Istilah Haji Khusus dahulu dikenal dengan nama ONH Plus, yaitu perjalanan ibadah haji dan umroh yang dikelola biro jasa perjalanan swasta yang telah mendapatkan ijin resmi dari Kemenag RI. Keuntungan menggunakan jasa seperti ini adalah terutama waktu tunggu yang jauh lebih pendek dibandingkan antrian haji reguler, yang di beberapa daerah bisa mencapai puluhan tahun.
Kelebihan lainnya adalah hotel atau tempat menginap, jika di Mekah umumnya sangat dekat dengan Masjidil Haram, dan hotel di Madinah sangat dekat dengan Masjid Nabawi. Ini tentu sangat menguntungkan untuk menjaga stamina selama melaksanakan ibadah haji dan umroh, serta saat berziarah di makam Nabi dan shalat arbain di Masjid Nabawi.
Acara pembekalan buat para peserta perjalanan haji 2019 di ruangan lantai 27, lantai tertinggi di Hotel Grand Mercure Kemayoran. Mereka ada yang berasal dari Medan, Bangka Belitung, Jakarta, Surabaya, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Peserta paling banyak berasal dari Kalimantan.
Jarak yang dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi membuat jamaah bisa menghemat tenaga dan waktu ketika hendak makmum shalat lima waktu dan shalat sunnah lainnya. Jamaah juga lebih jarang terpapar terik panas matahari Mekah dan Madinah di suhu yang jauh lebih tinggi dibanding suhu udara di tanah air, di kisaran 39 hingga 46 derajat Celcius.
Visa haji diurus oleh personel Noorhana Pertiwi setelah kami setor paspor dan pasfoto. Lantaran informasi yang terlambat diperoleh, kami sempat membeli tasbih digital, botol semprot, tas gembol, padahal semua telah disediakan oleh Noorhana. Kami juga membeli satu stel kain ihram, yang mestinya tak perlu. Cukup satu saja yang disediakan Noorhana.
Lantaran sudah jarang berolahraga dan sangat jarang pula terkena sinar matahari langsung, saya mulai rajin jalan kaki menjelang siang beberapa minggu sebelum tanggal keberangkatan, dan membeli Mi Band untuk mengukur jarak tempuh serta jumlah kalori yang dibakar.
Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah dari Depag dan dari Noorhana adalah sebagian dari buku panduan yang kami terima. Cukup membantu, terutama saat terpisah dari Ustadz. Namun saya lebih banyak membuka aplikasi Doa dan Zikir Manasik Haji yang dibuat oleh KUA Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Maluku Tenggara.
Hanya jalan kaki yang bisa saya lakukan untuk sedikit memperbaiki stamina, oleh sebab beberapa bulan sebelumnya dokter memberi vonis, yang dikonfirmasi dengan Echocardiogram, bahwa di jantung ada kebocoran di dua tempat. Satu menuju ke aorta yang bocornya lumayan besar, dan satu lagi yang masih kecil menuju ke paru-paru. Ternyata itulah yang menjadi penyebab mengapa sering cepat lelah.
Begitu pun dokter memperbolehkan saya untuk berangkat, yang resikonya memang lebih kecil jika menggunakan jasa penyelenggara haji khusus. Lagipula untuk Thawaf dan Sa'i ada pilihan naik kursi roda yang didorong orang atau naik skuter yang dikendarai sendiri atau duduk dikendarai orang.
Perlengkapan haji yang disediakan Noorhana adalah koper besar dan koper kecil yang keduanya masuk bagasi waktu berangkat, tas paspor, tas sandal untuk ke masjid, botol semprot, buku panduan, baju batik Noorhana, baju batik Nasional, baju koko (wanita mendapat kerudung), tasbih digital, payung, sajadah, kantung kerikil untuk lempar Jumroh, syal dan sweater untuk lempar jumrah dinihari, kain ihram dan sabuknya.
Ada pula receiver dan ear phone untuk mendengar bimbingan ustadz selama umrah dan haji yang dikembalikan saat kami pulang. Alat ini sangat membantu jika pada saat Thawaf dan Sa'i kami berada agak jauh dari ustadz pembimbing.
