Museum Surabaya: Destinasi Pecinta Sejarah dan Budaya

Beberapa waktu lalu kami berkunjung ke Museum Surabaya yang menempati lantai dasar Gedung Siola, sebuah gedung tua yang telah beralih fungsi beberapa kali sejak dibangun pertama kali pada 1877 dan sempat ditempati toko Whiteaway Laidlaw & Co. Peristiwa heroik yang pernah terjadi di sana, ketika republik ini belum lagi seumur jagung, telah saya ceritakan di tulisan Gedung Siola.

Untuk menuju ke Museum Surabaya kami menggunakan jasa taksi online dengan tarif tetap, yang membuat pikiran nyaman karena tak perlu khawatir diputar-putar dulu sebelum sampai ke tujuan. Kalaulah diputar pun kami tak keberatan karena tak akan menambah ongkos dan tak ada tekanan waktu supaya lekas sampai. Namun kami sampai di tujuan dalam waktu yang lumayan pendek.

Turun dari kendaraan saya sempat ragu berada di gedung yang benar, sampai lupa memperhatikan apakah patung sosok pahlawan di depan gedung masih setia berdiri di sana. Namun keraguan pupus saat melihat tengara nama Museum Surabaya di serambi. Masuk ke museum kami tak dipungut biaya, dan mata segera tertumbuk pada lukisan sketsa wajah Gombloh. Sayang tak saya temukan sketsa wajah Leo Kristi di sana.

Museum Surabaya
Deretan foto Walikota Surabaya dipajang di Museum Surabaya, yang masa jabatannya dimulai tahun 1916. Empat foto pertama masih orang Belanda di jaman penjajahan, yaitu A Meijroos (1916-1920), GJ Dijkerman (1920-1926), HI Bussemaker (1926-1932), WH van Helsdingen (1936-1952).

Dua foto walikota orang Belanda yang tak terpampang di sana yaitu GJ ter Poorten (1932-1936) dan WAH Fuchter (1942, Jepang masuk). Radjamin Nasution sempat bertindak sebagai Pejabat Walikota, sebelum digantikan oleh Takashi Ichiro yang menjabat sejak 1942 hingga Jepang bertekuk lutut tanpa syarat ke Sekutu pada 1945. Foto Tri Rismaharini, satu-satunya walikota perempuan, juga terpampang di sana.

Museum Surabaya
Vinny sedang berjalan di samping replika Prasasti Kamalagyan yang dibuat Airlangga untuk memperingati keberhasilan pembuatan bendungan di Waringin Sapta.

Pada dinding adalah foto para walikota Surabaya hingga tahun 2020. Pada Desember 2020 telah dilakukan pemilihan walikota baru yang pemangnya versi hitung cepatnya telah diketahuim dan akan dilantik pada 2021.

Di sebelah kiri adalah Prasasti Kamalagyan, dibuat Airlangga untuk memperingati keberhasilan pembuatan bendungan di Waringin Sapta yang dilakukannya bersama rakyat pada 959 Saka (1037 M). Dioramanya pernah saya lihat di Museum Sejarah Nasional Indonesia.

Penggalan tulisan pada prasasti berbunyi 'Subaddapageh huwus pepet hilinikang bahuikang bangawan amatlu hilinyangalor, kapwata sukha manah nikang maparahu samanghulu mangalap bhanda rihujunggaluh', artinya 'Kokoh kuat terbendung arus sungai bengawan bercabang tiga mengalir ke utara, maka senang hati para tukang perahu bersama-sama mengambil muatan di Hujunggaluh'.

Lokasi Hujunggaluh berada di Kali Surabaya di bagian utara Dukuh Kelagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Batu andesit itu berukuran 115x215 cm dengan ketebalan 28 cm.

Museum Surabaya
Di Museum Surabaya ada kelir dengan sepasang naga keemasan yang menjadi latar beberapa tokoh Wayang Kulit, seperti Bima, Kresna, Arjuna, Puntadewa, dan seorang raksasa, serta Gunungan.

