Karena tidak ada tanda-tanda jalan yang jelas, kami sempat masuk ke jalan yang salah, sebelum tiba di jalan masuk di samping atas Masjid Kajiwatu. Lokasi masjid memang ada di lembah di bawah jalan yang membuat puncak atap masjid hampir sejajar dengan permukaan jalan.
Sebelum menuruni undakan menuju masjid, di sebelah kanan terdapat cungkup dengan beberapa kubur di dalamnya. Salah satu diantaranya adalah kubur pendiri Masjid Kajiwatu yang bernama Abdullah Isa (orang Banyumas biasa melafalkannya menjadi Ngisa).
Atap Masjid Kajiwatu yang hampir sejajar dengan jalan yang ada di samping kiri atasnya. Atap utama masjid berbentuk limasan tumpang dengan sebuah kemuncak, sedangkan atap bagian teras depan berbentuk limasan terpancung. Sebuah pertanda yang baik, karena setidaknya tidak ikut latah diubah menggunakan atap berbentuk kubah.
Jalan masuk ke masjid berukuran 7 x 12 meter ini bisa melalui akses yang ada dari arah samping belakang dengan menuruni undakan di sisi sebelah kiri, atau dari arah depan dengan melewati halaman depan yang cukup luas namun saat itu gersang. Sepertinya bukan perkara gampang untuk mendapatkan air di tempat ini untuk bisa merawat sebuah taman yang asri.
Tampak muka Masjid Kajiwatu Karanglewas Banyumas yang terkesan sederhana dengan sebuah bedug di serambinya, serta cat yang tembok mulai muram. Abdullah Isa adalah penduduk asli Karanglewas, Banyumas. Nama kecilnya adalah Darsan, lahir pada 1850-an dan wafat pada 1955. Nama Abdullah Isa digunakannya sepulang dari melakukan ibadah haji.
Ruang utama Masjid Kajiwatu dengan pilar-pilar beton kotak yang tampaknya bukan lagi merupakan bagian dari bangunan yang asli. Bagi orang yang tak menghargai sejarah atau peninggalan masa lalu, keaslian sebuah bangunan atau bagian bangunan tidak akan menjadi pertimbangan ketika hendak melakukan renovasi parsial atau total.
Kecenderungan orang berbeda-beda, sebagian bergantung pada kebiasaan masa kecil dan pergaulannya, termasuk pergaulan dengan buku dan media lainnya. Ada yang hanya memikirkan dan berbuat untuk hari ini, ada yang sering bermimpi tentang masa depan, dan ada pula yang hidup di masa lalu. Keseimbangan diantara ketiganya mungkin lebih baik.
Saat itu ada seorang jamaah tampak berada di serambi Masjid Kajiwatu Karanglewas Banyumas hendak masuk ke dalam ruang utamanya, meski belum masuk waktu salat. Dinding pemisah serambi dengan ruang utama itu selain ada lubang lengkung di bagian atas juga ada tatanan bata berlubang di bawahnya, yang berguna bagi sirkulasi udara di dalam ruangan masjid.
Keturunan Abdullah Isa yang saya temui pada sore itu masih berusia muda, dan terkesan tak begitu menyukai publisitas bagi masjidnya. Ia juga menolak ketika Masjid Kajiwatu akan dijadikan Cagar Budaya, oleh karena dengan status itu ia akan sulit melakukan perubahan pada masjid. Sebuah pikiran yang agak aneh.
Masjid Kajiwatu awalnya dibuat oleh Ki Abdullah Isa dari sebuah batu berukuran sangat besar yang dengan telaten dipecah olehnya menjadi batu-batu yang lebih kecil untuk dijadikan lantai, tiang, dan dinding masjid. Sebagian dari pecahan batu itu juga digunakan untuk membangun rumahnya yang berada tak jauh dari lokasi masjid.
Penampakan beberapa kubur yang lokasinya ada di dalam cungkup di bagian belakang atas Masjid Kajiwatu sempat saya potret, yang salah satunya kabarnya merupakan kubur Ki Abdullah Isa, pendiri masjid, namun tak jelas kubur yang mana karena saya tak memperhatikan apakah ada nama pada nisan-nisannya.
Sudah agak sulit untuk menemukan bagian Masjid Kajiwatu yang masih asli karena sebagian sudah disemen dan dicat. Tampaknya hanya sebagian dinding bagian bawah bangunan masjid yang masih terjaga. Catatan saya menyebut bahwa bangunan asli masjid berdiri pada 1 Januari 1834, dan pada 6 Desember 1877 bangunan masjid direhab untuk pertama kalinya.
Keengganan keturunan Ki Abdullah Isa untuk menyetujui keinginan pemerintah yang hendak menetapkan masjid ini sebagai cagar budaya bisa menjadi petunjuk bahwa orang itu sama sekali tak menganggap penting untuk menjaga warisan budaya dalam bentuk keaslian masjid. Semoga saja pendapatnya itu telah berubah.
Untuk berkunjung ke Masjid Kajiwatu arahkan kendaraan dari Purwokerto ke arah Ajibarang, melewati Jembatan Kali Logawa dan Jembatan Kali Mengaji. Sekitar 600 meter setelah Jembatan Kali Mengaji ambil jalan ke kiri. Bisa pula naik bis dari terminal Purwokerto, turun di pertigaan 600 meter setelah Jembatan Kali Mengaji, sambung angkutan pedesaan, atau turun di pasar Karang Lewas dan lanjut dengan naik delman.
Masjid Kajiwatu Karanglewas Banyumas
Alamat : Grumbul Kaligebang, Desa Tamansari, Kecamatan Karanglewas, Banyumas. Lokasi GPS : -7.44526, 109.1933, Waze. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Dinding di samping bedug inilah yang tampaknya masih merupakan sebagian dari bangunan batu yang masih tersisa di Masjid Kajiwatu.
Beberapa kubur yang ada di dalam cungkup di bagian belakang atas Masjid Kajiwatu, yang salah satunya merupakan kubur pendiri masjid.
Jika saja tidak ada pilar-pilar beton yang menyangga bagian sisi atap maka Masjid Kajiwatu bisa disebut sebagai Masjid Saka Tunggal, lantaran ada satu tiang saja di pusat bangunan.
Seorang jamaah tampak tengah melangkah keluar dari teras masjid ke teras luar lewat pintu tengah depan.
Tampak muka Masjid Kajiwatu diambil dari halaman depannya yang luas, memperlihatkan teras luar masjid dimana terdapat sebuah bedug di sisi sebelah kanannya.
Undakan di sisi kiri Masjid Kajiwatu yang menjadi salah satu jalan masuk ke masjid. Bawah dinding masjid berwarna hitam tampaknya merupakan bagian masjid yang masih asli dari batu.
Sebuah sumur tampak berada di ujung kanan luar halaman masjid. Kolam yang dulu ada di sisi kanan masjid kini sudah tidak ada lagi.
Diubah: Desember 18, 2024.
Label: Banyumas, Jawa Tengah, Karanglewas, Masjid, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.