Cukup banyak kendaraan mobil dan sepeda motor yang tengah parkir di dalam kompleks monumen, berjarak sekitar 50 m dari pos satpam. Tempat parkir itu rupanya hanya diperuntukkan bagi para pegawai Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional Jabar yang berkantor di lantai bawah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
Di bawah terik matahari, dengan berjalan kaki kami melingkari hampir seperempat area monumen dan kemudian mendaki beberapa anak tangga yang ada di bagian depan monumen. Area yang menjadi pusat Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, yang populer dengan sebutan Monju (monumen perjuangan) menghadap ke arah Gedung Sate Bandung.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Baratdibangun di atas tanah seluas 72.040 m², dengan luas bangunan 2.143 m², diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada 23 Agustus 1995. Monju juga dilengkapi dengan ruang audiovisual yang saat itu belum berfungsi, serta ruang perpustakaan dan musholla.
Salah satu relief di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat itu memperlihatkan Sakola Istri, sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda yang didirikan pada 16 Januari 1904 oleh Dewi Sartika. Sakola Istri dimulai dengan tiga orang guru (Dewi Sartika, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid) serta 20 orang murid, menggunakan pendopo Kabupaten Bandung.
Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan kaum perempuan, lahir di Bandung 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya 11 September 1947. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 1966. Juga ada relief Sumpah Pemuda 1928, serta tulisan "Indonesia Menggoegat" yang diambil dari judul pidato pembelaan Sukarno di Gedung Indonesia Menggugat.
Lambang negara Garuda Pancasila diletakkan di titik pusat Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang berbentuk lengkung berlapis, diapit bangunan simetris yang mengambil bentuk bambu runcing, senjata tradisional yang banyak digunakan semasa revolusi kemerdekaan. Semangat para pejuang yang tinggi membuat apa pun bisa menjadi senjata untuk melawan musuh.
Di sayap kiri kanan monumen terdapat relief perjuangan rakyat Jawa Barat. Salah satunya memperlihatkan politik Devide et Impera Belanda yang dilakukan pada perundingan di Gedung Perundingan Linggarjati Kuningan. Perundingan yang dimulai pada 11 November 1946 itu menghasilkan 17 pasal, yang dianggap sangat melemahkan posisi Indonesia.
Di dalam ruangan yang ada di bagian bawah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat terdapat diorama yang saya kunjungi dengan diantar petugas. Ruangan yang seharusnya dipakai sebagai Museum Perjuangan Rakyat Jawa Barat itu masih belum selesai.
Ada sebuah prasasti di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat berupa puisi yang ditulis sastrawan Saini KM dalam bahasa Sunda, serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Saini KM, lahir di Sumedang pada 16 Juni 1938, adalah penulis esai, puisi dan naskah teater yang mendapat berbagai penghargaan. Ia adalah pendiri dan pengajar ASTI Bandung.
Lemah beunghar ku berkah, langit pinuh ku rahmat (bumi diberkati, langit dirakhmati);
Nya milik hidep: Warisan ti para karuhun (Adalah milikmu: Warisan dari para leluhur);
Nu ngaraksa ku gawe, nu rumawat ku du'a (Yang mengolahnya dengan kerja dan do'a);
Nagri nu dihariringkeun angin dina daun awi (Negeri yang dinyanyikan angin di daun bambu);
Tempat imut bareukah tur sewu kagumbiraan (Tempat senyum merekah alami dan gelak tawa);
Ear kawas cai walungan dina sela-sela batu (bagai derai air jernih diantara batu-batu);
Nya pusaka anjeun: Watesna tegal Si Awat-awat (Adalah pusaka: Dibatasi padang Si Awat-awat);
Dijaga ku Gunung Salak. Ditungguan Tangkuban Parahu (Dijaga Gunung Salak, dilindungi Tangkuban Prahu);
Nonoman, kiwari nya giliran aranjeun (Orang muda, kini giliranmu telah tiba);
Nu Kasinugrahan wawangi Sajarah (Untuk menrima anugrah Sejarah);
Bral tandang bari paheuyeuk-heuyeuk leungeun; (Rapatkan barisan, langkah ke depan);
Kalawan rido Matenna di unggal lengkah (Dengan karunia-Nya sepanjang jalur jejakmu);
Impian demi impaian bakal ngajirim (Impian demi impair terwujud);
Beberkeun bandera pikeun sagala topan (Julang panji, kibarkan bagi segala taufan);
Sabab nya taktak aranjeun pisan;
(Karena bahu kamu lah) Nu bakal nyangga gelaring pajar ( Yang bakal menyangga hamparan fajar);
Pikeun langit anyar, pikeun jaman nu akbar (Bagi cakrawala baru, bagi zaman yang besar).Saini KM
Salah satu diorama memperlihatkan peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada 24 Maret 1946. Dalam peristiwa tujuh jam itu sekitar 200.000 penduduk Bandung Selatan membakar rumah dan bangunan penting di sekitar rel kereta api, dari mulai Ujung Berung sampai ke Cimahi. Aksi bumi hangus ini dilakukan agar tentara Sekutu dan NICA tidak bisa menggunakan Kota Bandung sebagai markas militer dalam perang melawan tentara Republik Indonesia.
