Inilah untuk pertama kalinya saya melihat dengan mata kepala sendiri bentuk asli Waruga, dalam jumlah yang sangat banyak. Waruga adalah kubur batu orang Minahasa kuno dengan bentuk dan filosofi yang unik. Setelah mobil berhenti di tempat parkir kendaraan yang cukup luas, dua diantara kami berjalan menuju ke Taman Purbakala Waruga Sawangan yang pintu masuknya berjarak sekitar 50 meter dari tempat parkir.
Di lorong antara tempat parkir dan pintu masuk ke Taman Purbakala inilah terdapat relief pada tembok di kiri - kanan jalan, yang menjelaskan mengenai proses pembuatan Waruga dan bagaimana cara pemakaiannya sebagai tempat penyimpan jasad orang Minahasa kuno yang telah meninggal.
Sebuah tengara yang mewartakan tentang pemugaran Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan pada 1977-1978. Peresmiannya dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI waktu itu, yaitu DR. Daoed Joesoef, sosok yang terkenal dengan kebijakan sterilisasi kampus dari kegiatan politik praktis, NKK-BKK.
Kata waruga konon berasal dari kata Wale yang berati rumah, dan Maruga yang berarti badan yang akan menjadi hancur. Pemakaian waruga di kalangan masyarakat Minahasa kuno ini diperkirakan baru terjadi pada abad IX, dan terus dipergunakan sampai dilarang pemakaiannya oleh penguasa Belanda pada 1860, karena dianggap sebagai sumber terjadinya wabah penyakit tipus dan kolera.
Ukiran yang ditoreh pada tutup Waruga ditengarai memiliki arti tertentu. Ukiran berbentuk seorang pria misalnya menunjukkan bahwa si mati adalah seorang pemimpin. Sedangkan jumlah garis (di atas ukiran orang) menunjukkan jumlah mayat yang diletakkan di dalam waruga, karena satu waruga bisa diisi oleh beberapa mayat yang berasal dari satu keluarga.
Relief pertama di Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang menunjukkan bagaimana waruga dibuat. Sebuah waruga terbuat dari dua buah batu utuh yang dibuat dengan cara menatah, dimana bagian bawahnya berbentuk persegi empat dengan ruang penyimpan mayat di tengahnya, dan tutup yang berbentuk seperti atap sebuah rumah yang langsing di bagian atasnya.
Relief kedua di Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan memperlihatkan bagaimana nenek moyang orang Minahasa membawa waruga dari tempat pembuatannya ke tempat dimana waruga itu akan digunakan. Jika melihat ukuran batu yang digunakan sebagai waruga yang tinggi bagian bawahnya sekitar 1 meter, sungguh luar biasa kekuatan orang yang membawa waruga dengan cara seperti itu.
Barangkali setelah mereka mengenal roda maka cara membawa batu yang berat itu kemudian berubah, dengan meletakkannya di atas gerobak dan lalu ditarik oleh tenaga manusia maupun hewan seperti sapi atau kerbau. Namun alat transport seperti itu boleh jadi tak banyak membantu jika lokasinya ada di perbukitan atau pegunungan.
Relief ketiga di Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang memperlihatkan tempat-tempat dimana waruga biasa disimpan, sedangkan relief keempat Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang menunjukkan bahwa sebelum jasad yang meninggal dimasukkan ke dalam lubang, terlebih dahulu dimasukkan benda milik si mati, yang bisa berupa gelang, manik-manik, piring, sendok, mangkuk, uang benggol, parang, dsb.
Relief kelima Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan memperlihatkan cara si mati dimasukkan ke dalam waruga, yaitu diletakkan pada posisi duduk dengan tumit kaki menempel bokong dan kepala mencium lutut, dikembalikan seperti ketika masih dalam perut ibu. Wajah si mati ini dihadapkan ke arah utara dimana konon surga berada atau tempat nenek moyang mereka berasal.
Relief berikutnya di Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang menunjukkan posisi si mati di dalam batu waruga. Di dalam kandungan ibu, posisi tubuh laki-laki dan perempuan sama, namun saat dikubur di dalam waruga orang Minahasa kuno membedakan laki-laki dan perempuan pada posisi jari-jemari tangannya. Di dalam waruga, jari-jemari tangan perempuan dibuat mengepal, sedangkan jari-jemari tangan laki-laki dibuat saling mengunci.
Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan
Alamat: Desa Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Lokasi GPS : 1.3919564, 124.9649844, Waze. Tempat Wisata di Minahasa, Peta Wisata Minahasa, Hotel di Manado.Relief yang memperlihatkan kubur batu waruga yang diletakkan tidak begitu jauh dari rumah warga yang dibuat dalam bentuk rumah panggung. Kedekatan jarak antara waruga dan permukiman penduduk bisa menjadi masalah kesehatan serius, oleh sebab kubur batu itu tidak sepenuhnya tertutup sehingga bisa menjadi sebab timbulnya wabah penyakit yang berbahaya.
Relief keempat Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang menunjukkan bahwa sebelum jasad yang meninggal dimasukkan ke dalam lubang, terlebih dahulu dimasukkan benda milik si mati, yang bisa berupa gelang, manik-manik, piring, sendok, mangkuk, uang benggol, parang, dsb.
Relief kelima Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan memperlihatkan cara si mati dimasukkan ke dalam waruga, yaitu diletakkan pada posisi duduk dengan tumit kaki menempel bokong dan kepala mencium lutut, dikembalikan seperti ketika masih dalam perut ibu. Wajah si mati ini dihadapkan ke arah utara dimana konon surga berada atau tempat nenek moyang mereka berasal.
Relief di Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan yang menunjukkan posisi si mati di dalam batu waruga. Kata waruga konon berasal dari kata Wale yang berati rumah, dan Maruga yang berarti badan yang akan menjadi hancur.
Di dalam kandungan ibu, posisi tubuh laki-laki dan perempuan sama, namun saat dikubur di dalam waruga orang Minahasa kuno membedakan laki-laki dan perempuan pada posisi jari-jemari tangannya. Di dalam waruga, jari-jemari tangan perempuan dibuat mengepal (relief sebelah kanan), sedangkan jari-jemari tangan laki-laki dibuat saling mengunci (relief sebelah kiri).
Ukiran pada tutup Waruga memiliki arti tertentu. Ukiran berbentuk seorang pria misalnya menunjukkan bahwa si mati adalah seorang pemimpin. Sedangkan jumlah garis (di atas ukiran orang) menunjukkan jumlah mayat yang diletakkan di dalam waruga, karena satu waruga bisa diisi oleh beberapa mayat yang berasal dari satu keluarga.
Pintu masuk ke dalam kompleks Taman Purbakala Waruga-Waruga Sawangan. Di sebelah kanan terlihat sebagian relief yang tidak sempat diambil fotonya. Pemakaian waruga di kalangan masyarakat Minahasa kuno ini diperkirakan baru terjadi pada abad IX, dan terus dipergunakan sampai dilarang pemakaiannya oleh penguasa Belanda pada 1860, karena dianggap sebagai sumber terjadinya wabah penyakit tipus dan kolera.
Diubah: Desember 16, 2024.
Label: Minahasa, Relief, Sawangan, Sulawesi Utara, Waruga
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.