Itu pun karena berkali-kali saya melewati jalan di depan makam, dan melihat papan makam yang menggantung di gerbangnya. Rasa ingin tahu yang terus tumbuh menguat akhirnya mampu menghentikan kendaraan yang saya tumpangi dan kemudian memarkirnya di tepi jalan.
Kendaraan roda empat memang terpaksa diparkir di tepi jalan dengan separuh roda naik ke atas trotoar, agar tidak mengganggu lalu lintas di jalan yang relatif sempit, meskipun harus merampas hak pejalan kaki. Serba salah memang oleh sebab terbatasnya pilihan.
Area parkir yang sudah direncanakan sejak 2010, yang juga dimaksudkan untuk menampung kendaraan para peziarah Makam Pangeran Jayakarta tampaknya sudah selesai, namun hingga beberapa waktu lalu belum juga digunakan, entah apa penyebabnya. Kedua kompleks makam yang direncanakan akan terhubung itu juga masih belum dibuka jalan tembusnya.
Langkah kaki pun membawa saya masuk ke dalam kompleks itu, melewati sebuah pintu beratap genting, diapit tembok tinggi memanjang yang terlihat masih cukup baru. Syukur bahwa pagar besi pintu masuk itu tidak terkunci. Hal yang melegakan adalah dalaman kompleks makam Pangeran Sanghyang terlihat cukup terawat.
Pohon-pohon kamboja dengan batang sangat tua menghiasi pekarangan di sisi kanan kompleks. Beberapa kubur tua tanpa nama bisa dijumpai di sisi ini. Tidak ada kubur baru di kompleks makam, sebagaimana dituturkan Amin, petugas kebersihan yang muncul sesaat sebelum saya meninggalkan lokasi.
Kuncen Makam
Pada kaca cungkup Makam Pangeran Sanghyang menempel foto kuncen berkumis baplang bernama R. H. Upi Supriyadi. Tulisan di bawah fotonya menyebutkan bahwa ia adalah seorang pemerhati Cagar Budaya, serta ada tulisan yang menyatakan bahwa walaupun beberapa kali dilakukan renovasi, tetapi bentuk makam terus dipertahankan.Bangunan berukuran 8x7 meter di sebelah kiri area adalah cungkup Makam Pangeran Sanghyang. Di sebelah kanan ada bangunan bercat hijau yang berfungsi sebagai musholla dan kantor kuncen yang saat itu tengah tertidur pulas. Saat itu bulan puasa dan matahari baru naik sepenggalah. Jam enak-enaknya tidur.
Di sebelah kiri cungkup makam terdapat Makam Tubagus Unung bin Tubagus Aslan. Tidak diketahui siapa orang ini, selain bahwa ia seorang bangsawan Banten. Di sebelah kanan cungkup terdapat sebuah kubur lagi dengan tulisan Raden Kojong pada nisannya.
Riwayat Pangeran Sanghyang
Situs jakarta.go.id menyebutkan bahwa Pangeran Sanghyang (Raden Syarif bin Pangeran Senopati Ngalaga) adalah seorang tokoh Islam keturunan Bangsawan Banten. Ia berjuang melawan Belanda bersama Pangeran Tubagus Badaruddin dan tokoh-tokoh Banten lainnya. Menurut riwayat, Pangeran Sanghyang dibuang oleh VOC ke Sri Lanka pada 1746 - 1750, sekira seabad setelah kedatangan Pangeran Sageri ke Jatinegara Kaum.Jirat kubur Pangeran Sanghyang dibalut kelambu berwara putih, diapit payung susun tiga yang mengembang. Karpet terlihat bersih dan bunga sedap malam diletakkan di atas kubur. Pada dinding kanan terdapat tengara pemugaran makam bertanggal 17 Agustus 2002 yang dibiayai keluarga KH Rd Moh Alibasyah dan putera-puterinya.
Di sebelah kanannya terdapat makam "Ibu Sri Ratu Pembayu", dan di kiri bawahnya ada dua makam lagi. Paling kiri, dimana terdapat batang pohon mati, adalah makam Pangeran Tanzul Arifin. Di sebelahnya adalah Makam Pangeran Nasib. Setiap makam terlihat sangat rapi, dilapis keramik bermutu dengan panjang kijing sekitar 2,25 meter.
Pangeran Tanzul Arifin
Pangeran Tanzul Arifin adalah putera Pangeran Sageri (Pangeran Sugiri, Pangeran Sogiri, atau Ash-Shogiri). Ia adalah cucu Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672), keturunan Syarif Hidayatullah. Pangeran Sageri datang ke Jatinegara Kaum pada 1640 bersama saudaranya yang bernama Pangeran Sake untuk membantu perjuangan Pangeran Jayakarta yang membangun kekuatan di daerah ini, setelah menyingkir dari daerah Pasar Ikan lantaran diserbu tentara kolonial Belanda.Di dalam cungkup Makam Pangeran Sanghyang ada sebuah kijing kubur di sebelah kanan, dua di sebelah kiri, dan satu kijing lagi di pojok ruangan dengan empat tiang kayu sebagai pengikat kelambu putih. Setiap makam terlihat sangat rapi, dilapis dengan keramik bermutu sangat baik, dengan panjang setiap makam sekitar 2,25 meter.
Keluar dari makam saya sempat berjalan menyusur pekarangan ke arah kompleks Makam Pangeran Jayakarta yang masih belum dibuka aksesnya itu, menikmati pemandangan gerumbul pohon bambu lebat yang sudah lama tidak pernah saya lihat semenjak tinggal di Jakarta. Di sekitar area itu terlihat beberapa makam kuno di bawah pohon-pohon kamboja yang batangnya berliuk-liuk saking tuanya.
Ketika saya sudah keluar dari gerbang Makam Pangeran Sanghyang itulah baru muncul Pak Amin, si petugas kebersihan, yang mengaku telah bekerja di tempat ini sejak tahun 1997. Sepintas ia juga menyebutkan bahwa Pangeran Sanghyang adalah keturunan ke-13 dari Siliwangi, Raja Pajajaran. Wallahua'lam.
Alamat Makam Pangeran Sanghyang berada di Jl. Jatinegara Kaum Raya No.20B, Jatinegara Kaum. Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Lokasi GPS : -6.2025, 106.89931, Waze. Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Nomor Telepon Penting, Hotel di Jakarta Timur, Hotel Melati di Jakarta Timur, Peta Wisata Jakarta Timur, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Timur.Diubah: November 14, 2024.
Label: Jakarta, Jakarta Timur, Makam, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.