Diorama lainnya di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat memperlihatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan jalan raya di Sumedang semasa Daendels. Di area Cadas Pangeran, proyek Jalan Raya Pos sempat terhenti karena kondisi alam yang sangat sulit telah memakan banyak korban jiwa, sehingga para pekerja pun menolak melanjutkan bekerja.
Pangeran Kornel (Pangeran Kusumadinata IX, Bupati Sumedang 1791 - 1828) kemudian turun tangan langsung dan bertemu dengan Daendels untuk membela para pekerja. Daendels akhirnya mengalah dan memerintahkan Brigadir Jenderal von Lutzow menggunakan tembakan artileri untuk menghancurkan bukit cadas dan pembangunan pun bisa diteruskan.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dilihat dari arah samping belakang. Monumen ini dibangun di atas tanah seluas 72.040 m², dengan luas bangunan 2.143 m², diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada 23 Agustus 1995. Monju juga dilengkapi dengan ruang audiovisual yang saat itu belum berfungsi, serta ruang perpustakaan dan musholla.
Lambang negara Garuda Pancasila diletakkan di titik pusat Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang berbentuk lengkung berlapis, diapit bangunan simetris yang mengambil bentuk bambu runcing, senjata tradisional yang banyak digunakan semasa revolusi kemerdekaan. Semangat para pejuang yang tinggi membuat apa pun bisa menjadi senjata untuk melawan musuh.
Ada sebuah prasasti di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat berupa puisi yang ditulis sastrawan Saini KM dalam bahasa Sunda, serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Saini KM, lahir di Sumedang pada 16 Juni 1938, adalah penulis esai, puisi dan naskah teater yang mendapat berbagai penghargaan. Ia adalah pendiri dan pengajar ASTI Bandung.
Samping depan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dengan sejumlah undakan menuju ke area utama. Tenda didirikan di depan monumen karena akan berlangsung sebuah acara di sana.
Pandangan dari samping Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat ke arah belakang, atau arah kedatangan saya sebelumnya dari area tempat parkir yang ada di seberang kampus UNPAD di Jl Dipati Ukur, Bandung.
Prasasti berupa puisi yang ditulis oleh Saini KM dalam bahasa Sunda. Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia berada agak jauh di sebelah kanannya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia dari prasasti sebelumnya. Penulisnya, Saini KM, lahir di Sumedang pada 16 Juni 1938, adalah penulis esai, puisi dan naskah teater yang mendapat berbagai penghargaan. Ia adalah pendiri dan pengajar Jurusan Teater di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung.
Relief yang menggambarkan seorang tentara tengah memegang pataka Angkatan Darat dari Divisi Siliwangi, yang mengawasi orang-orang yang tengah mengangkut karung berisi bahan makanan ke atas kapal, sebagai bantuan dari Indonesia untuk India.
Bagian relief lain yang memperlihatkan politik Devide et Impera Belanda pada Perundingan Linggarjati, yang diselenggarakan di Gedung Perundingan Linggarjati, Kuningan. Perundingan Linggarjati yang dimulai pada 11 November 1946 itu menghasilkan 17 pasal, yang dianggap sangat melemahkan posisi Indonesia, diantaranya: Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura; Belanda harus meninggalkan wilayah RI selambatnya 1 Januari 1949; Belanda dan Indonesia membentuk RIS; Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia – Belanda dengan penguasa Belanda sebagai kepala uni.
