Kunjungan ke Kelenteng Sam Poo Kong Semarang ini memicu munculnya pertanyaan soal berapa lama orang akan mengingat nama dan hal-hal yang kita pernah lakukan, perbuatan baik atau pun jahat, ketika jasad sudah tidak lagi beredar di atas bumi tua yang ringkih ini.
Mungkin tiga generasi bagi sebagian besar kita jika dikaruniai keturunan, dan kurang dari itu jika tidak. Hidup begitu singkat, dan ingatan manusia berputar sedikit lebih lama lagi dari itu.
Laksamana Cheng Ho adalah satu dari orang langka yang terpilih untuk hidup selama lebih dari 600 tahun di kepala banyak orang, khususnya mereka yang tinggal di kota Semarang, Jawa Tengah. Cheng Ho, yang lahir sebagai seorang Tionghoa muslim, hidup di masa pemerintahan kaisar ketiga Dinasti Ming. Ia ditugaskan kaisar untuk mengarungi samudera untuk melaksanakan misi khusus dalam bidang politik dan perdagangan dengan negara-negara asing.
Papan yang menunjukkan nama tempat itu berada di sebelah kanan dari pintu masuk Kelenteng Sam Poo Kong Semarang. Dua ekor naga berhadapan sedang berebut mustika tampak di atas pintu gerbang kelenteng. Ini adalah foto lama sehingga penampilan bagian depan kelenteng tentunya sudah berubah menjadi jauh lebih baik, seiring meningkatnya kemakmuran umat yang beribadah di sana.
Salah satu sebab yang membuat orang tertarik untuk berkunjung ke sebuah kelenteng, sebagaimana orang senang berkunjung ke candi, adalah karena tebaran produk budaya yang ada di sana, baik berupa ornamen ukir, patung, atau pun relief. Selain keindahan yang terpancar dari mahakarya tangan-tangan terampil itu, di dalam setiap benda yang ada di sana juga terkandung kisah menarik yang menginspirasi.
Penampakan pada dua bangunan utama Kelenteng Sam Poo Kong Semarang dimana peziarah biasa melakukan prosesi ritual di ruangan terbuka yang berada di dalam bangunan. Kelenteng ini pertama kali dibangun pada tahun 1724, tentunya dengan bentuk yang masih sederhana, dan pada tahun itu juga telah didirikan bangunan emperan di depan Gua Batu. Ruangan di dalam gedung utama berhias ukiran naga dan ramai dengan gelantungan lampion kertas berwarna merah yang cantik.
Kelenteng ini memiliki halaman sangat luas yang di setiap masing-masing sudutnya terdapat sebuah arca seukuran orang dewasa berpakain perang lengkap dengan memegang berbagai jenis senjata, dengan raut wajah, dan dengan ciri-ciri yang berbeda. Tak ada keterangan siapa mereka itu, namun mestinya ada cerita menarik tentang riwayat setiap sosok patung itu.
Ada replika dalam ukuran kecil menggambarkan salah satu kapal yang pernah digunakan oleh Laksamana Cheng Ho untuk menjelajah samudera. Kapal yang terbuat dari semen itu diletakkan di bawah sebuah pohon beringin yang teduh di ujung area Kelenteng Sam Poo Kong Semarang. Replika jangkar kapalnya disimpan di gedung yang ada di dekatnya.
Satu hal yang saya ketahui belakangan adalah bahwa dahulu orang-orang Tionghoa yang memuja Cheng Ho umumnya tidak makan babi, mengikuti contoh yang dilakukan semasa hidupnya. Namun tak jelas apakah kebiasaan tidak makan daging hewan gemuk pendek itu masih berlangsung hingga sampai saat ini di tengah kehidupan yang semakin longgar nilai.
Sebuah relief memanjang terlihat pada dinding di bagian belakang bangunan yang menggambarkan cerita perjalanan Laksamana Cheng Ho dengan keterangan dalam bahasa Indonesia dan Inggris, yang di tengahnya terdapat lubang pintu masuk ke dalam Gedong Batu, tempat Cheng Ho pernah beristirahat. Namun saya tidak masuk karena selera langsung jatuh saat mengetahui bahwa orang tidak diperbolehkan memotret di dalam ruangan gua.
Keberadaan Kelenteng Sam Poo Kong Semarang menjadi bukti bahwa sosok Cheng Ho hidup jauh lebih lama ketimbang jasadnya yang tak jelas dimana rimba semayamnya, meski makam untuknya dibangun di tempat dimana ia lahir. Selain bersembahyang kepada Thian dan para dewa, kelenteng adalah juga tempat dimana orang-orang besar di masa lalu disembahyangi dan dipuja karena sifat dan tindak keteladanannya yang luar biasa.
Beruntunglah mereka yang ruhnya hidup berabad-abad dan terus menjadi inspirasi, namun orang tak pernah tahu berapa lama nama dan warisannya akan tetap bertahan dalam ingatan mereka yang hidup. Meski itu mungkin itu bukan hal yang penting, namun coba ajukan pertanyaan itu sebelum menutup mata malam ini, dan biarkan pikiran mengembara selama beberapa saat untuk mencari petunjuk.
Kelenteng Sam Poo Kong Semarang
Alamat : Jl. Simongan 129, Semarang. Lokasi GPS : -6.9958392, 110.3983499, Waze. Harga tiket masuk: Rp8.000 (2020). Jam buka: 08.00 - 20.00. Hotel di Semarang, Tempat Wisata di Semarang, Peta Wisata Semarang.Di setiap sudut halaman depan Kelenteng Sam Poo Kong terdapat empat arca berpakain perang seukuran orang dewasa dengan membawa senjata, dengan raut wajah, dan dengan ciri-ciri yang berbeda.
Tampak depan gedung utama Kelenteng Sam Poo Kong Semarang.
Pemandangan di dalam gedung utama Kelenteng Sam Poo Kong, yang menunjukkan ukiran naga Cina yang terkenal dan lampion kertas berwarna merah yang cantik.
Sebuah replika kecil kapal Cheng Ho yang terbuat dari semen, yang diletakkan di bawah sebuah pohon beringin yang teduh di ujung halaman Kelenteng Sam Poo Kong.
Replika jangkar kapal Laksamana Cheng Ho yang disimpan di salah satu gedung di Kelenteng Sam Poo Kong.
Sebuah relief Kelenteng Sam Poo Kong yang menggambarkan cerita perjalanan Laksamana Cheng Ho, dengan keterangan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Di tengah relief, pengunjung akan melihat gua yang bernama Gedong Batu itu. Namun saya tidak masuk ke dalamnya karena orang tidak diperbolehkan memotret di dalam ruangan gua.
Pintu masuk ke Gedong Batu.
Diubah: Desember 17, 2024.
Label: Cheng Ho, Jawa Tengah, Kelenteng, Semarang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.