Masjid Al Wustho Mangkunegaran: Pertengahan Kasunanan dan Kepatihan

Letak Masjid Al Wustho Mangkunegaran Solo hanya sekitar 60 meter dari pertigaan jalan samping ke Puro Mangkunenaran, istana kuno yang saya kunjungi beberapa saat sebelumnya, namun terpaksa balik badan lantaran tutup pada hari libur nasional itu. Sebuah informasi penting yang tak saya ketahui sebelumnya.

Tembok dan gerbang masuk ke halaman Masjid Al Wustho Mangkunegaran persis di tepi Jalan Kartini di wilayah Banjarsari, Solo. Tembok luarnya tidak rata, tinggi rendah membentuk kuncup-kuncup daun besar kecil berselang-seling, sedikit lebih tinggi dari orang dewasa.

Mobil bisa masuk ke dalam halaman Masjid Al Wustho Mangkunegaran, namun ketika Jumatan dua hari kemudian di tempat ini kami hanya kebagian parkir di tepi jalan. Itupun pada lajur kedua.

Di kompleks masjid seluas 4.200 m2 ini terdapat sebuah bangunan berbentuk bundar yang disebut maligen yang dibangun oleh Mangkunegara V untuk khitanan putra kerabat Mangkunegaran. Sejak Mangkunegara VII, maligen boleh digunakan oleh perkumpulan Muhammadiyah sebagai tempat khitanan masyarakat umum.

Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloSimetri ruang utama Masjid Al Wustho yang berukuran 24 x 22 m, memperlihatkan empat sakaguru dan 12 sakarawa dengan warna dominan hijau dan keemasan.Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloUkiran kaligrafi indah pada saka guru Masjid Al Wustho Mangkunegaran. Meskipun secara umum masjid ini terkesan sederhana, namun terawat dan bersih.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloRuang utama Masjid Al Wustho Mangkunegaran yang memperlihatkan keelokan jajaran empat sakaguru dan 12 sakarawa (penyangga pembantu) yang juga menjadi ciri khas masjid di Jawa. Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloMimbar kayu dengan ukiran penuh sepanjang bidangnya. Motif ukiran kebanyakan daun, bunga, dan suluran. Tak terlihat ada ukiran binatang atau benda tertentu.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloTengara pada dinding serambi Masjid Al Wustho Mangkunegaran yang separuhnya ditulis dalam aksara Arab, dan separuhnya lagi ditulis dalam aksara Jawa. Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloTengara Cagar Budaya yang diberikan kepada Masjid Al Wustho Mangkunegaran oleh pemerintah Kota Solo pada November 2012.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloBedug besar bernama Kanjeng Kyai Danaswara yang terlihat kulitnya masih baru dan kentongan kayu tanpa nama yang besar dan tinggi digantung di sisinya. Serambi ini berukuran 22 x 11 meter.Masjid Al Wustho Mangkunegaran Solo Atap masjid berbentuk tajug tumpang tiga dengan mustaka, adalah rancangan ulang Herman Thomas Karsten, arsitek Belanda, ketika dilakukan renovasi besar atas prakarsa Mangkunegara VII.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloPenjaga dengan latar menara masjid setinggi 25 meter dan diameter 2 meter. Menara itu pintunya terkunci, sehingga saya tidak bisa menengok ke dalam.Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloHalaman Masjid Al Wustho Mangkunegaran yang cukup luas. Gapura di depan serambi disebut markis, berukuran 5 x 5 m berhias relief kaligrafi aksara Arab.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloMomen saat seorang ibu mendorong dagangannya melintas di depan gerbang Masjid Al Wustho Mangkunegaran Solo. Gerbang paduraksa ini dibuat pada 1917-1918, berhiaskan kaligrafi Arab.Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloPrasasti pada dinding masjid yang ditulis dalam aksara Arab dan Jawa. Yang kiri sedikit-sedikit masih bisa baca, namun yang kanan sudah nyaris tak bisa membacanya lagi.
Masjid Al Wustho Mangkunegaran SoloGapura paduraksa di sebelah luar yang berbatasan dengan jalan dan satu lagi di dekat serambi. Umumnya gapura paduraksa hanya satu, memisahkan bagian tengah dengan bagian dalam yang sakral, sedangkan untuk memisahkan bagian tengah dengan bagian luar menggunakan gapura candi bentar.

Masjid Al Wustho Mangkunegaran awalnya dibangun atas prakarsa Pangeran Sambernyawa atau KGPAA Mangkunegara I (7 April 1725 – 28 Desember 1795 ) sebagai Lambang Panatagama. Masjid itu sebelumnya berada di wilayah Kauman, Pasar Legi, lalu dipindahkan ke tempatnya yang sekarang oleh Mangkunegara II. Menara tunggal setinggi 25 meter dan berdiameter 2 meter dibangun pada 1926.

Pada serambi berukuran 22 x 11 meter itu juga terdapat sebuah bedug besar bernama Kanjeng Kyai Danaswara yang terlihat kulitnya masih baru dan kentongan kayu tinggi digantung di sisinya. Semua pintu masuk dari serambi terkunci, namun pintu samping yang berada di dekat tempat wudhu dibuka, sehingga saya bisa masuk ke dalam ruang utama masjid setelah mengambil air wudhu.

Ruang utama Masjid Al Wustho Mangkunegaran yang berukuran 24 x 22 m, pada arah pandang ke mihrab atau bagian yang menunjukkan arah kiblat. Mimbar kayu berukir penuh dan indah dengan motif bunga dan suluran berada diluar mihrab, di sisi kanan.

Bagian mihrab yang berbentuk kuncup juga dihias tulisan kaligrafi huruf Arab yang diukir pada kayu mengikuti lekuk lubang mihrab. Selain lampu gantung kristal di tengah, juga ada beberapa lampung gantung kristal yang lebih kecil pada keempat sisi. Status Benda Cagar Budaya diberikan kepada Masjid Al Wustho oleh pemerintah Kota Solo pada November 2012.

Nama Al Wustho pertama kali digunakan pada 1949 oleh Raden Tumenggung KH Imam Rosidi yang menjadi Penghulu Pura Mangkunegaran. Al-Wustho berarti tengah atau pertengahan, merujuk pada ukuran masjid yang tidak sebesar Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta namun tidak sekecil Masjid Kepatihan.

Masjid Al Wustho Mangkunegaran

Alamat : Jl. Kartini, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.5655028, 110.8216344, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.

Diubah: Desember 06, 2024.
Label: Jawa Tengah, Keraton, Masjid, Solo, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang,
seorang penyusur jalan.
Traktir BA? Scan GoPay, atau via Paypal. GBU.
« Baru© 2004 - IkutiLama »