Kami memutuskan untuk tidak memasuki Masjid Jamik Pangkalpinang dari halaman depan, namun berjalan sepanjang Jl. Abdul Hamid di sisi samping masjid dan mengambil beberapa foto dari jalanan, sebelum masuk ke dalam kompleks masjid melalui pintu samping.
Kami sempat pula berjalan hingga ke bagian belakang area masjid dimana terdapat jembatan Sungai Rangkui dengan air sungai yang berwarna kelam. Di kiri kanan sungai terdapat jalan inspeksi yang mudah-mudahan tidak mengalami nasib sebagaimana di kota besar lainnya yang kemudian diduduki oleh warga.
Penampakan Masjid Jamik Pangkalpinang dari Jl. Abdul Hamid atau dari sisi samping masjid yang menunjukkan kubah utama dan satu dari dua kubah yang lebih kecil, serta tiga buah menara. Satu menara agak tertutupi dan hanya terlihat puncaknya saja.
Bentuk dua menara kembar Masjid Jamik Pangkalpinang yang letaknya di belakang agak berbeda dengan menara yang lebih dulu dibuat di bagian depan, dengan setengah bagian bawahnya berbentuk segi empat. Menara asli tampak lebih bercita rasa, sedangkan menara yang baru tampak lebih fungsional di mata saya.
Jika dilihat dari sisi samping belakang di Jl. Abdul Hamid, akan terlihat kubah utama dan dua kubah yang lebih kecil, serta tiga buah menara. Beberapa langkah dari sini terdapat Sungai Rangkui yang meskipun airnya berwarna kelabu gelap namun relatif tidak banyak sampah yang mengambang. Entah kapan sungai-sungai perkotaan semacam ini menjadi bening.
Ruang tengah Masjid Jamik Pangkalpinang ini seluruh lantainya ditutup karpet dengan warna dominan hijau, senada dengan bagian bawah dinding dan mihrab, dan karpet di bagian belakang warnanya merah. Sumber pencahayaan ruangan ini datang dari lubang-lubang kaca berbentuk lengkung dan bulat pada tiga tingkat atapnya.
Di bagian tengah ruangan ini menggantung lampu kristal bersusun indah yang menjadi penerangan utama masjid, selain lampu-lampu yang lebih kecil lainnya. Lampu kristalnya akan tampak lebih cantik dari sudut pandang samping. Sebagai pendingin hawa terlihat puluhan kipas angin menggantung dari langit-langit ruangan. Di sisi kanan terdapat sekat pemisah dari kain untuk jamaah wanita.
Saat berkunjung ke Masjid Jamik Pangkalpinang saya ditemani Petrus Sinpo Simanjuntak, Budhi Kurniawan yang berbaik hati membawa tas kamera saya yang cukup berat, serta Abing Patrick yang merupakan tuan rumah Bangka Kami Datang, sebuah acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Pecinta Musik Konser Rakyat Leo Kristi.
Bagian dalam kubah Masjid Jamik Pangkalpinang. Seorang arsitek yang baik akan meluangkan waktu banyak untuk merancang bagian dalam kubah, yang mestinya merupakan jantung utama sebuah masjid, selain mihrab.
Foto Masjid Jamik Pangkalpinang di atas diambil dari Jl. Abdul Hamid, yang menunjukkan kubah utama dan dua kubah yang lebih kecil, serta tiga buah menara.
Sungai Rangkui dengan air berwarna kelabu gelap namun relatif tidak banyak sampah yang mengambang di atas permukaan airnya. Entah kapan sungai-sungai perkotaan semacam ini menjadi bening.
Masjid Jamik Pangkalpinang dilihat dari belakang yang saat itu masih dikelilingi oleh pagar seng. Di belakang saya berdiri adalah Sungai Rangkui.
Petrus Sinpo Simanjuntak tengah berjalan di jalan inspeksi di tepian Sungai Rangkui yang ada di belakang Masjid Jamik Pangkalpinang.
Saat berkunjung ke Masjid Jamik Pangkalpinang saya ditemani Petrus Sinpo Simanjuntak, Budhi Kurniawan yang berbaik hati membawa tas kamera saya yang cukup berat, serta Abing Patrick yang merupakan tuan rumah Bangka Kami Datang, sebuah acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Pecinta Musik Konser Rakyat Leo Kristi.
Menara kembar Masjid Jamik Pangkalpinang dengan dek pandang tengah berbentuk segi emapt, serta dek pandang atas berbentuk bulat. Sayang saya tak punya waktu untuk naik ke atas dek-dek pandang itu.
Bagian dalam salah satu kubah Masjid Jamik Pangkalpinang dengan lampu kristal di tengah, serta ornamen lingkaran di dalam kotak serta lubang-lubang sumber cahaya masjid.
Ruang tengah Masjid Jamik Pangkalpinang yang memperlihatkan lampu gantung kristal kembar, pilar-pilar, kipas angin gantung, dan sumber cahaya yang tertebar di sepanjang dinding masjid.
Masjid Jamik Pangkalpinang dibangun di atas tanah seluas 5.662 m2, memiliki tiga lantai, dengan lantai pertama digunakan untuk bersembahyang berkapasitas 2.000 jamaah. Lantai kedua dipergunakan untuk perpustakaan dan untuk menyimpan benda lain, serta lantai ketiga digunakan oleh muazzin untuk mengumandangkan azan.
Ada satu ruangan lagi setelah ruangan ini yang berukuran lebih kecil dimana terdapat mihrab, ruang imam, dan mimbar yang biasa dipakai khotib berkhotbah pada saat sembahyang jumat atau pada shalat hari-hari raya Islam seperti pada waktu Hari Raya Iedul Fitri dan Hari Raya Iedul Adha.
Kunjungan ke Masjid Jamik Pangkalpinang ini agak singkat, karena kami harus segera pergi menjemput beberapa teman LKers yang baru saja tiba di bandara Depati Amir Pangkalpinang, dan oleh karenanya beberapa bagian yang menarik di dalam masjid mungkin terlewatkan.
Keindahan dan kekayaan rancangan dan dekorasi sebuah mesjid, sebagaimana tempat ibadah yang lain, bisa menggambarkan kadar kecintaan dan pengabdian dari komunitas setempat dan kemajuan serta mutu karya budaya dan seni orang-orang di sekitarnya. Oleh karenanya, selalu menarik dan memberi inspirasi buat saya ketika berkunjung ke tempat-tempat istimewa seperti itu.
Masjid Jamik Pangkalpinang Bangka
Alamat : Berada di sudut Jl. Masjid Jamik dan Jl. KH Abdul Hamid, Pangkalpinang. Lokasi GPS : -2.129224, 106.111567, Waze. Hotel di Sungaliat, Peta, Hotel di Bangka . Tempat Wisata di Bangka. Diubah: Desember 10, 2024.Label: Bangka, Bangka Belitung, Masjid, Pangkalpinang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.