Masa jabatan presiden maksimal 1 periode pun bisa. Tidak terlalu singkat jika dibuat 7-10 tahun karena negara lain pun ada yang memakainya. Plus minusnya tentu ada, dan mana yang lebih baik sangat cair, bisa berubah dari ekstrem ke ekstrem sesuai realitas situasi masa itu.
Soal mau dan apakah sanggup merubah itulah yang menarik. Oleh sebab batas berapa kali seorang presiden bisa menjabat itu mestinya adalah sekehendak rakyat yang punya hak pilih. Jika rakyat tak menghendaki seseorang menjadi presiden (lagi), yang ditentukan lewat pilpres jurdil nan luber, maka itulah selesainya jabatan kepresidenan.
Meski banyak argumen bagus untuk tetap pada batas 2 periode, namun harus diakui bahwa pilihan terbaik sebagai presiden berikutnya adalah Jokowi lagi, baik secara rekam jejak atau apa pun ukurannya. Sayangnya banyak orang yang lebih suka berjudi dengan memilih presiden baru. Yang penting 2 periode, titik.
Padahal aturan pembatasan masa jabatan 2 periode itu bukan ayat kitab suci yang bakal dosa besar jika dirubah. Karena bukan ayat suci, maka tentulah masa jabatan kepresidenan 2 poriode itu bisa dan boleh diubah.
Munculnya keinginan merubah masa jabatan kepresidenan memang karena tiadanya calon yang memiliki kualitas mendekati Jokowi, sedangkan masih banyak agenda besar bangsa, seperti percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan SDM, pembangunan ibukota negara di Kalimantan, pemantapan kinerja BUMN seperti Pertamina dan Inalum, serta banyak lagi lainnya yang mulai tertata di jaman Jokowi.
Jika ada pejabat tinggi yang tidak menjadi lebih gemuk atau lebih maju perutnya, maka itu adalah Jokowi. Badannya tetap kurus, pakaian dan dandanannya masih sederhana, demikian pula tutur kata dan sikap tubuhnya, serta tak pernah goyah dengan iming harta dan wanodya. Hampir tak ada yang berubah. Tetap membumi, namun dengan percaya diri yang lebih kokoh.
Di atas segalanya, pendekatannya yang kalem, strategis-taktis, fokus, kerja keras, kelurusannya dan tidak adanya kepentingan pribadi menjadikan Jokowi menjadi tokoh langka.
Kalau hanya menimbang kepentingan Jokowi dan keluarganya, maka cukuplah dua periode. Sudah sangat lelah ia bekerja, kenyang menerima caci dan fitnah, sementara banyak sekali karyanya yang telah dinikmati rakyat, dan akan lebih banyak lagi yang nanti menjelang berakhirnya masa jabatannya.
Sekarang marilah kita coba melihat, mengapa iya untuk bisa masa jabatan presiden RI menjadi 3 periode.
Peluang melakukan perubahan masa jabatan presiden itu ada, meski sebenarnya tipis, sangat tipis malah. Namun, peluang itu ada, meski Jokowi sendiri tegas telah menolaknya, dan wanti-wanti pula ke Ketua MPR agar masa jabatan presiden tidak dibahas dalam rencana amandemen UUD.
Hanya MPR yang bisa mengubah masa jabatan presiden, sedangkan MPR terdiri dari DPR dan DPD, dimana DPR adalah representasi partai politik dan kebanyakan anggota DPD juga berasal dari partai politik meski MK telah memutuskan bahwa tidak boleh pengurus partai mencalonkan sebagai anggota DPD dan harus pula mundur dari partai politik.
Jika diibaratkan upaya merubah masa jabatan presiden jadi 3 periode adalah bola salju, maka pelempar bola salju yang bisa menggelindingkan bola untuk jadi lebih besar tidak lain tidak bukan adalah ...... Prabowo. Ya, Prabowo-lah orangnya. Dua kali kalah dalam pilpres melawan Jokowi, akan sangat fenomenal jika justru Prabowo yang mendorong dan membuat Jokowi menjabat presiden selama 3 periode.
Itu bisa terjadi jika tumbuh bibit kelegowoan dalam diri seorang Prabowo setelah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana keras dan tulusnya Jokowi bekerja untuk bangsa dan negara ini, ditambah faktor usia dan kondisi fisik Prabowo sendiri yang bisa dibilang tak lagi prima.
Tak ada yang bisa mempengaruhi Prabowo soal ini, dan itu hanya bisa tumbuh dari kesadarannya sendiri untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya, serta ingin berbuat kebajikan di akhir masa-masa hidupnya. Jika benar terjadi, maka peristiwa itu akan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah bangsa dan Prabowo akan dikenang dalam waktu yang sangat panjang.
Meski dengan itu ia tidak pernah menjadi presiden, namun nama Prabowo akan disejajarkan dengan presiden dan akan selalu disebut ketika orang membicarakan masa keemasan bangsa ini. Sangat mungkin Prabowo kemudian akan dipuja karena keberanian, kejujuran dan kesetiaannya, layaknya Kwan Kong, jenderal di masa Sam Kok atau Tiga Negara.
Bola salju kelegowoan dan ketulusan seorang Prabowo tak bisa tidak akan menggerakkan hati dan pikir para pimpinan partai politik, terutama petinggi PDIP, dan kemudian petinggi partai-partai pendukung pemerintah lainnya. Bola saljunya akan membesar dan menguat, mengalahkan suara parpol penyinyir pemerintah dan para penunggangnya.
Meski demikian, dibutuhkan mukjizat untuk menggerakkan hati seorang Prabowo, boleh jadi lewat sebuah mimpi bertemu peri yang membuatnya mendadak terjaga di tengah malam dan mampu membuka hatinya yang lembut. Itu akan menjadi kisah manis sepanjang masa, bisa jauh lebih agung ketimbang maju lagi di pilpres dan mengambil resiko tiga kali kalah. Menjadi presiden (mungkin) bukan takdirnya.
Sebagai penutup, apakah akan 2 atau 3 periode, atau tanpa pembatasan, yang harus didorong adalah upaya untuk terus diperbaikinya mutu penyelenggaraan pilpres, dimana "medan tempur" dibuat relatif rata, baik ada tidaknya petahana dalam kontestasi, dan praktik busuk lempar fitnah serta firehose of falsehood harus lenyap dengan memberi hukuman sangat keras kepada bohir dan pelakunya.
Terakhir, hanya Gusti Allah yang Mahawenang soal apa yang akan terjadi nanti, jadi tak perlu terlalu serius membaca tulisan ini. Anggap saja remahan mendoan. Silahkan komen jika punya pendapat. Demikianlah kurang-kurangnya mohon maaf, permisi..., sampai bertemu di tulisan nirfaedah berikutnya ya Dul. Salim.
Diubah: Oktober 07, 2021.
Label: Inspirasi, Jokowi, Politik
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.