Dua hari sebelum keberangkatan, tepatnya pada 18 Juli 2019, mulai pagi kami berkumpul di Grand Mercure Kemayoran dan menginap selama 2 malam di sana. Kami diberi materi bimbingan bacaan dan penjelasan teknis selama pelaksanaan ibadah umroh dan haji. Semua perlengkapan kami terima di hotel, hanya kartu ID yang dibagikan di bandara oleh karena belum selesai cetak.
Di hotel itulah pertama kalinya kami melafalkan bacaan Talbiyah "Labbaik Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda, wanni'mata, laka wal mulk, la syarika lak", yang artinya kurang lebih "Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu, tak ada sekutu bagi-Mu".
Syair Talbiyah adalah bacaan yang hukumnya sunnah, terutama dianjurkan sewaktu mengenakan pakaian ihram, meskipun orang sudah melafalkannya ketika masih di kota keberangkatan untuk membiasakan. Jika dibaca dengan langgam nyanyian, akan lebih sedap didengar dan masuk ke dalam rasa.
Di kamar Hotel Grand Mercure Jakarta itu, kami bongkar lagi barang bawaan baik di koper besar maupun koper kecil. Memilih ulang mana yang benar-benar perlu dibawa, dan memisahkan yang tak perlu untuk dibawa pulang oleh keluarga yang datang ke hotel. Kain ihram saya masukkan ke dalam tas paspor yang lumayan besar, karena kedua koper dimasukkan ke dalam bagasi pesawat.
Singkat cerita, kami terbang ke Singapura, pindah ke pesawat Scoot yang merupakan rebranding dari Tiger Airlines dibawah manajemen SQ. Scoot adalah budget airlines, yang penumpangnya tak mendapat apa-apa, dan bahkan untuk bisa charge hape pun harus bayar. Namun Noorhana membayar untuk makan dan minum kami selama terbang dari Singapura ke Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz Jeddah.
Suasana ramai di pelataran di depan King Abdul Aziz Gate yang bentuk gerbang segi empatnya tampak di latar belakang. Foto ini diambil beberapa saat setelah kami selesai melakukan Thawaf, Sa'i, shalat Subuh, dan cukur botak untuk ibadah Umroh. Saat Thawa dan Sa’i tak terpikir sama sekali untuk mengambil foto, karena konsentrasi untuk melakukan ritual ibadah.
Di atas pesawat Scoot itu penumpang ada pilihan untuk pindah ke kursi kelas bisnis atau kursi ekonomi baris terdepan dengan ruang kaki lebih lega, dengan membayar tentunya. Saat berangkat tak ada yang pindah kursi, namun saat pulang ke Jakarta semua kursi upgrade itu terisi penuh.
Karena datang sekitar 20 hari sebelum waktu ibadah haji di Arafah, kami melakukan Haji Tamattu', yaitu umrah dulu baru kemudian haji, dengan membayar denda karena melepas ihram setelah umrah. Terlalu repot jika harus memakai ihram setiap saat sampai waktu haji tiba.
Beberapa saat sebelum mendarat, jamaah pria mengganti pakaian dengan kain ihram, yang dilakukan di depan kursi atau di gang pesawat, dan lalu membaca niat untuk umroh. Setelah pesawat mendarat dan berhenti, kami turun dari pesawat dan naik bus ke terminal khusus haji, antri dan melewati pemeriksaan imigrasi, lalu berjalan menuju bus. Koper kami diurus oleh Noorhana.
Bus yang kami tumpangi ada colokan charger di setiap kursi. Ada pula toilet bersih dengan air cukup yang lokasinya berada di samping pintu tengah bus. Kami langsung menuju ke Hotel Pullman Zamzam di Clock Tower dengan jam besar di puncaknya sebagai landmark dan penanda arah di Kota Mekah dan petunjuk dimana Masjidil Haram berada. Lokasi hotel ini tepat berada di depan King Abdul Aziz Gate, gerbang utama Masjidil Haram, dengan lobi hotel di P11.
Setelah pembagian kamar, yang agak sedikit kacau karena ada dua daftar berbeda, kami pun masuk ke kamar untuk beristirahat sebentar. Saat itu sekitar jam 10 malam waktu Mekah atau jam 2 dinihari waktu Jakarta. Kamar saya diisi empat orang, berada di lantai 22, bersama dengan Fian Ibrahim (bos Noorhana), dokter, dan dua ustadz. di Madinah kami pisah kamar.
