Tugu Monumen Nasional

Kunjungan ke Tugu Monumen Nasional Jakarta sudah cukup sering. Secara umum kondisi Tugu Monas tak berubah, tetap menjulang tinggi dengan bongkah nyala api berlapis emas di puncaknya. Hanya saja Taman Medan Merdeka yang mengelilingi tugu tampak menjadi jauh lebih cantik, anggun, dan menyenangkan untuk mengayun langkah kaki.

Kawasan Tugu Monumen Nasional dibenahi lagi di jaman Gubernur Joko Widodo dan diteruskan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Bangku kayu beralas besi cor bercat putih terlihat di jalur pedestrian luar, sementara Taman Medan Merdeka punya jalur pedestrian dan bangku di bawah pepohonan rimbun.

Saat saya berkunjung, tak terlihat ada satu pun pedagang asong dan PKL, karena semuanya telah diberi tempat layak oleh Pemprov DKI di area Lenggang Jakarta, sejak 2015. Dari area parkir IRTI Monas, di sisi Jl Merdeka Selatan, kami berjalan 700 meter melewati Lenggang Jakarta hingga ke dekat Tugu Monas, dan kemudian berjalan 200 meter lagi ke jalan masuk lorong bawah tanah di sebelah utara Tugu Monas. Tugu Monumen Nasional memang wisata jalan kaki, meski tersedia angkutan wisata jika sabar menunggu.

Sepertinya Tugu Monumen Nasional tak pernah kehilangan daya tarik, buktinya berbondong orang masih saja menyemut seperti kena sihir emasnya. Banyak yang baru datang, banyak pula yang meninggalkan lokasi lantaran sudah datang sejak pagi. Bersepeda, jogging, atau kegiatan olah raga berkelompok lainnya juga biasa dilakukan di sana.

Di area dekat Tugu Monumen Nasional ada bokor-bokor beton besar berhias relief Garuda tunggangan Wisnu di latar depan. Sayang sekali kepala garudanya sudah banyak yang hilang entah kemana, menyisakan hanya sedikit yang masih utuh.

Jalur pejalan kaki menuju cawan Tugu Monumen Nasional dibuat melewati lorong bawah tanah yang lubang masuknya berada di sebelah utara tugu. Di dekat lorong itu ada Patung Pangeran Diponegoro terbuat dari perunggu seberat 8 ton yang dibuat pemahat Italia bernama Coberlato, disumbangkan oleh Konsul Jendral Honores, Dr Mario Bross.

Di sebelah patung ada kolam refleksi, kolam memanjang yang memantulkan Tugu Monas jika dilihat dari ujung utara kolam. Di dasar lorong bawah tanah kami membayar tiket masuk, yang bisa dilakukan dengan kartu Jakarta One atau membayar secara tunai.

Relief Sejarah Indonesia

Relief Sejarah Indonesia bisa dijumpai mengelilingi halaman pelataran Tugu Monumen Nasional Jakarta, yang bercerita mulai dari jaman kejayaan kerajaan Nusantara hingga jaman kemerdekaan. Ada penggambarkan kejayaan Kerajaan Singasari yang didirikan Ken Arok pada 1222, juga dari jaman Majapahit dengan patung Mapatih Gajah Mada yang gagah.

Relief sisi lainnya menggambarkan penggalan kisah semasa penjajahan Belanda, perjuangan rakyat dan tokoh nasional Indonesia, bangkitnya pergerakan nasional di awal abad ke-20, peristiwa Sumpah Pemuda, penjajahan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan RI, perjuangan revolusi paska proklamasi, hingga masa pembangunan Indonesia.

Saat itu antrian pengunjung terlihat menaga, karena besar dan panjangnya, di bawah cawan Tugu Monumen Nasional untuk masuk ke dalam lift yang akan membawa ke dek pandang di puncak tugu. Kami sempat mengantri selama beberapa menit, sebelum memutuskan untuk pergi karena lambatnya laju antrian. Jika ingin naik memang harus datang pagi-pagi, dan jangan mampir kemana-mana dulu.

Naskah Asli Proklamasi

Di dalam cawan Monumen Nasional terdapat ruang berbentuk amphitheater yang disebut Ruang Kemerdekaan. Di sini disimpan di kotak kaca naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dalam gerbang berlapis emas, Garuda Pancasila, Peta NKRI berlapis emas, Bendera Merah Putih, dan dinding bertuliskan isi Naskah Proklamasi.

