Kaki sebenarnya sudah letih naik turun undakan, sehingga saya sempat ragu untuk mampir ketika melihat gapura masuk dengan puluhan undakan di kaki bukit. Bertanya kepada beberapa orang yang tengah nongkrong di area parkir juga tidak membantu untuk mendapat gambaran tentang Makam Seniman Budayawan Giri Sapto ini.
Tidak terlihat ada loket penjualan karcis masuk. Tidak pula terlihat ada penjaga, tidak juga ada pemandu wisata di tempat ini. Melihat lingkungan sekitar, tampaknya kompleks makam ini agak jarang dikunjungi pejalan. Sudah kepalang tanggung sudah berada di sana, akhirnya kaki melangkah juga menuju ke undakan yang ada di kaki bukit.
Tengara Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul yang berada di pojok kanan area parkir. Makam Seniman Budayawan Giri Sapto ini digagas oleh seniman Sapto Hoedojo, yang makamnya semula saya kira berada di puncak perbukitan. Namun ternyata makam Sapto Hoedojo justru berada di area yang terbilang rendah di sayap kanan perbukitan, di bawah sebuah cungkup berbentuk pendopo lebar yang disebut Bangsal Asih. Cungkup itu terlihat di latar belakang atas sana.
Belakangan saya lihat undakan dengan kemiringan cukup tajam yang menuju ke puncak perbukitan Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul. Namun saat itu masih merupakan lahan kosong, belum ada seniman yang dikubur di sana. Entah sekarang ini. Karena tenaga sudah terkuras saya pun memutuskan untuk tidak mendaki undakan yang cukup curam dan panjang menuju puncak bukit itu.
Undakan dan gapura lengkung Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul yang lebar inilah yang membuat saya sempat berpikir, apakah akan mendakinya untuk menuju ke atas perbukitan atau tidak. Sukurlah sedikit rasa ingin tahu telah berhasil mengalahkan rasa pegal di kaki. Setelah mendaki beberapa puluh undakan, sampailah saya di sebuah dataran yang tidak begitu lebar di pinggang perbukitan, dimana di sebelah kanan dan kiri undakan terdapat deretan pusara dalam posisi membujur, sejajar dengan bidang dataran yang memanjang.
Berjalan melipir pinggang bukit Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul saya melihat pusara Nunu Sri Wahyuni (26 Juli 1950 - 16 Juni 2007) alumnus Dekorasi STSRI ASRI Yogyakarta 1970. Lalu ada pusara Fadjar Sidik, pelukis Alumnus ASRI Yogyakarta yang wafat 2004. Melangkah ke belakangnya lagi ada dua pusara berdampingan dengan lapis keramik hitam bertuliskan Sudarso dan Hj Aisyah Sudarso pada nisan. Sudarso disebut-sebut sebagai salah satu Bapak seni lukis modern Indonesia, dan master of realism. Sudarso yang lahir 26 Juli 1914 berguru seni lukis kepada Affandi, namun karya-karyanya baru muncul pada masa pendudukan Jepang.
Selain pemandangan alam dan bermacam bunga, obyek lukis Sudarso adalah wanita-wanita muda cantik berkain tradisional Jawa dengan detil tangan dan kaki yang indah. Ada pula lukisan perempuan polos dalam posisi berbaring. Karya lukis foto Sudarso diantaranya adalah lukisan Affandi yang diberinya judul "My Art Teacher Affandi", dan ada pula lukisan Presiden Sukarno, Jenderal Sudirman, serta Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasangan Sudarso - Hj. Asiyah dikaruniai 8 anak, diantaranya Sudargono atau Gono, anak bungsunya yang menjadi maestro pelukis abstrak. Sudarso wafat pada 22 Juni 2006.
Sebuah makam menarik lainnya di Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul dimiliki oleh Molatua Pardosi Siagian, pencipta lagu Indonesia Tanah Yang Kucintai, dengan relief buku musik terbuka di kaki pusaranya. Pada nisannya tertulis namanya, tulisan "Komponis", lalu lahir 29 Mei 1937 dan wafat 20 Maret 1996. Selain produktif mencipta lagu, ia juga menerbitkan Himpunan Lagu-Lagu Indonesia berisi 400 judul, Lagu Untuk Indonesia Yang Kucintai berisi 400 judul untuk anak sekolah, Gema Nusantara berisi 400 judul lagu-lagu daerah dan O Tano Batak berisi 1000 lagu Tapanuli.
Ada sebuah pusara yang agak lusuh di Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul yang menarik perhatian, lantaran tengara bendera merah-putih pada tiang di samping makam. Setelah melangkah lebih dekat, terbaca pada nisan "DR. Liberty Manik (Komponis), Satu Nusa Satu Bangsa, Lahir 21 Nopember 1924, Wafat 16 September 1993". Sejenak rasa melayang mengalunkan lagu lembut yang melantunkan semangat Sumpah Pemuda, dan kepercayaan akan kejayaan negeri ini.
Satu nusa, Satu bangsa, Satu bahasa kita
Tanah air, Pasti jaya, Untuk selama-lamanya
Indonesia pusaka, Indonesia tercinta
Nusa bangsa, Dan Bahasa, Kita bela bersama
Liberty Manik yang lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, juga adalah pengajar musik di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, serta filolog (ahli bahasa) Batak kuno. Ia mendapatkan gelar doktor dengan predikat cum laude dari Universitas Berlin, Jerman, dengan disertasi tentang Musik Arab zaman Abad Pertengahan. Selain "Satu Nusa Satu Bangsa", lagu ciptaan Liberty Manik lainnya yang juga terkenal adalah "Desaku".
Desaku yang kucinta, pujaan hatiku, tempat ayah dan bunda, dan handaitaulan ku
Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai, Selalu kurindukan, Desaku yang permai
Makam milik KRT Sasminta Dipura, maestro seni tari klasik gaya Yogyakarta yang sering dipanggil Rama Sas, bernuansa Hindu berada di sisi kiri Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul, dengan sepasang nisan berbentuk mahkota raja, serta patung Siwa bertangan empat, dengan kaki berpijak pada Nandi.
Pusara menarik lainnya di Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul adalah makam yang juga memiliki tengara Bendera Merah Putih, dan bertuliskan "Kusbini" pada nisannya, sebuah nama yang setiap anak sekolah pasti mengenalnya. Lahir di Mojokerto 10 Januari 1906, Kusbini wafat di Yogyakarta pada 30 Maret 1991, dibaringkan bersebelahan dengan isterinya yang bernama Ngadiyem.
Lagu ciptaannya yang paling terkenal adalah "Bagimu Negeri", yang merupakan lagu wajib semasa perjuangan, dan terus dinyanyikan di banyak kesempatan sampai detik ini. Cobalah rasakan lagi getar semangatnya: Padamu negeri kami berjanji, Padamu negeri kami berbakti, Padamu negeri kami mengabdi, Bagimu negeri jiwa raga kami
Ada lagi prasasti di Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul yang berada di samping pusara sastrawan Kirdjomuljo, bertuliskan salah satu karya puisinya. Sastrawan Kirdjomuljo lahir pada 1 Januari 1930 dan wafat 19 Januari 2000. Ia banyak menulis karya sastra, mulai dari puisi, lakon, film serta novel.
Puisi Rumah Bambu
Disini aku temukan kau, Disini aku temukan daku
Disini aku temukan kau, Tiada lagi ku sendiri
Pandanglah daku, Pandanglah daku
Aku bicara dengan jiwaku, Sampaikan hasratku padamu
Disini aku temukan kau, Tiada lagi kusendiri
Kirdjomuljo
Juga Pusada ara H. Widayat, pelukis kondang kelahiran Kutoarjo 9 Maret 1919, di Makam Seniman Budayawan Giri Sapto Bantul, bersebelahan dengan makam isteri pertamanya Ny Hj Suwarni Widayat, serta isteri keduanya Ny. Hj Sumini Widayat. H. Widayat wafat dalam usia 83 tahun pada 22 Juni 2002. Di belakangnya ada makam Drs. Saptoto, pelukis pematung, mantan Ketua STSRI ASRI, ekan FSRDISI, Yogyakarta.
Makam Seniman Budayawan Giri Sapto ternyata tidak sekadar sebuah upaya latah untuk meniru kompleks makam para raja Mataram, namun memang sudah selayaknya masyarakat memberi penghargaan bagi para seniman dan budayawan yang karya-karya mereka telah memperkaya kehidupan, sejak sedari kita masih kecil.
Makam Seniman Budayawan Giri Sapto
Alamat: Bukit Gajah, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Lokasi GPS : -7.92004, 110.39206, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Bantul, Peta Wisata Bantul, Hotel di Yogyakarta.Diubah: Mei 08, 2018.Label: Bantul, Makam, Wisata, Yogyakarta
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.