Dinihari sekitar jam 1 kami berkumpul di lobi dan berangkat bersama-sama untuk ibadah umroh. Setelah sempat ragu-ragu apakah hendak memakai kursi roda atau tidak, saya bulatkan tekad ikut rombongan berjalan kaki memutari Ka'bah untuk Thawaf, dan kemudian shalat sunnat dan berdoa seraya menghadap Maqam Ibrahim yang berada di dekat salah satu sisi Ka'bah.
Itulah pertama kali saya melihat Ka'bah secara langsung dengan mata kepala sendiri, dan dalam jarak yang begitu dekat. Namun kami tidak berusaha mendekati Hijir Ismail oleh karena butuh fisik kuat dan protektor handal untuk menyentuhnya. Bisa Thawaf dengan selamat saja sudah beryukur, meski sempat keteter rombongan dan baru bertemu lagi dengan mereka saat shalat sunnat.
Setelah itu kami melakukan Sa'i, 7 kali bolak-balik berjalan dari Shafa ke Marwah dan berlari kecil di area yang ditandai dengan lampu hijau. Adalah prosesi Sa'i yang lumayan berat, dan telapak kaki terasa memar karena menginjak batuan keras menjelang dan di bukit Shafa, yang baru terasa sakitnya beberapa jam setelah itu. Selesai Sa'i, sejumput rambut dipotong saat Tahallul.
Saya sempat memotret pemandangan dari musholla di P9 Clock Tower yang disediakan khusus untuk para tamu hotel dan para karyawannya. Ada beberapa hotel lain di Clock Tower selain Hotel Pullman Zamzam. P9 di Clock Tower belum cukup tinggi untuk bisa melihat Ka'bah oleh karena tertutup King Abdul Aziz Gate.
Suasana di pelataran di depan King Abdul Aziz Gate yang bentuk gerbang segi empatnya tampak di latar belakang. Foto ini diambil beberapa saat setelah kami selesai melakukan Thawaf, Sa'i, shalat Subuh, dan cukur botak untuk ibadah Umroh. Saat Thawa dan Sa’i tak terpikir sama sekali untuk mengambil foto, karena konsentrasi untuk melakukan ritual ibadah.
Selesai Sa'i pas waktunya masuk Shalat Subuh, dan kami shalat makmum di lorong Sa'i yang prosesi ibadahnya praktis berhenti saat setiap shalat wajib dimulai. Selesai shalat saya cukur botak di barber shop di sebelah hotel, dengan membayar 20 Real. Lepas urusan botak, tanpa melepas ihram, kami langsung menuju ke restoran hotel Pullman Zamzam yang dibuka jam 6 pagi tepat. Ragam makanannya sangat lengkap dan selera masakannya pun baik. Selesai sarapan barulah kembali ke kamar, melepas ihram, berganti baju biasa dan merbahkan badan untuk istirahat.
Dzuhur kami shalat di Masjidil Haram, dan saat pulang ke hotel sempat lewat jembatan di dalam masjid dengan pemandangan lorong Sa'i yang kami lalui beberapa jam sebelumnya. Masih belum ramai saat itu, karena baru sedikit jamaah haji yang tiba di Mekah. Makan siang prasmanan disediakan di food court P3, yang tinggal makan saja sepuasnya, dengan ragam makanan khas Indonesia. Tak semewah sarapan di Hotel Pullman Zamzam, namun cukup lah untuk memenuhi selera dan nafsu makan kami.
Shalat Ashar, Maghrib dan Isa di hari itu kami lakukan di Musholla P9 untuk pria dan P10 untuk wanita. Turun dulu dengan lift ke lobby hotel di P11, lalu turun dengan eskalator ke P10, dan turun lagi dengan eskalator ke P9. Ini agar hemat tenaga lantaran sangat kurang istirahat dan perubahan pola tidur karena adanya perbedaan waktu 4 jam. Sound system musholla ini terhubung dengan Masjidil Haram, sehingga kami bisa makmum shalat wajib di sana. Makan malam juga di P3, hanya sesekali membeli jus buah.
Rombongan kami ada dua bus, yang setiap orang telah ditentukan nomor bus-nya saat masih di Jakarta. Masing-masing bus didampingi oleh seorang Ustadz. Kami kebagian Ustad Siraj dan bus satu lagi Ustadz Abdul Gaffar Sadong. Ada pula dokter Sukirman yang membawa obat-obatan dan cairan infus. Sebelum naik bus dari bandara menuju Hotel Pullman Zamzam, paspor diserahkan ke petugas dan baru dikembalikan ketika kami hendak kembali ke tanah air.
