Hanya saja destinasi lain itu belum semua dikelola dengan baik. Secara kebetulan karena beberapa destinasi wisata kuburan alam Toraja letaknya berdekatan dan bisa dijangkau dalam sehari, maka satu hari ini langkah kami memang sengaja difokuskan ke kuburan ;)
Setelah puas mengunjungi Lemo, kami melanjutkan langkah ke Desa Sandan Uai untuk uji nyali di Kuburan Londa. Kali ini kami berbalik arah menyetop angkutan umum yang menuju ke Rantepao dan turun di Sanggalangi.
Pemandangan yang bisa dinikmati dalam perjalanan menuju Londa (dok. Chandra Christianti)
Sama seperti di Lemo, tak ada angkutan umum yang khusus melayani trayek ke Londa tapi ada jasa ojek yang bisa digunakan; hanya saja bagi kami berempat tetap lebih seru ya jalan kaki! Lagipula 'gak terlalu jauh koq untuk sampai di kawasan wisatanya. Dari jalan besar berjarak sekitar 1,8 km ditempuh dengan berjalan santai 10 - 15 menit untuk sampai di loket pembelian tiket masuk. Karena sepanjang perjalanan alamnya memikat, kami pun beberapa kali berhenti mengabadikan atau sekedar menghirup udara segarnya.
Cuaca sudah lebih bersahabat, matahari tak terlampau menyengat karena terhalang oleh rimbunnya daun bambu dan pepohonan yang tumbuh lebat di kiri kanan jalan. Saat lagi asik menikmati alam, kami kembali berpapasan dengan seorang pejalan yang sebelumnya juga kami temui di perjalanan ke Lemo.
Anton namanya, dia dari Kalimantan dan sedang menjalankan misi seorang pejalan menyusuri Sulawesi dari Utara hingga Selatan. Sebagai sesama pejalan tanpa terasa kami mengobrol akrab sembari menunggu tiga kawan yang asik memotret di bibir sawah. Karena dirinya hanya transit sehari di Toraja sebelum bertolak ke Pare-pare dengan bis malam, saya sarankan untuk mengunjungi upacara Rambu Solo' (=upacara kematian) yang sedang berlangsung di Malakiri. Tempatnya tak jauh dari Rantepao dan yang terpenting momen kunjungannya menjadi lengkap. Setengah perjalanan, kami iseng menyetop sebuah kijang yang melaju dengan santai dan kami pun mendapat tebengan hingga ke pelataran Londa.
Jejeran tau-tau (=patung orang meninggal) di tempat khusus, "menyambut" kedatangan pengunjung di pelataran wisata Kuburan Londa, Toraja (dok. Chandra Christianti)
Londa adalah kuburan alam dari masa lampau yang diperuntukkan bagi kaum bangsawan dengan dua buah gua besar yang bisa dimasuki oleh pengunjung berisi peti mati dan tengkorak manusia. Dahulu kala Londa yang berada kawasan bukit Patabang Bunga ini adalah titik pertahanan bangsawan Toraja dari serangan Kerajaan Bone, sehingga untuk mengantisipasi serangan dibangunlah sebuah benteng pertahanan di punggung bukit yang dikenal dengan Benteng Tarangenge.
Erong diatur sedemikian rupa mengantung di dinding bukit
Yang membedakan adalah patung atau tau-tau yang ada di Londa dibuat dengan ukuran sesuai aslinya dan didandani layaknya yang bersangkutan semasa hidupnya. Patung-patung ini ditempatkan dalam satu "ruang semacam beranda" besar di sisi atas mulut gua seakan penyambut tamu setiap kunjungan. Tidak semua yang meninggal memiliki patung, hanya golongan bangsawan yang prosesi pemakamannya diadakan dengan upacara adat tertinggi yang berhak dibuatkan patung tersebut.
Dua buah tengkorak yang teronggok dalam peti di salah satu sudut dalam gua Londa, Toraja
Di bagian luar gua pengunjung akan menjumpai beberapa peti mati model kuno yang tergantung ataupun diletakkan begitu saja di atas tanah. Peti mati ini disebut erong dengan 3 (tiga) bentuk masing-masing rumah adat (=keturunan bangsawan), kerbau (= pria) dan babi (= wanita). Peletakan peti-peti ini mengikuti strata sosial dari yang meninggal. Semakin tinggi status sosialnya, semakin tinggi pula letak erong-nya.
Erong yang sudah berlumut tergeletak di depan pintu masuk salah satu gua di Londa
Tengkorak sepasang kekasih yang masih bertalian darah. Romi & Yuli dari Londa memilih mengakhiri hidupnya karena hubungan mereka tidak direstui oleh keluarga
Stalakmit dan stalaktit di dalam gua berhiaskan tengkorak dan peti mati (dok. Chandra Christianti)
Kedalaman gua +/- 1000 meter, dapat diakses dengan bantuan penerangan lampu petromaks yang dapat disewa di depan pintu masuk. Meski telah membawa headlamp kami tetap menyewa sebuah lampu petromaks untuk mengantisipasi sumber cahaya saat memotret. Dan, kami beruntung mendapatkan paket sewa lampu dengan pemandu yang cukup informatif dalam berbagi kisah seputar kuburan Londa. Bila tertantang untuk melihat suasana di dalam gua, jangan sia-siakan kesempatan tersebut.
Sebuah liang di puncak Londa yang terlihat dari bukit di seberangnya, menandakan derajat sosial dari yang meninggal cukup tinggi (dok. Chandra Christianti)
Puas keluar masuk di dua gua yang ada, kami beristirahat sejenak di bangku-bangku yang terbuat dari batu di pelataran taman kecil di depan mulut gua. Di pelataran ini cukup sejuk menikmati panorama Londa sebelum kmbali ke pintu masuk. Kami sengaja memilih jalan memutar dan meniti undakan yang lebih banyak dengan melewati beberapa kios pengrajin.
Kuburan Londa
Alamat: Desa Sandan Uai, Kec. Sanggalangi. 6 km Selatan Rantepao, Toraja Utara. Lokasi GPS: -3.014903, 119.875864, Waze. Angkutan umum Rantepao - Jur Makale Rp 3.000. Ojek menuju Londa Rp 5.000. Harga tiket masuk: Rp 5,000/orang. Wisatawan Asing: Rp 10,000/orang. Sewa Lampu: Rp 25,000/lampu (termasuk pembawa yang merangkap pemandu). Rujukan : Hotel di Toraja, Tempat Wisata di Toraja.Diubah: Juni 28, 2018.Label: Makam, Olyvia Bendon, Sulawesi Selatan, Tana Toraja, Toraja
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.