Jika monumen Arc de Triomphe di Paris, yang diilhami monumen Arch of Titus orang Romawi, dibuat untuk menghormati mereka yang mati bagi Perancis dalam Revolusi Perancis dan Perang Napoleon, maka tidak jelas Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini dibuat untuk siapa.
Mengapa pula bupati yang memprakarsainya tidak membuat monumen agung yang mengambil bentuk dari akar budaya setempat. Bagaimana pun, setidaknya jalanan di sekeliling monumen ini sudah ditata baik, dengan jajaran pohon pakis yang memberi kehijauan meski tidak akan cukup memberi keteduhan bagi pejalan dari terik matahari Kediri.
Pohon pakis yang ditananam mengelilingi Monumen Simpang Lima Gumul ini sekarang mestinya sudah tinggi, hanya saja belum cukup untuk menaklukkan terik matahari Kediri yang kejam. Pohon Beringin dan Pohon Kepuh baiknya juga ditanam di beberapa sudut untuk memberi keteduhan. Bangunan monumen mulai dibangun oleh pemerintah daerah setempat pada tahun 2003 dan baru diresmikan pemakaiannya setelah lima tahun kemudian.
Proyek ini dikabarkan merupakan bagian dari rencana besar Pemerintah Kabupaten Kediri untuk membuat sebuah Pusat Perdagangan yang juga berfungsi sebagai pusat rekreasi. Sebuah pemikiran dan rencana yang tampak sangat baik, namun sayang sekali pemilihan ikon-nya menjadi kontroversial dan tidak begitu produktif, mungkin karena lemahnya tindak lanjut.
Apa yang terpikir ketika itu adalah Monumen Simpang Lima Gumul tidak memiliki ornamen yang mengesankan dan terasa sangat sepi, jauh dari kesan keagungan. Relief yang konon menceritakan sejarah Kediri, namun peletakannya pada dinding sama sekali tak berselera, sangat berbeda dengan Arc de Triomphe maupun Arc de Titus dengan memiliki lekuk dan detail ornamen indah, yang menunjukkan keseriusan pembuatan dan cita rasa seni budaya tinggi.
Monumen Simpang Lima Gumul Kediri dilihat dari salah satu simpang di depannya. Jalanan berlapis aspal yang sangat lebar dan mulus di sekeliling monumen ini masih tampak terlalu mewah dan agak terasa mubazir karena saat itu belum ada kegiatan ekonomi yang berarti di sekitar lokasi monumen. Mudah-mudahan sekarang sudah lebih baik kondisinya.
Bagusnya adalah area parkir kendaraan dibuat dan ditata baik, dimana pengunjung melalui terowongan untuk ke lokasi monumen, sebagaimana jika orang berkunjung ke Monumen Nasional. Saat itu, tidak jauh dari area parkir, di lahan yang masih tidur di sekitar lokasi ini, seorang pria asik menyabit rumput, mungkin untuk pakan ternaknya, sementara sepedanya disenderkan pada pohon di tepian jalan.
Bangunan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri memiliki enam lantai setinggi 30 m dan seluas 6.186 m2. Pembangunannya menelan biaya Rp 300 milyar lebih. Sementara Arc de Triomphe tingginya 50 m, dengan lebar 45 m dan ketebalan 22 m. Charles Godefroy pernah menerbangkan pesawat Nieuport biplane-nya melalui lubangnya pada perayaan berakhirnya Perang Dunia I.
Di sudut-sudut monumen dipasang arca, diantaranya Arca Ganesha, dewa yang banyak dipuja oleh umat Hindu dengan gelar Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan, Dewa Pelindung, Dewa Penolak Bala dan Dewa Kebijaksanaan. Arca yang sesungguhnya cukup besar itu, terlihat kerdil karena tak seimbang dengan ketinggian Monumen Simpang Lima Gumul, sehingga tidak cukup menerbitkan decak kagum.
Salah satu lorong yang membelah tengah Monumen Simpang Lima Gumul Kediri, memperlihatkan perbandingan ketinggian monumen dengan orang yang ada di bawahnya. Monumen ini mestinya bisa menjadi sebuah pameran citarasa seni budaya tinggi yang sejak jaman dahulu telah ada dan tumbuh di wilayah Kediri. Sayangnya belum.