Air minum Zamzam gratis disediakan di banyak lokasi, baik di dalam maupun di luar area Masjidil Haram, dan ada pilihan dingin atau tidak dingin. Kami selalu minum air Zamzam yang tidak dingin, agar terhindar flu. Begitupun batuk dan flu tetap saja datang menyapa. Konon, orang yang tak terkena flu adalah onta, namun bahkan onta pun bisa terkena virus flu.
Per orang kami membayar USD9.500 untuk sekamar berempat, ini sekaligus ralat untuk angka di video yang menyebut untuk bertiga. Ada pula pilihan sekamar bertiga, berdua, atau pun seorang diri. Mengapa memilih berempat, oleh karena bertiga dan berempat buat kami sama saja. Sama-sama harus pisah kamar dan sama-sama tidak ada privacy. Kami merasa terlalu mahal untuk memilih sekamar berdua. Selisih harga sekamar bertiga dan berempat pun sudah bisa untuk membayar ongkos Umroh.
Perjalanan Haji Khusus 2019 Bagian 1
Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, Alamat: Jalan Benyamin Suaeb Kav. B6, Kemayoran, Jakarta Pusat, Lokasi GPS: Google Maps, Waze. Hotel Pullman Zamzam Mekah, Abraj Al Bait Complex, King Abdel Aziz Endowment, Ali Hajla Saudi Arabia, Lokasi GPS: Google Maps, Waze.Goody bag yang berisi sebagian perlengkapan perjalanan haji yang disediakan oleh Noorhana Pertiwi. Terlihat pada foto ada syal, tas paspor dan tas pinggang, botol semprot yang sangat berguna untuk menyemprot wajah dengan air Zamzam ketika udara terasa sangat kering. Air Zamzam tersedia gratis di banyak lokasi di sekitar Masjidil Haram.
Pemandangan dari musholla di P9 Clock Tower yang disediakan khusus untuk para tamu hotel dan para karyawannya. Ada beberapa hotel lain di Clock Tower selain Hotel Pullman Zamzam. Lantai P9 di Clock Tower belum cukup tinggi untuk bisa melihat Ka'bah oleh karena tertutup King Abdul Aziz Gate. Ka'bah baru terlihat dari kamar hotel di lantai 20 ke atas.
Di depan gerbang kecil di sebelah kiri dimana banyak orang tengah berikumpul rapat adalah tempat diletakkannya deretan galon air Zamzam gratis yang dilengkapi keran, juga gelas-gelas plastik. Orang juga bisa mengisi botol minumnya seberapa pun banyaknya tanpa membayar sama sekali.
Halaman buku panduan yang berisi kalimay Talbiyah, yang meskipun bukunya telah saya terima jauh hari, baru ketika kami berada di Hotel Grandmercure Jakarta mulai melafalkan dan melantunkannya dengan irama yang enak didengar telinga. Tak perlu menghafal doa-doa yang ada di buku panduan. Tak perlu pula berdoa dalam bahasa Arab ketika Thawaf dan Sa'i, jika bisa lebih terasa khusuk berdoa dalam bahasa sendiri.
Tanah bekas Bandar Udara Kemayoran yang masih tersisa hingga hari itu, dilihat dari lantai 27 Hotel Grand Mercure Kemayoran, dari ruang yang dipakai sebagai tempat pembekalan bagi calon haji yang diselenggarakan oleh Noorhana. Di lokasi itu dulu akan dibangun Menara Jakarta dengan tinggi 558 meter namun batal. Menara Jakarta kemudian diambil alih oleh Agung Sedayu Group, dan mengalami perubahan total dari konsep awal menjadi konsep Super Blok.
Air Traffic Control Bandar Udara Kemayaoran, adalah satu-satunya bangunan bekas Bandara Kemayoran yang masih tersisa. Pembangunan Menara Kemayoran dikhawatirkan akan melenyapkan bangunan Menara Kontrol Bandara Kemayoran yang telah menjadi Cagar Budaya itu. Bangunan Air Traffic Control Bandar Udara Kemayaoran sangat penting untuk dipertahankan sebagai bagian dari sejarah Kota Jakarta.
