Sesaat setelah memasuki kompleks museum seluas 2.300 m2 ini, ada kesan bahwa museum ditata dan dirawat dengan baik, meski di sana-sini ada hal kecil yang perlu mendapat perhatian. Bisa dimengerti, karena bukan hanya pendanaan bagi biaya perawatan yang sering cekak, orang pun bisa cekak rasa dengan pemburukan kondisi yang berlangsung pelan.
Namun bisa dibilang bahwa Museum Gudang Ransum Sawahlunto cukup keren, dan bisa menjadi kebanggaan Kota Sawahlunto. Sebagian kisah masa lalu kota tambang batu bara ini juga bisa dilihat dan dibaca di sana, karena selain koleksi benda bersejarah ada pula poster-poster dan keterangan yang sangat informatif.
Tengara nama Museum Gudang Ransum Sawahlunto pada gerbang masuk ditulis dengan menggunakan ejaan lama. Bangunan beratap seng di sebelah kiri adalah gedung utama museum yang menyimpan berbagai macam koleksi dari jaman kolonial. Sebuah cerobong asap berdinding beton berbentuk silindris tampak menjulang tinggi di latar belakang.
Di teras depan, disamping pintu masuk, dipajang kereta tambang yang kondisinya masih bagus. Di belakangnya ada poster dengan kalimat bernas "Memahami masa silam untuk menata masa depan". Di bagian kanan depan museum terdapat ruang audio visual berpendingin dan dengan tempat duduk yang nyaman, dimana pengunjung bisa melihat video dokumentasi pertambangan batu bara di Sawahlunto.
Lorong Museum Gudang Ransum Sawahlunto yang berada di sebelah ruang audio-visual dengan maket dan panel-panel poster yang berisi sejarah dapur umum, dan bangunan-bangunan penunjangnya. Perlengkapan tambang batu bara, baik yang terbilang modern (ketika itu) maupun yang tradisional, serta contoh batu bara asli, juga diperlihatkan di museum.
Koleksi antik menarik lainnya adalah periuk raksasa yang terbuat dari besi dan nikel, diantaranya ada yang memiliki diameter 132 cm dan tinggi 62 cm. Dipajang juga koleksi kuali, rangsang, dan beragam peralatan dapur umum berukuran besar. Foto-foto pekerja paksa yang kakinya dirantai, yang disebut 'Orang Rantai', pakaian mandor, pakaian pekerja dan koki, juga dipajang di ruangan ini.
Di Museum Gudang Ransum Sawahlunto pengunjung bisa melihat contoh menu makanan pekerja tambang, Orang Rantai, Orang Kawalan, dan pasien rumah sakit, terdiri dari nasi (65 pikul beras setiap harinya), daging, ikan asin, telur asin, sawi putih dan hijau, serta kol. Makanan ini diberikan pada siang dan malam, sedangkan sarapannya adalah lapek-lapek yang dibuat dari beras ketan merah dibubuhi kelapa dan gula merah, dibungkus daun pisang, yang diberikan setiap jam 10 pagi. Minumannya teh. Menu yang cukup baik, karena penguasa kolonial berkepentingan agar para pekerja bisa produktif.
Ada pula lesung injak yang terbuat dari kayu, dipahat hingga membentuk cekungan. Orang menumbuk gabah, rempah dan obat tradisional, hanya dengan menggunakan kaki dan berat badan untuk menggerakkan alu, sementara lesung terpasang pada sebuah kayu berukuran besar. Di sisi lain ada wajan besi berbentuk lengkung, berukuran 165 cm sampai 190 cm, yang digunakan sebagai penggorengan. Wajan ini tidak memiliki telinga pegangan seperti yang biasanya ditemui pada wajan biasa. Ada juga sendok penggorengan dengan panjang 91,5 cm.
Ruangan Galeri Museum Gudang Ransum Sawahlunto yang memajang foto-foto kuno, diantaranya foto WH de Greeve, geolog Belanda penemu batu bara di Sawahlunto pada 1868. Ia menyimpulkan bahwa terdapat lebih dari 200 juta ton kandungan 'Mutiara Hitam' di kawasan ini. Dipajang pula foto-foto tokoh-tokoh Sawahlunto, peta tambang batu bara Ombilin, dan foto pekerja yang tengah melakukan aktivitas penambangan, seperti peledakan dinamit.
Belanda menanam modal 5,5 juta golden untuk membangun pemukiman dan fasilitas perusahaan tambang Ombilin, seperti jalur kereta api Sawahlunto - Emma Haven (Teluk Bayur), serta mendatangkan peralatan pertambangan. Pada masa revolusi kemerdekaan, 1945 - 1950, gedung ini digunakan sebagai tempat memasak makanan bagi tentara (TKRI). Antara 1950-1960 digunakan sebagai kantor oleh Perusahaan Tambang Batubara Ombilin, dan lalu digunakan sebagai gedung SMP Ombilin pada 1960-1970, sebelum menjadi hunian karyawan Tambang Batubara Ombilin sampai 1980, dan masyarakat sampai 2004.
Bangunan penunjang dapur umum berupa gedung mesin uap (power stoom) berada di belakang gedung utama Museum Gudang Ransum Sawahlunto. Di dalam kompleks juga terdapat gudang persediaan bahan mentah, tungku pembakaran, pabrik es batangan, penggilingan padi, dan rumah pemotongan hewan yang letaknya agak terpisah. Di belakang power stoom ini ada musholla. Batu-batu nisan para pekerja tambang yang hanya diberi nomor, tanpa nama, diletakkan di bagian belakang bangunan, mungkin menunggu penempatan yang lebih layak.
Museum Gudang Ransum
Alamat: Jl Abdul Rahman Hakim, Kel Air DIngin, Kec Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Telp 0754-61985. Fax 0754 61985. Email: goedang.ransum@gmail.com. Lokasi GPS : -0.67868, 100.78090, Waze. Harga tiket masuk: Rp. 4.000 dewasa, Rp. 2.000 anak. Jam Buka: Selasa s/d Minggu 08.00 - 17.00. Rujukan : Hotel di Sawahlunto, Peta Wisata Sawahlunto, Tempat Wisata di Sawahlunto.Diubah: Februari 25, 2018.Label: Museum, Sawahlunto, Sumatera Barat, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.