Pengemudi mobil pun saya minta untuk menghentikan kendaran dan menepi di pinggiran jalan terdekat ke lokasi. Kami pun turun dari kendaraan dan berjalan kaki menyeberang jalan lalu untuk masuk ke area Tugu Perang Dunia II Manado melalui sebuah pagar yang setengah tertutup dan tergenang air sisa hujan beberapa waktu sebelumnya.
Tugu Perang Dunia II Manado bisa dikatakan berada dalam satu kompleks yang cukup luas dimana terdapat pula bangunan Gereja Sentrum Manado, yaitu Gereja Masehi Injil di Minahasa. Jika menggunakan kendaraan sendiri dan melihat sesuatu yang menarik, baiknya memang jangan ditunda. Berhenti saja, dan datangi, karena besar kemungkinan akan terlupa dan baru ingat setelah terlambat.
Pemandangan pada Tugu Perang Dunia II yang berada tepat di sebelah gedung Gereja Sentrum Manado. Tugu yang menjulang tinggi itu tampak agak kurang terurus dengan dinding yang mulai kusam dan undak-undakan yang menua, barangkali setua ingatan orang tentang drama kehidupan yang berlangsung selama Perang Dunia II.
Sebuah spanduk yang terpasang di tiang tugu pada hemat saya tidak semestinya berada di sana, karena selain tidak menghargai makna Tugu Perang Dunia II ini, juga merusak pemandangan bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke sana. Namun dengan kondisi seperti itu, dan lingkungan yang saat itu masih kurang mendukung, saya tak yakin ada banyak wisatawan yang mampir ke sana.
Secara umum, wisata sejarah dan peninggalan masa lalu lebih sedikit peminatnya dibandingkan dengan wisata alam, dan lebih kalah jauh lagi jika disandingkan dengan wisata modern, apalagi jika penataan dan fasilitasnya dibuat seadanya dan sama sekali tidak menarik bahkan buat pecinta sejarah sekali pun.
Pandangan pada puncak Tugu Perang Dunia II ketika sebuah pesawat sedang melintas di angkasa jauh di atasnya. Membayangkan jika saja saat itu perang dunia masih berlangsung, maka melihat pesawat terbang di angkasa mungkin yang terpikir adalah akan terjadi pengeboman, apalagi jika ada beberapa pesawat melintas sekaligus.
Penggunaan senjata pembunuh modern di udara, laut dan darat membuat jumlah korban mati pada Perang Dunia II sungguh sangat luar biasa. Wikipedia menyebut bahwa total jumlah korban selama Perang Dunia II mencapai 62.537.400 orang, terbanyak ada Uni Soviet (23 juta), China (10 juta), Jerman (7,5 juta), Polandia (5,6 juta), dan Indonesia (4 juta).
Saat itu cukup banyak anak-anak menggunakan area di sekitar Tugu Perang Dunia II Manado sebagai tempat bermain. Ada yang bersepeda, bermain bola, atau sekadar bercanda bertukar cerita. Tugu ini tampaknya merupakan tempat yang populer bagi anak-anak. Mereka sepertinya telah terbiasa berpose di depan kamera, sehingga tanpa diberi pengarahan apa pun mereka bergaya dengan hebohnya, tanpa rasa sungkan sama sekali.
Tugu Perang Dunia II Manado Sulawesi Utara, dengan Gereja Sentrum Manado di sebelahnya, bisa menjadi pengingat kekejaman sebuah perang, baik perang lokal antar suku, apalagi perang dunia yang mengerahkan seluruh mesin pembunuh massal paling modern pada masanya dengan korban yang jauh lebih dahsyat. Namun orang selalu mengulang kesalahan, dan karenanya perang akan selalu terjadi, cepat atau lambat.
Di tempat dimana Gereja Sentrum berada, sebelumnya berdiri gereja tertua di Kota Manado yang bernama Gereja Besar Manado. Gereja itu hancur terkena bom pada saat Perang Dunia II berlangsung. Tugu Perang Dunia II ini dibangun di sebelah kiri bangunan Gereja Besar Manado yang sudah hancur, sebagai tengara terjadinya peristiwa pemboman itu. Gedung Gereja Sentrum Manado dibangun pada tahun 1952 di atas reruntuhan bangunan Gereja Besar Manado yang bersejarah.
Di lingkungan dimana terdapat bangunan atau tempat bersejarah yang tidak terawat bisa merupakan indikasi inkompetensi, ketidakpedulian, atau ketidakberdayaan lembaga terkait dalam menjaga dan merawat bangunan itu.
Semoga saja dinas dan pihak terkait segera bertindak untuk memperbaiki kondisi Tugu Perang Dunia II ini, mempercantik area di sekitarnya, serta membuat prasasti berisikan sejarah berkaitan dengan dibangunnya Tugu Perang Dunia II ini, agar memberi kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagaimana pun, sempatkan waktu untuk berkunjung ke Tugu Perang Dunia II jika anda sedang berada di Kota Manado. Semoga saja masih ada tugunya.
Tugu Perang Dunia II Manado
Alamat: Jl. Sarapung No. 1, Kelurahan Lawangirung, Kecamatan Wenang, Manado. Lokasi GPS : 1.4898877, 124.840782, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Manado, Hotel di Manado, Peta Wisata Manado.Sebuah pesata berbadan besar tampak melintas ketika saya memotret bagian atas tugu, dengan tanda salib di puncaknya, dan langit Manado sedang cukup baik waktu itu.
Tanda yang terpasang pada badan Tugu Perang Dunia II itu menyebut tempat ini sebagai objek wisata. Meski tengaranya masih terlihat bagus, hanya saja sangat kontras dengan tugunya sendiri yang kondisinya waktu itu sebenarnya tak layak kunjung.
Seorang anak laki-laki sedang menggenjot sepeda kecilnya tampak melintas di halaman depan Tugu Perang Dunia II. Anak-anaklah yang tampaknya menjadi pengunjung setia tugu ini, karena halamannya yang relatif luas, cukup mulus, dan pepohonan yang cukup rindang ada di sana.
Seorang pria, entah siapa, tampak sedang berjongkok di lantai dua sebuah bangunan di sisi kanan tugu, yang atapnya sudah tidak ada lagi dan sebagian dindingnya telah dibongkar.
Pandangan lainnya pada puncak tugu dengan pelepah daun nipah atau palem tampak di sebelah kanan yang memberi keteduhan di area ini.
Spanduk yang tak sepantasnya menempel di badan bawah tugu. Namun ketika orang melihat sebuah bangunan terlantar, maka ada kecenderungan ia bisa melakukan apa saja pada bangunan itu dan lingkungan di sekitarnya, termasuk mengoret-oretnya, atau bahkan ikut menyumbang membuat kerusakan yang lebih parah.
Setiap anak ini sepertinya punya kesempatan untuk menjadi artis sinetron, setidaknya mereka terlihat sama sekali tidak canggung untuk bergaya di depan kamera, tanpa perlu dikomando.
Masih anak-anak sudah berani mencium pipi gadis kecil, tanpa merasa canggung atau pun malu, semoga saja keberanian itu tersalur ke hal produktif yang bermanfaat. Foto ini diambil sekitar tahun 2010, jadi mestinya saat ini mereka semua sudah menjadi gadis dan pemuda belasan tahun.
Sementara anak-anak yang lain masih asik-asiknya bergaya di depan kamera, satu anak lagi dengan gaya preman terlihat melangkah mendekati kerumunan anak itu.
Belum puas sekali mencium pipi si gadis kecil, si anak itu mengulanginya lagi sementara anak lain terlihat tak peduli dan terus asik bergaya. Tubuh anak laki-laki itu memang tampaknya yang paling besar diantara anak lainnya.
Belum puas bergaya di depan kamera saya, anak-anak itu lanjut beraksi di depan kamera Lita. Semoga saja diantara mereka ada yang menjadi aktor dan aktris, atau mungkin fotografer handal, entah sebagai hobi atau pun menjadi profesi.
Seorang anak sedang bermain bola yang melayang di atas kepalanya, dan seorang lagi masih asik menggenjot sepedanya.
Membayangkan ketika masih baru, Tugu Perang Dunia II ini mestinya terlihat cantik dan anggun. Apalagi lingkungan sekitar ketika peresmian dilakukan mestinya dalam kondisi yang masih bagus.
Puncak tugu dan puncak gereja yang ada di sebelahnya.
Bermain dengan bola ala kadarnya di lapangan aspal. Entah apakah anak-anak itu masih bermain bola ketika sudah di SMA atau mungkin sudah ada yang kuliah sekarang ini.
Lihat bagaimana hebohnya mereka bergaya, sampai-sampai kecepatan kamera tak sanggup menangkap gerakannya.
Tanpa sungkan anak ini minta dipotret, dan bergaya preman pula. Semoga saja ia tidak menjadi preman jalanan betulan, namun memanfaatkan keberaniannya di hal yang positif, menjadi petinju atau atlet di cabang yang memacu adrenalin lainnya, atau jadi pebisnis yang ulet.
Bergaya dengan setelan jari sesukanya.
Diubah: Desember 15, 2024.
Label: Manado, Monumen, Sulawesi Utara, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.