Pemandangan di dalam bus beberapa saat setelah meninggalkan Hotel Grand Mercure Kemayoran pada pagi tanggal 20 Juli 2019 menuju ke Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng, Banten. Ustadz Siraj, yang berasal dari Sulawesi Selatan namun telah mukim lama di Surabaya, memandu jamaah untuk melantunkan kalimat Talbiyah.
Suasana di pagi hari waktu Mekah, sekitar jam 5 pagi (jam 9 waktu Jakarta), di depan Clock Tower pada arah Masjidil Haram. King Abdul Aziz Gate ada di sebelah kanan pada foto namun hanya terlihat ujungnya. Waktu itu belum banyak jamaah dari Indonesia yang telah tiba di Mekah karena masih 20-an hari lagi untuk mulainya waktu ibadah haji.
Pandangan ke arah gerbang Clock Tower dimana Hotel Pullman Zamzam dan beberapa hotel lainnya berada. Di lantai dasar dan beberapa lantai di atasnya ada pertokoan yang menjual aneka dagangan lokal maupun import, serta ada pula Food Court dengan pilihan makanan yang cukup lengkap. Apotek dan money changer juga ada di sana. Halaman ini dipakai untuk shaf shalat wajib, dan sangat padat ketika semakin dekat ke hari-H haji.
Pandangan pada Clock Tower yang menjadi landmark Kota Mekah, dan petunjuk arah dimana Ka’bah berada karena lokasinya yang berada tepat di depan Masjidil Haram. Tower di sebelah kanan adalah dimana Hotel Pullman Zamzam berada. Selama sekitar 8 malam kami menginap di hotel itu, sebelum pergi ke Madinah.
Bangunan kotak di sebelah kanan adalah tempat dimana salah satu toilet dan tempat wudlu pria berada, dengan turun cukup tinggi memakai eskalator. Toilet dan tempat wudlu untuk wanita berjarak beberapa puluh langkah di sebelah kiri. Toilet seperti ini, baik untuk wanita maupun pria, tersebar di beberapa titik di seputaran Masjidil Haram. Tak ada toilet di dalam Masjidil Haram, meski rumor tentang adanya toilet di dalam masjid sempat saya dengar.
Pemandangan pada lorong dimana para jamaah berjalan dari Marwah menuju ke Safa untuk prosesi ritual ibadah Sa’i. Lorong ini lantainya dilapis keramik mulus rata, hanya ketika mendekati Marwa ada segmen yang tak rata, bagian dari puncak bukit yang masih asli. Bukit Safa sendiri sudah tidak bisa diinjak oleh kaki. Ruangan ini berpendingin dengan dibantu kipas angin di sejumlah titik untuk membuat rata suhu udara.
Pandangan pada jembatan yang melintang di atas lorong Safa-Marwah dan Marwah-Safa di lantai paling bawah, karena ada lagi lorong Safa-Marwah dan arah sebaliknya di lantai atasnya. Ada pula lorong yang khusus diperuntukkan bagi lintasan skuter listrik. Keluar dari jembatan ini ke kanan adalah arah menuju ke Clock Tower dan King Abdul Aziz Gate.
Di setiap pintu masuk ke area Masjidil Haram, yang juga menjadi pintu keluar, selalu ada satu penjaga jika pintunya kecil seperti ini, dan 2 sampai tiga penjaga jika pintunya lebar, untuk memastikan jamaah melepas alas kakinya dan tidak memakai atribut yang dilarang. Penting untuk menghafal pintu-pintu Masjidil Haram ini agar tidak tersesat keluar di pintu yang salah, yang berakibat buruk karena harus jalan dengan jarak yang jauh ke tempat semula.
Lorong yang memperlihatkan arah aliran jamaah ibadah Sa'i yang tengah menuju ke Bukit Marwah. Di ujung lorong ini lantainya mulai naik yang meskipun tidak tinggi namun karena tidak rata membuat telapak kaki sakit yang baru terasa ngilu beberapa jam kemudian. Di Safa orang berhenti untuk berdoa, yang membuat aliran arus orang tersumbat dan bisa sangat berbahaya bagi yang fisiknya lemah karena bisa tergencet, terutama di puncak musim haji.
