Semua tentu beranggapan bahwa novel karangan Marah Rusli yang berjudul "Siti Nurbaya, Kasih Tak Sampai" itu hanyalah imajinasi pengarangnya semata, meski terinspirasi oleh kejadian nyata sekali pun. Sehingga saya merasa agak heran juga ketika mendengar kabar bahwa ada Makam Siti Nurbaya yang berada di atas Gunung Padang.
Papan penunjuk Makam Siti Nurbaya yang telah tercabut dari tempatnya terlihat tersandar di samping gubug di kaki Gunung Padang. Semoga saat ini sudah ada papan pengganti yang terpasang. Kaki Gunung Padang dicapai selewat Jembatan Siti Nurbaya, belok ke kiri di pertigaan, dan menyusur tepi Batang Arau ke arah barat.
Saat itu kondisi anak-anak tangga menuju puncak Gunung Padang berada dalam keadaan sangat kotor dan tidak terawat, dengan pegangan besi yang telah berkarat dan banyak yang telah rubuh. Jalan menuju Makam Siti Nurbaya di puncak Gunung Padang ini melewati bunker-bunker peninggalan tentara Jepang yang barada di kaki bukit.
Di setiap jarak tertentu ada tempat istirahat dari semen yang kotor dan tidak terawat, membuat saya enggan menggunakannya. Saya bisa bayangkan rapi dan indahnya ketika undakan dan tempat-tempat beristirahat itu baru saja diresmikan. Namun jangankan undakan, istana megah pun akan menjadi menyeramkan jika tidak dirawat.
Di beberapa titik saat pendakian Gunung Padang, saya bisa melihat panorama laut dari sela pepohonan. Pendakiannya cukup melelahkan karena undakan seperti tidak ada habisnya. Beberapa saat sebelum puncak, ada ceruk di sebelah kanan yang saya kira jalan turun alternatif, sehingga saya meneruskan pendakian sampai ke puncak.
Inilah area di puncak Gunung Padang yang kondisi lingkungannya terlihat masih cukup baik dan asri, dinaungi pohon rindang, sangat berbeda dengan akses undakan yang sudah memerlukan perawatan dan perbaikan. Setelah sejenak menenangkan nafas, sayapun berjalan berkeliling untuk mencari dimana letak Makam Siti Nurbaya.
Di pinggiran kanan puncak Gunung Padang teronggok batu sangat besar. Saya berusaha memanjat batuan itu, berharap menemukan Makam Siti Nurbaya di sana. Namun tidak terlihat tanda-tanda sebuah makam. Di sisi depan terlihat bunker peninggalan Jepang, namun entah bagaimana caranya masuk ke sana karena tidak terlihat ada jalan setapak.
Ketika menyeberang ke sisi lain puncak Gunung Padang, tidak juga saya temukan Makam Siti Nurbaya, kecuali pemandangan laut yang agak tertutup pepohonan. Supir yang menemani akhirnya menelepon temannya untuk menanyakan letak makam. Rupanya ceruk sebelum puncak Gunung Padang itulah lintasan yang menuju ke Makam Siti Nurbaya.
Ceruk besar dimana terdapat makam Siti Nurbaya itu ada tulisan larangan memotret makam pada dinding batu, sehingga saya pun tidak memotretnya. Tidak ada yang istimewa pada makam ini. Hanya karena namanyalah yang membuat orang penasaran dan datang berkunjung ke sana. Makam ini diakses dengan menuruni tangga batu cukup curam.
Siti Nurbaya yang sudah tak beribu menjalin cinta dengan Syamsulbahri, namun harus rela dinikahi oleh Datuk Maringgih untuk menutupi hutang ayahnya yang usahanya secara licik dibuat bangkrut oleh Datuk Maringgih. Karena tak tahan dengan watak Maringgih yang kasar, Siti Nurbaya lari ke Batavia dan kembali menjalin cinta dengan Syamsu yang telah lebih dulu merantau untuk melanjutkan pendidikan.
Namun Maringging secara culas menuduh Siti Nurbaya mencuri hartanya, sehingga Siti Nurbaya harus kembali ke Padang untuk menghadapi tuduhan itu. Namun Maringgih yang licik dan kejam malah membunuh Siti Nurbaya dengan cara meracuninya. Kematian Nurbaya membuat semangat hidup Syamsu lenyap.
Syamsu yang gagal bunuh diri dengan pestol, akhirnya bergabung menjadi tentara kompeni. Karena kenekatannya dalam berperang oleh sebab ingin lekas mati menyusul Siti Nurbaya dan ibunya, membuatnya menjadi prajurit yang sangat ditakuti, sampai akhirnya ia dipromosi menjadi letnan.
Ketika Datuk Maringgih memimpin pemberontakan sebagai protes terhadap kenaikan pajak yang diterapkan oleh pemerintah kolonial, Syamsulbahri diutus ke Padang untuk memadamkan pemberontakan. Syamsu pun berhadapan dengan Maringgih di medan perang yang menewaskan Maringgih, namun Syamsu juga terluka parah. Syamsu meninggal setelah ia meminta maaf kepada ayahnya.
Buku Siti Nurbaya diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1922. Marah Rusli adalah pengarang roman pertama pada masa itu sehingga diberi gelar sebagai Bapak Roman Modern Indonesia oleh HB Jassin. Sebelum munculnya roman, bentuk prosa yang biasanya digunakan para pengarang adalah hikayat.
Marah Rusli sendiri menikahi seorang gadis Sunda kelahiran Buitenzorg (Bogor), meskipun pernikahannya pada tahun 1911 itu sama sekali tidak disetujui oleh orang tuan Rusli. Walaupun terkenal sebagai penulis kenamaan, Marah Rusli tetap berprofesi sebagai dokter hewan sampai pensiun pada tahun 1952 dengan pangkak Dokter Hewan Kepala. Ia meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dikebuminan di Bogor.
Setelah beberapa saat menikmati suasana lengang di sekitar ceruk Makam Siti Nurbaya Gunung Padang, kami mulai berjalan kaki menuruni satu per satu anak tangga yang jumlahnya ratusan itu. Enaknya pergi ke gunung adalah perjalanan pulang biasanya jauh lebih ringan dan hampir selalu terasa lebih cepat ketimbang waktu berangkat.
Bisa dipahami bahwa perlu biaya untuk memelihara tempat yang mestinya indah seperti Gunung Padang ini. Dengan pemandangan elok di puncak Gunung Padang, bunker Jepang, dan makam Siti Nurbaya yang masyhur, tempat ini sangat layak jual ke para pejalan. Dari kocek merekalah biaya perawatan dan pemeliharaan seharusnya berasal.
Makam Siti Nurbaya Gunung Padang
Alamat : Puncak Gunung Padang, Padang, Sumatera Barat. Lokasi GPS : Google Maps, Waze. Tempat Wisata di Padang lainnya, Peta Wisata Padang, Hotel di Padang.Diubah: Februari 17, 2020.Label: Makam, Padang, Sumatera Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.