Hasil perundingan Linggarjati ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi pada 25 Maret 1947. Namun pada 20 Juli 1947, Gubernur Jenderal H.J. van Mook menyatakan tidak terikat dengan perjanjian ini, dan 21 Juli 1947 terjadi Agresi Militer I.
Relief yang berada di sayap kiri kanan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, diantaranya memperlihatkan Sakola Istri, sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda yang didirikan pada 16 Januari 1904 oleh Dewi Sartika. Sakola Istri dimulai dengan tiga orang guru (Dewi Sartika, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid) serta 20 orang murid, dengan menggunakan ruangan pendopo Kabupaten Bandung.
Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan kaum perempuan, lahir di Bandung 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya 11 September 1947. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah pada 1966. Juga terlihat relief Sumpah Pemuda 1928, serta tulisan “Indonesia Menggoegat” yang diambil dari judul pidato pembelaan Sukarno di Gedung Pengadilan Distrik Bandung di jaman kolonial, yang sekarang menjadi Gedung Indonesia Menggugat.
Dua gadis remaja pelajar sekolam menengah atas tampak tengah berjalan di pelatar tengah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Tingginya monumen bisa diperbandingkan dengan tinggi kedua remaja itu.
Salah satu diorama yang memperlihatkan ketika Bung Karno berpidato pada Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, diselenggaralan pada 18 – 24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, yang dihadiri 29 negara.
Diorama yang memperlihatkan peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada 24 Maret 1946. Dalam peristiwa tujuh jam itu sekitar 200.000 penduduk Bandung Selatan membakar rumah dan bangunan-bangunan penting di sekitar rel kereta api, dari mulai Ujung Berung sampai ke daerah Cimahi. Aksi bumi hangus ini dilakukan agar tentara Sekutu dan NICA tidak bisa menggunakan Kota Bandung sebagai markas militer dalam perang melawan Republik Indonesia.
Diorama yang memperlihatkan suasana saat berlangsungnya Perundingan Linggarjati. Delegasi Indonesia adalah Sutan Sjahrir, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr.A.K.Gani dan Mr. Muhammad Roem. Sedangkan wakil Belanda ada Schermerhorn, Van Poll, F.DeBoer, dan Van Mook.
Partisipasi rakyat dalam pembangunan jalan raya di wilayah Sumedang semasa pemerintahan Daendels. Di area yang sekarang dikenal sebagai Cadas Pangeran, proyek pembangunan Jalan Raya Pos sempat terhenti karena kondisi alam yang sulit telah memakan banyak korban jiwa, sehingga para pekerja menolak melanjutkan bekerja dan Pangeran Kornel (Pangeran Kusumadinata IX, Bupati Sumedang 1791 – 1828) turun langsung dan bertemu Daendels untuk membela para pekerja. Daendels akhirnya memerintahkan Brigadir Jenderal von Lutzow menggunakan tembakan artileri untuk menghancurkan bukit cadas dan pembangunan pun bisa diteruskan.
Diorama yang menggambarkan perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa bersama rakyatnya untuk menentang kolonial Belanda pada tahun 1658. Sultan Ageng Tirtayasa adalah penguasa Kesultanan Banten pada 1651 – 1683, dan memimpin banyak perlawanan terhadap VOC yang mencoba menerapkan monopoli perdagangan yang sangat merugikan.
Diorama lainnya di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat ini adalah Long Mach Siliwangi pada Januari 1949 dan Diorama Operasi Pagar Betis (Operasi Brata Yuda) 1962.
Sudut pandang yang memperlihatkan bentang relief pada dinding bawah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang memperlihatkan fragmen-fragmen kisah perjuangan yang dilakukan oleh rakyat, tentara, dan para pemimpin republik di wilayah Jawa Barat.
Ada pula diorama Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang menggambarkan perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa menentang kolonial Belanda pada tahun 1658. Sultan Ageng Tirtayasa adalah penguasa Kesultanan Banten pada 1651 - 1683, dan memimpin banyak perlawanan terhadap VOC yang mencoba menerapkan monopoli perdagangan yang sangat merugikan.
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat
Jl. Dipati Ukur No. 48 Bandung. Lokasi GPS : -6.893835, 107.618551, Waze. Rute Bandros, Hotel di Lembang, Tempat Wisata di Bandung, Peta Wisata Bandung, Hotel di Bandung, Hotel Murah di Bandung.Diubah: Desember 15, 2024.Label: Bandung, Jawa Barat, Monumen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.