Untuk menjadi bangunan megah yang agung dan membumi, rancangannya perlu dikerjakan dengan jauh lebih baik lagi. Namun suka tidak suka, monumen itu sudah selesai dibangun, dan telah pula menelan biaya ratusan miliar uang negara. Monumen ini tinggal diperbaiki dan dikembangkan, baik dari sisi seni budaya maupun ekonominya.
Tentu sebaiknya bangunan ini diperkaya dengan detail ornamen yang mampu menunjukkan keagungan budaya Kediri yang tua dan kuat, dan menjadi inspirasi masyarakat serta bagi pejalan yang berkunjung. Dengan demikian, aspek ekonominya bisa berkembang seiring dengan bunyi decak kagum pejalan yang mengunjunginya.
Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
Alamat : Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kediri Kabupaten, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.8160689, 112.0620649, Waze. Jam buka : 24 jam. Harga tiket masuk : gratis. Rujukan : Hotel di Kediri, Tempat Wisata di Kediri, Peta Wisata Kediri.Lorong Monumen Simpang Lima Gumul ini bisa menjadi sebuah pameran citarasa seni budaya tinggi yang sejak jaman dahulu telah ada dan tumbuh di wilayah Kediri. Sayangnya belum.
Tampak muka Monumen Simpang Lima Gumul. Relief pada empat bidang dinding monumen menjadi tempelan-tempelan yang tak menyatu dengan keseluruhan rancangan monumen yang sayangnya sangat miskin ornamen budaya tua Kediri.
Keempat relief yang menghias dinding depan Monumen Simpang Lima Gumul juga tidak dikerjakan dengan detail yang baik sehingga tak mampu menimbulkan bunyi decak kagum, meskipun juga tidak bisa dikatakan buruk.
Pilar-pilar pada lorong Monumen Simpang Lima Gumul ini sungguh sepi ornamen, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Membuat sebuah bangunan semacam ini mestinya dilakukan dengan penuh kecintaan dan menjadi wujud luapan citarasa seni budaya luhur nenek moyang Kediri.
Relief Monumen Simpang Lima Gumul yang menggambarkan ritual adu cambuk yang masih hidup di masyarakat Kediri sebagai upaya untuk memanggil hujan. Ritual ini berasal dari tradisi para gembala yang sering berjuang keras untuk mendapatkan air bagi ternak mereka di musim kemarau.
Relief sederhana yang ada di bagian atas menggambarkan empat punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Sedangkan relief di bagian bawah menggambarkan kepercayaan yang hidup di negeri ini.
Relief yang menggambarkan tempat-tempat ibadah dari agama dan kepercayaan utama yang hidup di negeri ini, juga relief orang-orang dengan pakaian yang biasa digunakan oleh para penganutnya.
Relief yang menggambarkan suasan pedesaan dengan sawah dan gunung. Ada pula jembatan dan bangunan industri. Di latar depan menggambarkan keluarga petani dengan dua anaknya yang membawa tas dan buku, mungkin membawa pesan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak.
Relief bagian atas menggambarkan budaya terbangan atau menabuh rebana, sedangkan relief di bagian bawah tampaknya mencoba menggambarkan budaya agraris masyarakat setempat selain menggambarkan anak-anak sekolah.
Pelataran depan Monumen Simpang Lima Gumul yang dipagari dengan batang besi dan rantai yang dihias dengan deretan pohon pakis yang mengelilingi monumen.
Jalan raya di sekeliling Monumen Simpang Lima Gumul yang berhias pohon pakis ini sudah sangat baik. Semoga saja terus dijaga dan ditingkatkan kemanfaatannya.
Area parkir kendaraan yang dibuat dan ditata dengan baik, dimana dari sini pengunjung bisa melalui sebuah terowongan untuk menuju ke lokasi Monumen Simpang Lima Gumul.
Seorang lelaki tampak sedang menyabit rumput di lahan tidur, mungkin untuk pakan ternaknya, di sekitar lokasi Monumen Simpang Lima Gumul, sementara sepedanya disenderkan di sebuah pohon kecil di tepian jalan.
Saat itu jalanan lebar dan mulus di sekeliling juga tampak terlalu mewah karena belum ada kegiatan ekonomi yang berarti di sekitar lokasi. Monumen Simpang Lima Gumul di Kediri ini mulai dibangun pada tahun 2003 dan baru diresmikan pada tahun 2008.
Diubah: Desember 13, 2024.
Label: Jawa Timur, Kediri, Monumen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.