar Hondodento dari Yogyakarta pada 22 Februari 1975, dan diresmikan pada 17 April 1976.
Lita Jonathans, pendiri La Lita Arts & Crafts serta pemilik Villa La Lita, terlihat tengah berbincang dengan Kuncen Pamuksan Sri Aji Joyoboyo di pendopo di situs yang terawat dengan baik ini.
Pendopo Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang bentuknya memanjang. Bagian dalamnya nyaris tanpa ornamen, hanya ada lampu gantung antik di tengahnya.
Di depan kanan Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo seorang tampak tengah tidur di bawah rindang pepohonan, mungkin sedang tirakat untuk mengalap berkah. Mereka yang percaya bahwa situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini bisa membantu memperoleh apa yang mereka inginkan, bisa bertirakat di situs ini selama beberapa hari.
Loka Busana di Pamuksan Sri Aji Joyoboyo dengan ornamen indah yang berada di sebelah kanan dari Loka Muksa, di dalam pagar dengan kawat berduri, mungkin untuk mencegah peziarah tidur di tempat itu atau mencongkel batu untuk dijadikan jimat.
Pandangan dari sisi sudut kiri belakang Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, tanpa ada bangunan lain di belakang beton kurung, hanya saja dari tempat ini kita bisa melihat Loka Makuta.
Pandangan dari sisi belakang Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri dengan bentuk pagar beton yang sama dengan sisi lainnya membuat orang hanya bisa melihat situs utama dari sela-sela jeruji beton.
Terletak terpisah di belakang Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat Loka Makuta, dengan bentuk mahkota raja di bagian tengahnya.
Batu manik Pamuksan Sri Aji Joyoboyo melambangkan kewaskitaan Sri Aji Joyoboyo, memadukan nalar, rasa dan jiwa, dengan lubang tembus yang menunjukkan kemampuan melihat jauh ke masa depan.
Loka Muksa merupakan tempat muksa atau hilangnya Joyoboyo bersama jasadnya, Loka Busana adalah tempat singgah busana Sang Prabu, dan Loka Makuta berarti tempat pelepasan mahkota raja.
Pada atap bagian dalam pendopo Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat relief Kala tanpa rahang bawah, yang menunjukkan pengaruh Hindu dari Jawa Tengah. Kala atau Banaspati dari Jawa Timur biasanya lengkap dengan rahang bagian bawah. Kala adalah dewa penguasa waktu, putera Dewa Siwa, yang umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci dan dipercaya sebagai penolak kekuatan jahat.
Lita Jonathans tengah berjalan di sisi samping Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang teduh oleh naungan pohon yang rindang. Di luar pagar di latar belakang adalah lokasi Loka Makuta.
Di dalam bangunan Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat lingga dan yoni yang menyatu dengan sebuah batu bulat berlubang yang menyerupai mata yang disebut manik.
Pandangan pada sisi samping luar kompleks Pamuksan Sri Aji Joyoboyo dengan kombinasi pagar beton dan batu yang dibuat rapi. Pendopo dengan ornamen Kala terlihat di sisi kanan. Pepohonan yang cukup rimbun membantu memberi suasana cukup teduh.
Bagian dalam gapura pertama dengan huruf Jawa pada papan tengah, cakra pada puncak gapura, ornamen Kala, tulisan "Kabupaten Kediri Bersinar Terang", dan tulisan "Suko Manunggal".
Diubah: Desember 14, 2024.
Label: Airlangga, Jawa Timur, Jayabaya, Kediri, Pamenang, Petilasan, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.