Pelataran cawan tingginya 17 meter, sedangkan tinggi antara ruang Museum Sejarah Nasional Indonesia ke dasar cawan adalah 8 m (3 m di bawah tanah ditambah 5 m tangga ke dasar cawan), areanya berbentuk bujur sangkar 45 x 45 m, semuanya melambangkan angka keramat 17-8-1945.

Sedangkan obor kemerdekaan di puncak Tugu Monumen Nasional Jakarta yang fenomenal itu telah dilapis emas seberat 50 kg, 28 kg diantaranya sumbangan Teuku Markam, pengusaha asal Aceh. Obor emas itu tingginya 14 m, berdiameter 6 m, dan terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Obor yang semula beratnya 35 kg itu dilapis ulang dan ditambah berat emasnya menjadi 50 kg pada 1995 dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-50.

Pelataran Puncak

Di bawah obor emas terdapat pelataran puncak berukuran 11 x 11 m pada ketinggian 115 meter dari permukaan tanah yang bisa dicapai dengan lift berkapasitas 11 orang. Di pelataran yang menampung sekitar 50 orang itu terdapat teropong untuk melihat ke seluruh penjuru Kota Jakarta. Baru sekali saya ke pelataran puncak itu.

Sebagai bagian sistem pendingin udara kawasan Tugu Monumen Nasional adalah kolam refleksi di sisi utara, kolam air mancur yang menari setiap malam Minggu di sisi Barat yang berdekatan dengan Halte TransJakarta, serta kolam air mancur lagi di sisi Timur, dekat Patung Kartini yang sebelumnya berada di samping Taman Suropati dan tempatnya digantikan dengan Patung Pangeran Diponegoro.

Sejarah Tugu Monumen Nasional

Adalah Presiden Soekarno yang berkeinginan mendirikan Tugu Monumen Nasional. Atas perintahnya, pada 17 Agustus 1954 dibentuk komite untuk menyelenggarakan lomba rancang monumen nasional pada 1955. Dari 51 rancangan, terpilih karya Frederich Silaban. Pada sayembara kedua tahun 1960 yang diikuti 136 peserta, tidak ada satu pun yang memenuhi persyaratan komite.

Ketika rancangan Silaban diperlihatkan kepada Soekarno, Silaban diminta oleh Soekarno untuk merancang ulang Monumen Nasional dengan mengadopsi bentuk Lingga Yoni. Hasil rancangan ulang Silaban ternyata memakan biaya sangat besar, akan tetapi Silaban menolak merancang bangunan monumen yang lebih kecil. Arsitek R.M. Soedarsono kemudian diminta Presiden Soekarno untuk melanjutkan rancangan Silaban.

Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, ke dalam rancangan Silaban. Tugu Monumen Nasional mulai dibangun 17 Agustus 1961 saat Presiden Soekarno secara simbolis menancapkan pasak beton pertama di area taman seluas 80 ha itu. Menurut catatan, fondasi Tugu Monas selesai dibuat pada Maret 1962 dengan 284 pasak beton sebagai fondasi bangunan dan 360 pasak bumi sebagai fondasi Museum Sejarah Nasional.

Dinding museum selesai dikerjakan Oktober, dan tugu Lingga selesai dibuat Agustus 1963. Konsep Lingga Yoni yang digagas Presiden Soekarno ini, perlambang kesuburan dan keberlangsungan kehidupan, jauh lebih membumi ketimbang Monumen Simpang Lima Gumul di Kediri.

tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta monumen nasional jakarta monas jakarta monumen nasional tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta tugu monumen nasional monas jakarta

Tugu Monas juga melambangkan pasangan Alu - Lesung yang akrab dengan kehidupan para petani dan kebanyakan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Tugu Monumen Nasional resmi dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975, yang dilakukan oleh Presiden Soeharto, meski masih ada perbaikan di sana sini.

Lokasi Tugu Monumen Nasional berada di Taman Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Telepon 021-3504333. E-mail mtugumonas@yahoo.co.id. Lokasi GPS : -6.175542, 106.827117, Waze. Jam buka : 08.00 - 21.00. Senin pekan terakhir tutup. Harga tiket masuk : Rp. 5.000, pelajar Rp 3.000, anakRp 2.000, Rp. 10.000 puncak Monas, pelajar Rp 5.000, anak-anak Rp 2.000. Hotel di Jakarta Pusat, Hotel Melati di Jakarta Pusat, Peta Wisata Jakarta Pusat, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Pusat, Nomor Telepon Penting.

Diubah: Desember 07, 2024.
Label: Jakarta, Jakarta Pusat, Monumen, Wisa, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »