Wedang Uwuh dihidangkan dengan menuangkan air mendidih ke gelas besar yang diisi daun cengkeh, kayu manis, daun pala, daun pohon kayu putih, kayu secang dan jahe bakar. Gula batu disediakan sebagai pemanis. Disruput selagi panas membuat tubuh terasa segar, bagi yang suka. Buat saya rasanya agak aneh meski saya minum juga.
Perjalanan ke Gua Cerme Bantul mengarah ke selatan sejauh 9,3 km dari Makam Seniman Budayawan Giri Sapto sampai bertemu Jl Imogiri Timur, dan langsung belok ke kanan setelah melewati Jembatan Ciluk. Jalanan lalu mendaki, dan kami berhenti tepat sebelum tanjakan berbatu dimana ada sekelompok pemuda yang bertindak sebagai juru parkir.
Pemandangan pada pos pembayaran tiket masuk ke Gua Cerme Bantul, setelah sebelumnya melewati jalan lumayan lebar dari tanah yang diperkeras. Tiket masuk per orang Rp.2.000, asuransi Rp. 250. Di sebelah kanan ada pendopo terbuka lumayan besar, sementara di sebelah kiri adalah tebing tinggi curam dengan pemandangan elok.
Masuk ke dalam gua ada tambahan tiket Rp. 30.000. Namun saat pemandu jalan datang dan menjelaskan bahwa pengunjung harus menyusur sungai bawah tanah dengan kedalaman 1 - 1,5 m sejauh 1,5 km dalam kegelapan dengan penerang lampu senter, saya menjadi ragu, dan akhirnya memutuskan untuk melihat Gua Cerme Bantul dari sekitar bibirnya saja.
Itu lantaran dibutuhkan hampir dua jam untuk sampai di ujung gua yang masuk dalam wilayah Panggang, Desa Ploso, Giritirto, Gunungkidul. Tampaknya pejalan memang harus meluangkan waktu khusus untuk bisa menikmati keindahan stalagmit dan stalaktit Gua Cerme yang memang indah itu, jika melihat foto para pejalan yang pernah memasukinya.
Keindahan pemandangan yang menakjubkan ini membuat saya kembali melangkah ke tepian tebing untuk melihatnya sekali lagi. Ini adalah pemandangan yang tak boleh dilewatkan ketika berkunjung ke Gua Cerme, selain pengalaman unik dengan menyusur sungai bawah tanah seraya menikmati keindahan stalaktit stalagmit di lorong gua yang panjang ini.
Gua Cerme Bantul disebut-sebut memiliki banyak ruangan, seperti panggung pertemuan, air penguripan, air suci, air zam zam, batu gilang, mustoko, pelungguhan atau paseban, gedung sekakap, grojogan sewu, kahyangan, gamelan, lumbung padi, kraton, panggung, goa lawa, watu kaji, dan watu gantung, dengan ragam stalagmit dan stalaktit.
Sebagian lintasan jalan yang kami lewati saat menuju ke mulut Gua Cerme Bantul. Agak jauh di sebelah kiri atas jembatan ini, di dekat pohon yang berdampingan terdapat patung Pangeran Diponegoro pada posisi di atas punggung kuda yang kedua kaki depannya terangkat. Konon Pangeran Diponegoro pernah bertapa di Gua Cerme Bantul ini.
Alkisah pada 1810 Pangeran Diponegoro menikah dengan Raden Ayu Citrowati, puteri Raden Tumenggung Ronggo Prawirosentiko, Bupati Madiun. Namun setelah melahirkan seorang anak laki-laki, RA Citrowati meninggal dalam kerusuhan di Madiun, dan bayinya dibawa Ki Tembi ke Gua Cerme Bantul dimana Pangeran Diponegoro tengah bersemedi.
Karena situasinya sulit, Ki Tembi diminta oleh Pangeran Diponegoro untuk mengasuh bayi yang diberi nama samaran Raden Mas Singlon (R.M Sodewo, Ki Sodewo, Pangeran Alip, atau Demang Notodirjo). Raden Mas Singlon yang anti Belanda wafat dalam peperangan sekitar tahun 1860, setelah dijebak oleh Ki Wrekso Sosrobahu, saudara seperguruannya sendiri.
Pemandangan pada langit-langit Gua Cerme Bantul serta lorong sungai di bawahnya ini diambil dalam pencahayaan yang sangat rendah dan berkabut, tanpa memakai tripod karena lupa membawa. Beruntung ada pagar pembatas untuk menopang kamera, sehingga dengan kecepatan shutter rendah dan fokus manual, masih bisa diperoleh foto lumayan baik.
Mulut Gua Cerme Bantul ini agak rendah sehingga kepala perlu merunduk untuk memasukinya. Di belakang mulut gua terdapat serambi alam lumayan luas, dimana saat itu ada beberapa orang tengah duduk dalam posisi hampir melingkar. Sebagian lag tiduran. Mereka adalah orang yang tengah bertirakat di Gua Cerme, dan di beberapa gua kecil di sekitarnya seperti Gua Dalang, Gua Ledek, Gua Badut, dan Gua Kaum.
Ada kepercayaan bahwa Gua Cerme Bantul sering digunakan Wali Songo untuk bertemu, termasuk membahas pendirian Masjid Agung Demak. Lepas dari itu semua, gua ini menawarkan pengalaman unik dengan menyusur sungai bawah tanah seraya menikmati keindahan stalaktit stalagmit. Hanya saja orang harus meluangkan waktu yang cukup di sini.
Gua Cerme Bantul Jogja
Alamat : Dusun Srunggo, Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Lokasi GPS : -7.97877, 110.37829, Waze (parkir bawah). Harga tiket masuk : Rp. 2.000. Roda dua Rp.500, roda empat Rp. 1.000, roda enam Rp. 2.000. Pemandu gua: Rp.30.000. Rombongan: Rp.20.000 per orang. Senter Rp.5.000. Rujukan : Tempat Wisata di Bantul, Peta Wisata Bantul, Hotel di Yogyakarta.Diubah: Mei 08, 2018.Label: Bantul, Gua, Wisata, Yogyakarta
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.