Lorong yang agak sempit ini diperuntukkan untuk lintasan ibadah Sa’i, khusus bagi orang tua dan yang didorong dengan kursi roda. Bagi yang hendak memakai kursi roda, biro perjalanan haji dan umroh bisa mengatur agar pendorong kursi roda menjemput di halaman hotel, dan setelah Thawaf dan Sa’i selesai mereka mengantarkannya lagi ke tempat semula. Ini sangat menolong bagi jamaah sepuh yang masih bingung dengan arah pulang.
Foto Masjidil Haram ini diambil dari musholla di P9 Clock Tower, yang khusus diperuntukkan bagi jamaah pria. Musholla bagi jamaah wanita ada satu lantai di atasnya, yaitu lantai P10. Banyak tamu hotel, karyawan hotel, dan karyawan toko yang shalat wajib lima waktu di tempat ini, karena bisa makmum mengikuti imam Masjidil Haram oleh sebab speaker musholla terhubung langsung ke speaker masjid.
Di latar depan terlihat ada seekor burung dara hinggap di tembok luar musholla. Burung dara dibiarkan hidup bebas di sekitaran Masjidil Haram karena ada kaitannya dengan Nabi Muhammada saw. Ketika Nabi sedang bersembunyi di Gua Tsur dari kejaraan kaum Quraisy ada dua binatang yang mengelabui para pengejar itu, yaitu laba-laba yang membuat jaring hingga menutupi mulut Gua Tsur dan burung dara yang berdiam di gua. Keduanya meyakinkan para pengejar Nabi bahwa gua itu tidak pernah disinggahi orang.
Suasana di ruangan musholla P9 Clock Tower yang lumayan lega, beberapa saat sebelum masuk shalat Ashar pada tanggal 21 Juli 2019. Saat itu baru sekitar 5 shaf yang terisi. Semakin dekat ke puncak musim haji, semakin penuh ruangan ini, dan jika datang terlambat akan kebagian shaf yang dekat dengan pintu masuk.
Di sebelah kanan adalah rak-rak yang berisi kitab-kitab suci Al Qur'an yang saya tak pernah mengambalinya sehingga tak tahu apakah ada terjemahan bahasa Indonesianya atau tidak. Untuk membaca Al Quran saya memakai aplikasi Android Al-Qur’an Indonesia, oleh karena bisa menandai ayat terakhir yang telah dibaca, dan ketika membuka tinggal klik pada menu "Terakhir Baca". Aplikasi ini juga menggunakan terjemahan standar Depag.
Pandangan lainnya dari Musholla di lantai P9 Clock Tower ke arah Masjidil Haram, dengan Gerbang King Abdul Aziz yang menutupi pandangan ke Ka’bah. Selama di Mekah saya tak pernah naik ke lantai paling atas yang terbuka itu, karena sudah pening membayangkan betapa panasnya di sana. Begitu pun saat shalat Jumat, ada cukup banyak orang yang shalat di sana, oleh karena pintu masuk ke dalam masjid telah ditutup. Thawaf pun ada yang menggunakan lantai puncak itu, baik yang berjalan sendiri maupun yang didorong dengan kursi roda.
Lamat-lamat di latar belakang sana terlihat ada bukit yang lumayan tinggi. Selama di Mekah dan Madinah, tak sekalipun saya melihat ada bukit yang ditumbuhi pohon. Semua bukit dan gunung merupakan bukit dan gunung batu. Sebuah pemandangan yang menakjubkan. Batu adalah kekayaan negeri ini yang jumlahnya luar biasa banyaknya.
Dua orang petugas tampak tengah mendorong peralatan pembersihnya di lantai teratas Masjidil Haram. Entah apa yang membuat orang itu bisa tahan di lantai itu di saat terik-teriknya matahari. Namun konon ketika berada di sana, hawanya tak sepanas yang orang kira. Entahlah.
Kursi-kursi lipat yang disediakan secara gratis di Musholla P9 Clock Tower, untuk mereka yang kesulitan melakukan rukuk atau sujud ketika melaksanakan shalat. Kebanyakan yang memakai kursi itu adalah mereka yang perutnya terlalu gendut, atau ada masalah dengan kakinya. Di luar waktu shalat, musholla ini dikunci dan dijaga oleh petugas.
Diubah: Desember 17, 2024.
Label: Haji, Haji Khusus, Mekah, Umroh
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.