Adanya ari-ari atau tembuni bayi di Mayong menjadi semacam bukti bahwa Kartini memang dilahirkan di sana. Menurut tradisi Jawa, setelah bayi lahir maka ari-ari akan dibersihkan, diberi ramuan penghilang aroma tak sedap, dibungkus kafan, dimasukkan dalam kendi dan lalu dikubur samping rumah atau digantung di bawah atap sisi luar. Ari-ari bayi atau plasenta berfungsi sebagai saluran untuk mengirim oksigen dan makanan pada bayi di kandungan, juga untuk membuang sisa pembakaran, menjaga suhu tubuh bayi agar tetap stabil, melindungi dari infeksi, dan memproduksi hormon. Hormon paling penting yang diproduksi plasenta adalah estrogen dan progesteron.
Kompleks Monumen Ari-Ari Maying Jepara dibuat Pemda Jepara pada 1979, dan direnovasi pada 1981 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dibawah Daoed Joesoef. Kuncup teratai yang jumlahnya 21 melambangkan tanggal, 4 lampu, 18 kuncup teratai terbawah, 7 ukiran bawah, 9 kuncup paling atas, semuanya dibaca 21 April 1879, hari kelahiran Kartini.
Pandangan pada cungkup kecil berpilar kayu tanpa dinding di dalam kompleks Monumen Ari-Ari Kartini Mayong Jepara. Di dalam cungkup terdapat kendi gerabah berukuran cukup besar berisi Ari-Ari Kartini yang diletakkan di atas beton berbentuk bunga teratai putih. Gapura masuk berbentuk candi bentar dicat dengan warna hijau pupus.
Pintu pagar tak terkunci, sehingga kami bisa masuk ke dalam area. Ketiadaan gembok bisa menjadi petunjuk bahwa tempat ini aman dari gangguan tangan orang usil, dan tidak ada benda berharga di dalamnya yang harus dijaga. Jika pun ada yang berharga maka itu adalah dari sisi kesejarahan.
Cungkup ini berada sejauh 130 meter dari Jalan Raya Jepara - Kudus, di belakang Kantor Camat Mayong. Melihat kompleksnya yang luas dan adanya lapangan terbuka serta pohon besar berusia tua, tak pelak lagi ini adalah memang tempat tinggal Wedana Mayong sewaktu Kartini lahir.
Pandangan samping pada cungkup Monumen Ari-Ari Kartini Mayong Jepara memperlihatkan kaca penutup berupa kotak yang di dalamnya terdapat landasan beton berbentuk bunga teratai putih yang menjadi tempat diletakannya kendi berisi sisa ari-ari Kartini. Cungkup ini dibangun di atas tanah dimana ari-ari itu sebelumnya ditanam.
Bangunan rumah dimana Kartini dilahirkan telah tidak lagi bersisa. Selain lokasi dimana ari-ari ditanam yang telah dibangun menjadi monumen, yang masih ada tinggal sumur yang ada di bagian samping kanan depan cungkup. Memang tak sedikit bekas rumah wedana yang lenyap atau terlantar, seiring dengan dihapusnya jenjang jabatan itu.
Ini mengingatkan pada rumah yang pernah kami tinggali di Jatinom, Klaten, pada awal tahun 60-an hingga ayah pensiun pada tahun 1967. Beberapa puluh tahun kemudian ketika mempunyai kesempatan untuk napak tilas kenangan masa kecil, rumah itu sudah menjadi rumah hantu yang dibiarkan tanpa penghuni dan tak pula dirawat. Pohon jambu dersono di halaman depan yang buahnya sangat manis pun sudah tidak terlihat lagi.
Empat buah tempat lilin yang dipasang bohlam putih terlihat mengelilingi bokor yang menyangga kendi dimana ari-ari disimpan. Bagi orang Jawa jaman dahulu, ari-ari sering dianggap sebagai saudara tua dari si bayi, yang harus dirawat dengan baik agar sang adik tumbuh sehat dan tak rewel.
Lain tempat lain adat dalam memperlakukan ari-ari. Orang Jawa mengubur ari-ari di halaman dan diterangi lampu 40 hari atau sampai puput pusar. Orang Bone jaman dulu mengubur ari-ari di bawah pohon kelapa, agar kelak si jabang bayi dianugerahi martabat tinggi dan bermanfaat bagi sesama. Ada pula yang menyimpannya di pinggang sebagai jimat.
Di bagian depan Monumen Ari-Ari Kartini Mayong Jepara ada sumur tua dan gentong air berlandas bata telanjang. Sumur itu merupakan peninggalan tersisa dari rumah Kawedanan Mayong asli yang telah dibawa ke Jepara. Airnya yang tak pernah kering, meski dalamnya sumur hanya 10 m, disedot dengan pompa listrik lewat pipa paralon.
Diangkatnya sang bapak menjadi bupati membuat Kartini mesti menerima keberadaan seorang ibu tiri. Itu lantaran Belanda mensyaratkan seorang Bupati harus beristeri keturunan bangsawan, sedangkan ibunda Kartini yang bernama Mas Ayu Ngasirah hanyalah putri guru agama di Telukawur, Jepara, yaitu Kyai Haji Madirono dan Nyai Haji Siti Aminah.
Monumen Ari-Ari Kartini Mayong Jepara
Alamat : Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Lokasi GPS : -6.75034,110.76237, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka sembarang waktu. Harga tiket masuk : gratis. Hotel di Jepara, Tempat Wisata di Jepara, Peta Wisata Jepara.Diubah: September 06, 2019.Label: Jawa Tengah, Jepara, Kartini, Monumen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.