Urusan treking ini juga lain ceritanya. Setelah sempat mendaki Anak Krakatau dan terakhir mengejar matahari terbit di Bukit Sikunir. Tampaknya saya memang tidak berbakat dengan yang namanya treking. Pertama nafas tidak kuat karena jarang olahraga (olahraga di Jakarta cuma keliling mall), kedua faktor tidak hobi, ketiga ujung-ujungnya pasti ketinggalan. Jadi kesimpulannya, saya tidak mau ikut. Tetapi tak bagus juga saya yang mengatur perjalanan, masa tidak ikutan? Jadi yah terpaksa akhirnya ikut juga. Setengah hari treking kita potong menjadi hanya 3 jam.
Sehabis melihat proses memberi makan Orangutan. Kami langsung melanjutkan berjalan ke jalur treking. Pemandu lokal saya namanya Bang Josef, dan ditemani satu temannya Bang Erwin (setelah lama berjalan ternyata Bang Erwin orang Jawa, jadi ganti sebutannya jadi mas). Sebelum mulai, Bang Josef memberi sedikit pengetahuan tentang Orangutan dan kondisi tumbuhan dan hewan di Taman Nasional Gunung Leuser. Saya tentunya semangat mendengarkan. Singkat, jelas dan padat menurut pandangan saya ya. Soalnya kalau tidak jelas, boleh bertanya lagi sampai puas. Treking ini hanya diikuti kelompok saya tidak ada anggota dari grup lain. Jadi hampir semua tahu kemampuan antar peserta. Kalau lelah tinggal bilang mau istirahat.
Bang Josef Sedang Memberi Keterangan Tentang Kekuatan Akar Pohon
Seperti layaknya hutan, ya jalurnya hampir tidak ada yang baik. Taman Nasional Gunung Leuser termasuk dalam wilayah hutan hujan tropis, jadi karakternya lembab dan basah. Karena itu, bagi yang tidak terbiasa seperti kami harus ekstra hati-hati takut terpeleset. Biasanya kita mencari pegangan rantai pohon sambil berjalan. Kalau saya mencari aman, pilih merangkak turun kalau bertemu bebatuan yang licin.
Kondisi Hutan Licin dan Berlumut
Setiap ada tumbuhan atau hewan yang menarik, kita berhenti sekalian istirahat. Bang Josef selalu menjelaskan nama dan manfaat pohon yang kita lewati. Banyak tumbuhan yang bisa menjadi obat tradisional tumbuh di Gunung. Saat lintah menempel di kaki teman saya. Selain bantu melepaskan, dia juga menginformasikan manfaat lintah yang menghisap racun di tubuh kita. So informative deh pokoknya.
TN Gunung Leuser Ditetapkan Sebagai Cagar Biosfer dan Warisan Dunia
Entah karena terlalu lamban atau karena terlalu banyak berhenti, perjalanan molor dari yang tadinya 3 jam jadi seharian. Wuih lama juga. Kaki terutama pangkal paha paling berasa pegalnya. Biar semangat, setiap ada yang bertanya kapan sampai, dijawab bang Josef sebentar lagi sampai. Padahal tak sampai-sampai.
Hampir tengah hari dan medannya semakin susah dilalui. Untungnya kita tidak bertemu Harimau, yang merupakan spesies kebanggaan selain Gajah, Badak dan Orangutan di Sumatera. Sempat terpentok kamera karena terpeleset tapi selamat karena berpengangan pada batu. Terperosok ke bawah tapi tetap saja bercanda.
Hingga kita melihat air yang mengalir. Bengong karena happy, menuju TKP langsung minum airnya tanpa kepikiran kuman. Sebagai gambaran, rasa airnya dingin menyegarkan. Seperti kalimat tagline iklan. Tapi memang itu yang saya rasakan. Hampir satu botol saya minum dari situ karena rasanya segar banget.
Setelah Jalan Gak Berhenti-Berhenti, Akhirnya Kalap Melihat Air yang Jernih
Maunya sih mending lama di situ, tapi di suruh jalan lagi. Duh! Masih harus jalan ya. Buat yang tidak kuat bang Josef menawarkan untuk menggendong. Tapi masa iya, saya harus digendong untuk sampai. Apalagi mas Erwin sudah cukup sabar menunggu di belakang.
Sekitar 30 menit-an berjalan lagi, dengan jalur yang cukup susah dilalui. Licin, sempit dan tidak ada pijakan. Merosot jadi pilihannya biar selamat. Tapi sukses membuat baju, celana dan tas jadi kecoklatan mandi tanah. Tapi tidak percuma sih, karena setelah itu akhirnya kita sampai di air terjun. Sekelibatan lihat ikan-ikan kecil, langsung ikutan nyebur berenang sama ikan, senangnya!
Air Terjun yang ada di dalam Taman Nasional Gunung Leuser.
Jalanan setelah air terjun sudah bersahabat. Tidak menanjak dan berbatu. Sekitar 20 menit berjalan, akhirnya sampai juga ke tujuan akhir kita. Sungai dengan bebatuan besar, dikelilingi pepohonan. Di tempat ini kita akan mulai main tubing.
Butuh Kekuatan Ekstra Untuk Membawa Ban Tubing Ke Lokasi Awal Permainan
Ini Tubing Yang Menjadi Icon Permainan di Bukit Lawang
Tubing itu 4 ban besar yang diikat menjadi satu. Muatannya bisa 8 orang. Hampir seperti rafting permainannya, tetapi tubing diarahkan jalannya oleh orang yang berada di ban paling depan dan belakang. Mengarungi Sungai Bahorok, dengan aliran yang cukup deras, permainan ini tidak menakutkan. Walau menurut saya, sebaiknya orang-orang yang main tubing disediakan helm seperti main rafting.
Permainan Tubing selesai di tempat awal kita jalan pagi tadi, yaitu warung makan. Sebenarnya rute Tubing jaraknya cukup jauh, tapi tidak berasa karena permainan Tubing ini menyenangkan. Seharian kita bersenang-senang mulai dari feeding point Orangutan, treking, berenang sampai main tubing di Sungai Bahorok. Mungkin kapan-kapan saya akan main lagi, sekalian untuk melihat Gua Kelelawar yang juga ada di Bukit Lawang. Kredit foto : Erwin Oktiano & Fina
Taman Nasional Gunung Leuser
Alamat : Pintu masuk melalui Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi GPS : Bukit Lawang 3.5470457, 98.12675, Waze. Rujukan : Hotel di Medan, Tempat Wisata di Medan, Peta Wisata Medan, Kuliner di Medan.Diubah: Juli 01, 2018.Label: Cagar Alam, Fina Hastuti, Langkat, Sumatera Utara, Taman Nasional
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.