Di sebelahnya ada manekin Wayang Orang, lalu ada perangkat pertunjukan Wayang Potehi yang dibawa oleh perantau etnis Tionghoa dan berkembang di wilayah Surabaya bagian utara.

Di sebelahnya lagi ada rombong Tahu Campur, makanan khas Jawa Timur dari daerah Lamongan, serta Lontong Balap.

Museum Surabaya
Di sebelah kanan dinding berisikan foto walikota Surabaya terlihat sepasang manekin yang didandani dengan baju daerah lengkap.

Museum Surabaya
Retno, Thanty dan Vinny berdiri di depan banner tegak Museum Surabaya. Di latar belakang adalah foto para walikota Surabaya. Di sebelah kiri ada poster tentang Gombloh, seniman Surabaya yang melejit karena warna suara, penampilan, lagu dan syairnya yang khas.

Museum Surabaya
Deretan dokumentasi foto Walikota Surabaya mulai tahun 1916, dengan walikota terakhir pada saat tulisan ini dibuat dan diperbarui adalah Tri Risma Harini.

Di bagian lain Museum Surabaya terdapat koleksi alat transportasi, diantaranya adalah becak siang bercat biru, becak malam bercat putih, bajaj, angguna (angkutan serba guna) yang khas Surabaya, serta bemo yang masuk pertama kali ke Surabaya tahun 1962.

Dengan area pajang yang sangat terbatas, koleksi Museum Surabaya tak bisa diperbadingkan dengan koleksi Museum Transportasi yang ada di TMII Jakarta.

Museum Surabaya
Koleksi mebel yang pernah digunakan oleh walikota di jaman Belanda, yang diperkirakan sudah digunakan sejak awal tahun 1900 di Balaikota Surabaya.

Mebel kayu jati itu dirancang oleh GC Citroen, seorang arsitek kondang di jaman itu yang juga merancang sejumlah bangunan di Surabaya. Ciri mebel rancangan GC Citroen adalah mempunyai sudut lurus dan sandaran yang bentuknya melengkung.

Koleksi Museum Surabaya lainnya adalah sejumlah dokumentasi foto lawas, diantaranya foto yang memperlihatkan suasana di depan Pasar Pebean (1930), gedung-gedung di Bantaran Kalimas (1930), Gapura Kembang Jepun (1931), Pasar Tunjungan (1920), Jembatan Jeoang (1937, kini Jembatan Yos Sudarso), dan banyak lagi foto lawas Kota Surabaya lainnya.

Ada sebuah area dimana terdapat deretan manekin yang mengenakan seragam kerja pemerintah kota, yaitu seragam Korpri, PNS, Dishub, Dishub Kantor, Linmas Hijau untuk Pemilu, Linmas Hitam, Satpol PP Huru Hara, dan Satpol PP Kantor.

Ada pula seragam Damkar, Laboratorium, PDAM, Petugas Pembersih Taman dan Saluran, dan Petugas Pembersih Sampah dan Jalan yang seragamnya berwarna kuning, hampir sama dengan PPSU (pekerja prasarana dan sarana umum) yang diberdayakan secara sangat fenomenal di jaman Gubernur DKI Basuki Tjahaja 'Ahok' Purnama.

Museum Surabaya
Vinny sedang mengamati pajangan berupa dapur tradisional rakyat atau pawon, lengkap dengan semua perabotan yang biasa digunakan untuk memasak dan menjerang air.

Cangkir dan teko belang khas terlihat di sebelah kiri tengah foto.

Pa dalam kata Pawon merupakan kependekan dari ‘papan’, dan won berarti awon/awu atau abu, jadi pawon adalah tempat yang menghasilkan abu, karena menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya.

Museum Surabaya
Pawon tradisional biasanya memiliki dua lubang menyamping atau lurus, dengan bahan bakar kayu dan ranting.

