Sebenarnya ada angkutan bus namun teman-teman sudah keburu menunggu di terminal. Kami naik bus jurusan Probolinggo, dan tiba sekitar tengah hari. Dari Probolinggo naik ELF (Bison) yang diisi 23 penumpang (lima turis asal Prancis), dan sampai di Hotel Yoschi di Ngadisari sekitar jam 1 siang. Hotel ini harganya cukup terjangkau dengan kamar tradisional, ada air panas dan suasananya cukup menyenangkan. Melalui resepsionis hotel kami pesan mobil Hardtop 4x4 untuk rute Gunung Penanjakan - Bromo, dan menambah lagi langsung ke supir untuk ke Savana dan Lautan Pasir. Kami meninggalkan hotel jam 3.15 dinihari.
Saya memakai long-john, pakaian dalam dan kaus kaki wool dua lapis, kaos luar dua lapis, jaket tebal, dan sarung tangan tebal. Pakaian yang agak horor itu untuk melawan dinginnya suhu di Gunung Penanjakan. Sekitar seperempat jam meninggalkan hotel, lintasan menurun dan masuk ke dataran berisi hamparan pasir. Jejeran tiang beton setinggi orang di sebelah kiri kami. Gunung Bromo ada di sebelah kiri, namun kami tidak tahu karena langit masih gelap. Setelah meninggalkan lautan pasir, suara mobil menggeram keras saat merayap naik ke pos pengamatan Gunung Penanjakan. Setiba di sana, ada banyak kios makanan minuman, serta sewaaan pakaian dan sepatu hangat. Kami mampir minum, namun agak terlalu lama, sehingga kehilangan waktu berharga untuk mendapatkan tempat strategis di pos pengamatan.
Panorama dari Gunung Penanjakan saat matahari mulai keluar dengan siluet dedaunan dan ranting pepohonan terlihat mempesona. Pinggiran dek pengamatan Gunung Penanjakan telah penuh orang, demikian juga bagian tengah dek dengan bangku memanjang bertingkat. Udara sangat dingin menusuk muka, namun badan, tangan dan kaki terlindungi baik.
Selain terlalu lama minum di kios, kami juga menunggu seorang teman yang berhenti di tengah jalan dan akhirnya tidak ikut ke dek pengamatan dan menunggu di kios, mungkin karena tak kuat hawa dingin. Ini membuat kami yang termasuk datang paling awal menjadi tidak kebagian titik pandang yang baik di dek Gunung Penanjakan.
Sarung tangan mau tidak mau harus dilepas ketika memotret, dan rasa dingin langsung menyergap buku-buku jemari tangan. Beruntung cuaca Gunung Penanjakan sungguh sangat bersahabat ketika itu, membuat kami bisa menikmati dan merekam pesona alam yang menakjubkan, meskipun tidak mendapat posisi strategis di pinggiran dek utama.
Pemandangan kurumunan para pemburu fajar di Gunung Penanjakan ketika matahari mulai naik dan langit menjadi lebih terang. Mereka itu adalah orang-orang yang beruntung mendapat tempat yang cukup strategis dengan pemandangan bebas ke Gunung Bromo. Foto ini diambil dari tengah kerumunan orang dengan cara mengangkat kamera di atas kepala.
Selalu ada cara untuk menyikapi ketidakberuntungan. Suhu udara dan tiupan angin yang sangat dingin memberi kesan mendalam pagi siapa saja yang berada di Gunung Penanjakan saat itu. Di sebelah kanan bawah tampak kabut putih melayang yang sempat menutup Gunung Bromo, menghadirkan pemandangan indah, dan lalu menghilang saat matahari mulai naik.
Setelah sempat berdiri kebingungan di tengah kerumunan orang, akhirnya saya melangkahkan kaki ke ujung kanan dek pengamatan untuk mencoba mencari celah pandang yang baik ke Gunung Bromo. Benar saja, ada celah terbuka di sana dan jalan setapak menurun untuk menuju ke dataran kecil. Beberapa orang telah lebih dulu ada di sana.
Pemandangan dari dataran kecil di ujung kanan bawah dek pengamatan Gunung Penanjakan itu. Terlihat Gunung Batok yang tenang, kaldera Gunung Bromo yang selalu mengepulkan asap, Gunung Semeru yang perkasa di latar belakang, lautan pasir di sebelah kiri, dan berlatar depan para pengunjung yang juga menyelusup keluar dari area dek.
Dua di sebelah kiri adalah wisman. Ketika saya kembali ke dek pengamatan Gunung Penanjakan, dan langit lebih terang, memang terlihat bahwa kerumunan para penikmat fajar itu berasal dari berbagai suku dan bangsa. Kami tetap di dek ketika banyak orang sudah pergi menuju Gunung Bromo, karena teman yang menunggu di kios itu akhirnya menyusul.
Pandangan yang tak kalah mengesankan pada deretan anak tangga di tebing Gunung Bromo yang saya ambil menggunakan lensa 200mm. Namun saat itu saya masih tidak yakin apakah bisa menapaki ratusan undakan di sana untuk melihat dasar kawah. Namun setidaknya saya telah melihat pemandangan menakjubkan Batok - Bromo - Semeru dari Gunung Penanjakan, dan itu pengalaman yang sangat luar biasa.
Turun belakangan dari Gunung Penanjakan Tengger Probolinggo membuat saya punya kesempatan langka untuk memotret Gunung Bromo dan sekitarnya dari sudut pandang menukik layaknya burung dengan menggunakan lensa tele saat cahaya matahari cukup memadai. Area parkir kendaraan dan beton pembatas di lautan pasir terlihat sangat jelas, demikian pula puncak Gunung Batok dan Pura Luhur Poten.
Dek pandang pada lereng Gunung Penanjakan tempat kami datang itu dikabarkan telah rusak pada saat terjadi letusan Gunung Bromo yang dahsyat beberapa tahun lalu, namun kabarnya pula telah ada tempat lain di lereng Penanjakan yang bisa didatangi oleh para pemburu fajar di kawasan Bromo Tengger ini. Bromo memang masih sangat aktif, dan berbahaya, namun keelokan panoramanya telah mendunia.
Gunung Penanjakan Probolinggo
Alamat : Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.910877, 112.950922, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Probolinggo, Peta Wisata Probolinggo, Hotel di Bromo . Hotel di Probolinggo.Diubah: April 28, 2018.Label: Bromo, Gunung, Jawa Timur, Probolinggo, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.