Syekh Ibrahim Asmorokondi adalah nama lain Syekh Maulana Malik Ibrahim, dan Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya sebagai Makhdum Ibrahim as-Samarqandy. Ini makam keempat yang saya kunjungi setelah makam di Cirebon, Gresik, dan Parangtritis. Makam kelima yang saya kunjungi ada di Wonobodro, sedangkan makam yang di Tuban masih belum sempat saya datangi. Syekh Ibrahim Asmorokondi, yang diperkirakan lahir awal abad 14, dipercayai sebagai pendakwah awal dalam penyebaran Islam di Jawa, setelah Siti Fatimah binti Maimun.
Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, dan keduanya anak Syekh Jumadil Qubro yang banyak disebut berasal dari Samarkand, Uzbekistan, meski prasasti makamnya yang di Gresik mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, Persia. Syekh Ibrahim Asmorokondi tinggal di Dusun Leran Gresik ketika datang pertama kali ke Pulau Jawa, karenanya di sana ada peninggalannya berupa Masjid Malik Ibrahim.
Papan nama lusuh Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi yang menarik perhatian saya itu. Dinding tembok keliling yang tak begitu tinggi membuat saya bisa melihatnya, meski harus mendekat ke dinding tembok untuk bisa membaca hurufnya. Pilar-pilar di halaman yang menuju ke bangunan cungkup di ujung sana terlihat agak aneh, karena tak menyangga apa-apa.
Ada sepasang pintu berjeruji besi sebagai akses masuk ke Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi, dan terlihat dari jauh pintu cungkup tertutup rapat. Namun seorang penduduk yang saya tanya tentang rumah kuncen mengatakan bahwa saya bisa masuk saja ke dalam makam, karena pintu pagar dan pintu cungkup tidak terkunci sebagaimana yang saya kira.
Raffles, dalam The History of Java, menulis bahwa "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Jang'gala."
Cungkup Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi atau Syekh Ibrahim Asmarakandi sempat saya foto dari dekat pintu pagar yang telah saya buka sebelumnya memperlihatkan pilar-pilar soliter yang catnya sudah pudar, teras cungkup, dan bangunan cungkup di makam belakangnya dengan atap bergaya limasan tumpang khas bangunan Jawa yang juga sering terlihat pada atap masjid.
Cungkup makamnya memiliki atap berbentuk limasan tumpang yang juga menjadi sumber masuknya cahaya dan hawa bagi ruangan yang ada di bawahnya. Saat itu terlihat hanya ada pohon jati muda di sekitar tempat ini yang menjadi peneduh area makam. Tak jelas apakah dulu pernah ada pohon besar tua yang umumnya ada di makam keramat seperti ini.
Syekh Ibrahim Asmorokondi, yang juga disebut Sunan Gresik, menurunkan Raden Rahmat (Sunan Ampel), sedangkan Syekh Maulana Ishak yang makamnya berada di dekat Makam Syekh Maulana Maghribi di Gresik disebut menurunkan Sunan Giri. Petilasan Syekh Jumadil Qubro kabarnya ada di Trowulan, di Semarang, dan di Desa Turgo Kecamatan Turi, Jogja.
Setelah sempat melihat area di sekeliling halaman makam, dengan sejumlah tanaman perdu yang cukup asri, saya pun melangkahkan kaki menuju ke teras cungkup, membuka pintu makam, dan masuk ke dalam ruangan cungkup yang tak begitu besar. Apa yang saya lihat di dalam cungkup makam, segera mengingatkan saya pada Makam Syekh Anom Sida Karsa.
Jika mengikuti tulisan yang ada pada makamnya di Gresik, Syekh Ibrahim Asmorokondi atau Sunan Gresik wafat pada Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 H / 1419 M atau bulan Mulud pada kalender Jawa, sehingga haulnya mestinya pada bulan itu, atau dua bulan setelah Suro. Begitupun pun, tradisi selalu ada sisi baik yang bisa diambil, dan karenanya layak diteruskan.
Adalah adanya Unur atau rumah rayap yang telah membatu yang menyamakan Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi ini dengan Makam Syekh Anom Sida Karsa. Bedanya adalah unur pada makam ini hanya dipagari dengan besi agar batunya tidak dicungkil, sedangkan unur pada makam Syekh Anom ditutup rapat sehingga tak terlihat kecuali jika dibuka pintu dan kelambunya.
Pada makam terlihat nisan polos yang cukup sederhana. Ada lagi sebuah tugu kecil di belakang unur yang tak jelas benar apa fungsinya. Beberapa bungkus daun pisang yang telah terbuka berisi bebungaan tampak diletakkan di sisi sebelah kiri unur. Ada pula bekas bakaran dupa. Semuanya memberi tanda adanya peziarah yang datang untuk mengalap berkah ke makam ini.
Bunga yang menebar bauh harum dan warna menarik, serta asap dupa yang membawa aroma khas, selain sebagai barang bawaan agar tidak datang dengan tangan kosong, juga dimaksudkan untuk pengormatan dan menciptakan suasana yang lebih khusuk saat berziarah. Dengan suasana seperti itu maka diharapkan doa yang terungkap bisa dikabulkan oleh Yang Mahakuasa, dengan bantuan portal seperti Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi ini.
Masyarakat Dukuh Kuwarisan di Kebumen ini rupanya mempunyai tradisi tahunan unik saat menyambut Muharam atau Suran serta Haul Syekh Ibrahim Asmoroqondi, yang biasa berlangsung pada Jumat Kliwon bulan Suro di kompleks Masjid Banyumudal. Pada acara itu setiap keluarga membuat tumpeng ingkung, yang jumlahnya bisa terkumpul sekitar 6000-an.
Makam Syekh Ibrahim Asmorokondi Kebumen
Alamat : Dukuh Kuwarisan, Kelurahan Panjer, Kecamatan Kebumen, Kebumen. Lokasi GPS : -7.68442, 109.67281, Waze. Hotel, Tempat Wisata, Peta.Diubah: Oktober 01, 2019.Label: Jawa Tengah, Kebumen, Makam, Syekh Maulana Maghribi, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.