Dengan semakin terbatasnya pohon yang bisa ditebang, orang lalu berpindah menggunakan minyak tanah seperti terlihat pada kompor do sebelah kanan, sebelum kemudian berganti menggunakan gas, dan nanti tampaknya akan beralih menggunakan listrik induksi. Di sebelah kiri kompor ada anglo yang bisa dipakai menjerang air atau membuat daging panggang.

Museum Surabaya
Di dusun terpencil dan di daerah pegunungan dimana kayu masih mudah diperoleh, penduduk masih lebih suka menggunakan pawon ketimbang kompor minyak atau kompor gas. Mungkin akan ada masanya nanti ketika orang beralih memakai tenaga matahari yang ramah lingkungan untuk menjerang air dan memasak makanan.

Museum Surabaya
Dinding dapur terbuat dari anyaman bambu, yang biasanya juga merupakan dinding rumah, yang kadang dikombinasi dengan papan kayu. Dandang dan kukusan serta deretan kendi terlihat di pajangan ini.

Karung berisi rempah-rempah yang merupakan bahan pelengkap bumbu penyedap masakan juga ada di sana. Konon para penjelajah dahulu mencari rempah-rempah di Nusantara, padahal tujuan mereka adalah untuk menjarah seluruh kekayaan alam yang ada di bumi cincin gunung berapi ini.

Museum Surabaya
Rempah merupakan bagian tumbuhan yang memiliki aroma dan rasa tertentu yang dipakai sebagai penyedap, pewarna, pengharum, dan pengawet makanan.

Karung-karung itu berisi koleksi asli rempah berupa kluwek, kembang pekak (anise), jinten (cumin), pala (nutmeg), kayu manis (cinnamon), kapulaga (cardamon), dan cengkeh (clove). Ada pula temulawak, kayu secang (sappan wood), ketumbar (coriander), dan kemiri (candlenut).

Museum Surabaya Papan berisi informasi semacam ini sangat membantu pengunjung untuk lebih memahami benda apa saja yang dipajang di sana, karena belum tentu pengunjung pernah melihat dapur tradisional atau pawon serta nama-nama peralatan dapur yang biasa digunakan oleh masyarakat di pedesaan. Keterangan koleksi museum itu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Museum Surabaya
Penjelasan tentang pajangan museum berupa angkringan Lontong Balap, salah satu makanan terkenal di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Racikannya berupa lontong, taoge, tahu goreng dan lentho dengan siraman kuah panas segar ditambah sambal petis.

Museum Surabaya
Ada pula pajangan berupa tahu campur, lengkap dengan teks penjelasannya. Walaupun makanan ini berasal dari daerah Lamongan namun belakangan lebih banyak dijumpai di daerah Surabaya dan malah tak begitu banyak dijumpai di daerah asalnya. Jika orang biasa masak sendiri di rumah, warung soto tentu tak begitu laku.

Museum Surabaya
Penjelasan tentang Wayang Potehi, yang dibawa oleh penduduk keturunan Cina dan biasa dipentaskan dalam rangkaian peringatan hari besar seperti ulang tahun kelenteng dan perayaan Imlek.

Wayang ini berasal dari daerah bagian selatan di Cina daratan, dan dibawa oleh kaum Cina perantauan ke berbagai daerah di Nusantara.

Berbeda dengan wayang kulit, dalang wayang potehi memasukkan tangan ke dalam boneka untuk memainkan karakter yang sedang ditampilkan, dengan membawakan berbagai kisah klasik Cina. Wayang Potehi berkembang di daerah Surabaya bagian utara.

Museum Surabaya
Koleksi foto yang memperlihatkan sejumlah tempat di daerah Surabaya pada jaman dahulu. Kebanyakan berupa foto hitam putih dan merupakan repro dari koleksi museum lain atau dari koleksi pribadi.

Museum Surabaya
Suasana di Bantaran Sungai Kalimas, Surabaya, yang diambil pada tahun 1930, yang merupakan repro bersumber “Mana Soerabaia Koe”.

Museum Surabaya
Dokumentasi pemandangan suasana di Pasar Pabelan Surabaya pada tahun 1930, dari sumber yang sama dengan foto sebelumnya.

Sejumlah koleksi lainnya bisa ditemui di museum yang diresmikan Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada 3 Mei 2015 ini.

Museum Surabaya
Koleksi kendaraan roda tiga bemo dan Angguna (Angkutan Serbaguna) yang pernah merupakan kendaraan khas kota Surabaya. Karoseri mobil dirancang dua baris, bangku depan dan belakang, dan ada ruang bagasi dalam.

Museum Surabaya
Koleksi becak dan bajay, dua jenis angkutan publik yang semakin lama semakin terbatas ruang geraknya.

Museum Surabaya
Mungkin untuk membatasi jumlah becak yang beroperasi di jalanan, dibuatlah becak dengan warna berbeda yang hanya boleh beroperasi siang atau malam hari.

Museum Surabaya
Di latar depan adalah selang air yang biasa digunakan di kendaraan pemadam kebakaran, dan di ujung sana adalah seragam petugas pemadam kebakaran, yang paling kiri menggunakan bahan tahan api.

Museum Surabaya
Contoh rambu Lalu Lintas di area dimana hanya kendaraan militer yang bisa lewat di sana, serta rambu nama jalan di sebelahnya. Melihat foto ini, penataan interior museum memang masih belum dirancang dengan baik.

Museum Surabaya
Penjelasan mengenai kursi dan meja yang pernah digunakan oleh pemerintahan walikota di jaman Belanda. Seluruh perabotan yang dirancang GC Citroen itu menggunakan kayu jati, yang jumlahnya waktu itu masih sangat berlimpah.

Museum Surabaya
Pada dinding ada koleksi kain tenun Lotis atau songket khas Nusa Tenggara Timur. Di bawahnya ada sejumlah cendera mata dari berbagai daerah di Nusantara.

Museum Surabaya
Pengunjung tampak tengah merubung pajangan berupa mushaf sambil mendengarkan penjelasan seorang pemandu. Perlu seorang desainer permuseuman untuk merancang ulang interior ruangan Museum Surabaya ini.

Museum Surabaya
Manekin yang mengenakan seragam kerja pemerintahan kota Surabaya, seperi seragam Korpri, PNS, Dishub, Linmas Hijau untuk Pemilu, Linmas Hitam, Satpol PP Hura Hara, Satpol PP Kantor, Pemadam Kebakaran, PDAM, Petugas Pembersih Taman dan Saluran, serta seragam Petugas Pembersih Sampah dan Jalan.

Museum Surabaya
Dari 18 orang yang pernah menjabat sebagai Walikota Surabaya, ada 4 orang berkebangsaan Belanda, satu orang berkebangsaan Jepang yang menjadi walikota pada tahun 1942 - 1945.

Usaha pemerintah kota untuk memanfaatkan Gedung Siola dengan membuat Museum Surabaya patut dihargai, meski buat saya masih belum begitu mengesankan. Selain perlu memperkaya ragam koleksi, saya kira desain penataan museum perlu dirombak.

Tak ada salahnya pemerintah kota menggandeng perusahaan besar di kota itu untuk merancang ulang desain museum, juga membuka cafe buku sebagai tempat nongkrong yang nyaman, serta memberi ruang bagi sosok Leo Kristi, troubador terbaik Indonesia yang liriknya sangat lekat dengan romantisme patriotik Kota Surabaya.

Museum Surabaya

Alamat : Gedung Siola, Jl. Tunjungan 1, Surabaya. Lokasi GPS : -7.25600, 112.73771, Waze. Jam buka : Selasa s/d Minggu pukul 09.00 - 21.00. Harga tiket masuk : gratis. Rujukan : Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata Surabaya.

Diubah: November 09, 2024.
Label: Jawa Timur, Museum, Surabaya, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »