Di tepian pagar yang menandai batas dengan tebing Ngarai Sianok terdapat deretan lukisan para seniman setempat yang menggambarkan keindahan alam Ngarai Sianok dan kebudayaan Minangkabau. Di sebuah kios di tepi jalan menuju dek pandang Ngarai Sianok di Taman Panorama, saya berhenti sejenak untuk melihat seorang pelukis yang tengah menorehkan kuasnya ke atas sebidang kanvas, menggambarkan keindahan alam yang luar biasa.
Dari dek pengamatan Ngarai Sianok yang berada di ujung Taman Panorama pengunjung bisa mendapatkan sudut pandang luas ke arah ngarai. Kios-kios di sepanjang tepian jalan menuju dek pengamatan Ngarai Sianok ini selain menjual lukisan, juga menawarkan benda-benda cinderamata dan benda budaya lainnya, baik buatan lokal maupun yang berasal dari luar daerah, serta ada pula kain-kain tenun tradisional setempat.
Batang Sianok, yang berarti sungai yang jernih, terlihat mengalir berkelok-kelok di dasar lembah Ngarai Sianok yang sangat subur itu. Kabarnya Batang Sianok ini bisa disusuri dengan menumpang kano atau kayak dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam. Boleh dicoba jika hendak mengucurkan sedikit adrenalin.
Pemandangan Ngarai Sianok yang indah itu selain bisa dilihat dari dek pengamatan Taman Panorama juga bisa dari banyak titik lainnya di sepanjang pinggiran Taman Panorama dan Lobang Jepang.
Lebih dari dua puluh lima tahun lalu saya pernah berjalan kaki turun dari Koto Gadang, yang terkenal dengan kerajinan perak dan tempat lahir beberapa tokoh terkenal seperti KH Agus Salim, menuju dasar lembah Ngarai Sianok dengan meniti janjang saribu yang berakhir di Bukittinggi.
Sepotong area lembah di dasar Ngarai Sianok yang terlihat sangat subur, dilihat dengan lensa tele 200mm dari Taman Panorama. Permukiman penduduk dan pemandangan sawah dengan bulir-bulir padi yang yang menguning menambah keindahan Ngarai Sianok, terutama jika cuaca sedang sangat bersahabat.
Ketinggian Ngarai Sianok mencapai 100 meter dengan panjang lembah 15 km, membujur dari Koto Gadang di Selatan sampai di Sianok Enam Suku di Utara. Di tepian ngarai masih bisa dijumpai tumbuhan langka seperti Raflesia serta tanaman obat-obatan tradisional.
Lebar lembah di dasar ngarai cukup bervariasi, meski di kebanyakan titik bisa dikatakan sangatlah lebar, di kisaran 200 meter. Namun ada pula setidaknya sebuah celah yang relatif sempit, diapit oleh kaki bukit yang tinggi. Di jaman kolonial, ngarai ini juga dikenal dengan nama karbouwengat atau lubang kerbau, karena waktu itu masih banyak dijumpai kerbau yang berkeliaran di dasarnya.
Pemandangan menarik terlihat pada sebuah jembatan yang melintang di atas Batang Sianok di dasar Ngarai Sianok, yang saya lihat dengan menggunakan lensa tele dari dek pengamatan Taman Panorama. Oleh sebab melihat jembatan itulah maka area itu kemudian kami datangi dan sempat mengambil beberapa frame foto di sekitar lokasi itu.
Jembatan ini tampaknya merupakan tapal batas antara wilayah Kota Bukittinggi dengan wilayah Kabupaten Agam. Pada pelengkung besi di ujung jembatan terdapat tulisan "Selamat Datang di Kenagarian Sianok VI Suku"; pada tiang sebelah kiri "Kecamatan IV Koto" dan di tiang kanan "Kabupaten Agam".
Menyusur jalan beraspal yang mulus lebih jauh lagi meninggalkan jembatan di atas Batang Sianok itu, kami menjumpai sebuah jembatan lain, yang dari atasnya terlihat gundukan bukit dengan sebatang pohon tunggal di puncaknya, sementara Gunung Singgalang berdiri gagah kebiruan di latar belakang. Sebuah pemandangan yang unik dan indah.
Di tepian sungai di ujung bawah sana tampak seorang ibu paruh baya sedang asik mencuci pakaian sendirian. Sementara di atasnya terlihat sawah dengan hamparan padi yang telah menguning. Tampaknya akan sangat menyenangkan duduk-duduk di dangau di ujung sawah di bawah Ngarai Sianok, sambil menyeruput minuman hangat ditemani dengan beberapa potong goreng pisang panas, di tengah suasana alam yang hijau tenang.
Saat berkendara balik menuju jalan pulang kami melihat sebuah kios penjualan bahan bakar dan pelumas dengan nama unik yang baru pertama kali saya lihat di tempat ini, Pertamini. Bertahun kemudian nama itu baru saya lihat ada di sejumlha tempat di Jawa. Sayang sekali saya tidak memiliki kesempatan untuk kembali berkunjung ke Koto Gadang, meniti janjang saribu, dan mencoba berpetualang dengan kano di sepanjang aliran Batang Sianok. Semoga anda memiliki kesempatan itu ketika berkunjung ke Ngarai Sianok.
Ngarai Sianok
Alamat : Taman Panorama dan Jembatan, Bukittinggi, Sumatera Barat. Lokasi GPS : -0.3072912, 100.3592813, Waze. Peta Wisata Buittinggi, Tempat Wisata di Bukittinggi, Hotel di Bukittinggi.Pemandu lokal yang menemani kami waktu itu tengah berjalan di jalur pedestrian yang berada diantara toko-toko yang menjual cindera mata dan kain tenun dengan pagar yang membatasi jalan dengan tebing Ngarai Sianok.
Menara pandang Ngarai Sianok terlihat di ujung jalan pedestrian yang saat itu sudah ditata dengan baik. Berdiri di menara pandang akan memberi pengunjung sudut pandang sangat luas ke segala penjuru. Saya tak ingat benar kenapa waktu itu tak ada orang sama sekali yang sedang berdiri di atas sana.
Di sebuah kioas di tepi jalan menuju dek pandang Ngarai Sianok di Taman Panorama, saya melihat seorang pelukis tengah menorehkan kuasnya ke atas kanvas.
Ketinggian Ngarai Sianok mencapai 100 meter dengan panjang lembah 15 km, membujur dari Koto Gadang di Selatan sampai di Sianok Enam Suku di Utara.
Lembah Ngarai Sianok ini terlihat sangat subur. Permukiman penduduk dan pemandangan sawah dengan bulir-bulir padi yang yang menguning menambah keindahan panorama Ngarai Sianok.
Di tepian pagar yang menandai batas dengan tebing Ngarai Sianok terdapat deretan lukisan para seniman setempat yang menggambarkan keindahan alam Ngarai Sianok dan kebudayaan Minangkabau.
Pemandangan Ngarai Sianok yang indah dilihat dari dek pengamatan Taman Panorama. Sebuah celah sempit di lembah Ngarai Sianok yang lebarnya mencapai 200 meter ini menjadi pemandangan yang menarik.
Dua orang teman terlihat tengah memotret dasar lembah Ngarai Sianok, di sekitar jembatan yang sebelumnya telah saya lihat dari atas dek pandang di Taman Panorama. Untuk sampai ke titik ini kami menggunakan kendaraan dan mengikuti jalan berkelok hingga bertemu jembatan di dasar ngarai.
Dasar lembah Ngarai Sianok di sisi kiri jembatan. Jembatan ini tampaknya merupakan tapal batas antara wilayah Kota Bukittinggi dengan wilayah Kabupaten Agam.
Pandangan di sisi sebelah kanan jembatan dengan tanggul rapih terlihat di sisi sebelah kiri. Ada pula dataran di sebelah kiri yang berada di sebelah depan orang yang sedang berjalan itu, yang rupanya digunakan untuk bermain sepakbola, terlihat gawang sederhana di kedua ujung lapangannya.
Menyusur jalan beraspal yang mulus lebih jauh lagi, kami menjumpai sebuah jembatan lain, yang dari atasnya terlihat gundukan bukit dengan sebuah pohon tunggal di puncaknya, sementara Gunung Singgalang berdiri gagah kebiruan di latar belakang.
Aliran air sungai, yang mungkin kelanjutan dari Batang Sianok, terlihat cukup besar dan bersih, sehingga digunakan penduduk untuk berbagai keperluan, termasuk mencuci pakaian dan mandi di kali, hal yang di kota besar bisa menyebabkan kulit gatal. Jarak antara sawah dan dasar sungai terlihat cukup tinggi, sehingga pengairan sawah tentulah datang dari hulu, atau diangkat dengan kincir air.
Pemandangan sawah hijau subur dengan latar tebing kapur yang tinggi menjadi pemandangan elok yang kami lihat ketika menyusuri jalan yang relatif sepi kendaraan. Suasana tenang tenteram, khas keseharian di pedesaan.
Batang padi terlihat masih sangat muda, dengan pohon pisang di tepian sawah. Selain pohon pisang, pohon randu juga sering ditanam di tepian area persawahan, yang bisa dipintal untuk membuat tali dan kain.
Tampaknya akan sangat menyenangkan duduk-duduk di dangau di ujung sawah di bawah Ngarai Sianok, sambil menyeruput minuman hangat ditemani dengan beberapa potong goreng pisang panas, ditengah suasana alam yang hijau tenang.
Sebuah kios penjualan bahan bakar dan pelumas dengan nama unik yang baru pertama kali saya lihat di tempat ini. Sekarang kios seperti ini juga bisa dijumpai di daerah perkotaan yang lokasinya sedikit agak jauh dari pom bensin.
Suasana tenang di sekitar jembatan yang melintang di atas Batang Sianok, diapit perbukitan tinggi di kanan kirinya yang membentuk Ngarai Sianok.
Pandangan dasar Ngarai Sianok di sisi sebelah kanan yang memperlihatkan tanggul rendah serta dataran di area bantaran sungai yang ditata cukup rapih. Saat itu memang sedang musim kering, sehingga debit air terlihat sangat kecil.
Pada pelengkung besi di ujung jembatan terdapat tulisan "Selamat Datang di Kenagarian Sianok VI Suku"; pada tiang sebelah kiri "Kecamatan IV Koto" dan di tiang kanan "Kabupaten Agam".
Di bantaran sungai sebelah kiri tampak ada sebuah mobil yang tengah parkir, yang artinya ada akses menuju ke sana, dan lebih ke ujung lagi ada sebuah bangunan yang menyerupai bedeng memanjang yang mungkin digunakan oleh pekerja proyek perbaikan bantaran Batang Sianok.
Pandangan lainnya pada bukit kapur yang elok dengan sebuah pohon tunggal di puncaknya. Boleh jadi ada akses di balik bukit itu untuk naik ke puncaknya. Di bawah bukit terlihat dataran dengan hamparan batang padi yang telah menguning, serta bedeng di tepiannya.
Pandangan lebih dekat pada puncak bukit dengan pohon besar tunggal di puncaknya. Di sepanjang puncak bukit itu seperti ada bekas-bekas lintasan manusia. Tak jelas benar apakah bukit ini terbentuk secara alami atau merupakan sisa bukit yang bagian lainnya telah habis dikeruk manusia.
Pandangan yang sedikit lebih dekat lagi dari foto sebelumnya. Foto ini diambil sudah cukup lama beberapa tahun lalu, dan entah bagaimana nasib pohon di puncak bukit itu sekarang. Semoga saja semakin besar dan semakin memikat, tidak justru hilang karena disambar petir atau ditebang manusia.
Pandangan tegak yang memperlihatkan posisi bukit elok itu yang berada diantara aliran sungai dan Gunung Singgalang di belakang sana.
Sudut pandang lainnya pada bukit kapur dengan pohon yang cantik di puncaknya itu. Jika saja merupakan batu karang yang keras, sudah pasti bukit itu akan digunakan sebagai area berlatih bagi para pecinta panjat tebing.
Pandangan ke sisi sebelah kiri dengan tebing memanjang namun tidak setinggi bukit dengan pohon di puncaknya itu.
Sisi sebelah kanan bukit kapur dengan tebing yang cukup tinggi dan lalu bersambung dengan perbukitan yang penuh pepohonan lebat. Cukup lama memang kami berada di sini karena keelokan panoramanya.
Wajah-wajah segar Fenty dan Mira ketika tengah berada di tepian jembatan untuk menikmati panorama perbukitan yang elok.
Lita dan Fenty dengan kamera di tangan, dan Mira yang tak membawa kamera.
Lita Jonathans dengan wajah segar di tengah udara perbukitan dan lembah yang relatif masih bersih.
Seorang anak tanggung dengan wajah ceria di atas sepedanya sempat menarik perhatian saya.
Bagian perbukitan kapur lainnya dengan persawahan hijau subur di kakinya, dan dangau-dangau tempat para petani sejenak beristirahat setelah bekerja di sawahnya.
Pandangan pada Ngarai Sianok dengan aliran sungai yang mengular di dasarnya. Ada banyak titik pandang yang elok ke arah lembah, dan lebih elok lagi kalai menyusur sungai di bawah sana arah ke hulu.
Pandangan pada Taman Panorama yang lokasinya tepat berada di tepian Ngarai Sianok. Di taman ini juga ada Lobang Jepang yang menusuk tajam ke dalam perut bumi.
Sudut pandang lainnya pada celah tebing yang ada di dasar Ngarai Sianok. Meski dari jauh terlihat sempit, namun jika di dekati celah tebing itu lebih dari cukup untuk mobil berpapasan.
Meskipun kebanyakan lukisan yang dibuat dan dijual di kios di tepian ngarai ini kebanyakan lukisan pemandangan alam di sekitar Ngarai Sianok, namun banyak juga jenis lukisan lain, termasuk lukisan abstrak.
Pemandangan ke arah lembah Ngarai Sianok dari sela gerumbul batang bambu dan pohon yang daunnya menyerupai kelapa, mungkin rumbia atau bakau.
Kontur tebing yang memikat di salah satu segmen Ngarai Sianok. Jika saja bisa dibuat undakan dan di puncaknya dibuat semacam kuil tentu akan sangat elok.
Sudut pandang yang cukup melebar dan jauh pada Ngarai Sianok dengan Gunung Singgalang di sebelah kanan belakang. Tempat ini sepertinya sangat cocok untuk pembuatan film aksi dimana terjadi adegan kejar-kejaran pesawat tempur atau helikopter yang terbang mengikuti kelokan ngarai.
Ngarai Sianok yang elok dengan Gunung Singgalang di latar belakang. Tebing kapur pada ngarai ini menjadi bukti bahwa Pulau Sumatera dahulu kala memang terendam di bawah permukaan air laut, menyisakan hanya beberapa pulau kecil yang masih tampak di permukaan. Hal ini terjadi sekitar 16 juta tahun yang lalu.
Sudut pandang lainnya pada tebing Ngarai Sianok. Ada masanya nanti ketika dibangun jembatan-jembatan gantung yang menyeberangi ngarai sebagai atraksi wisata, serta adanya persewaan gantole untuk menyusuri ngarai dari udara.
Pandangan lebih dekat pada celah sempit yang diapit oleh bukit yang cukup tinggi. Jika saja celah itu ditutup maka tentu akan ada genangan air yang cukup tinggi yang bisa menjadi arena wisata baru. Tapi siapa yang berani melakukannya?
Pemandangan elok lainnya ke arah Ngarai Sianok dan Batang Sianok di dasarnya. Jika saja Bukittinggi, dan Sumatera Barat secara umum, sudah sangat ramah investor, Ngarai Sianok bisa menjadi andalan bagi pengembangan sektor pariwisata yang akan mendongkrak pendapatan daerah.
Pemandangan lainnya pada tebing dan lembah Ngarai Sianok dengan sudut pandang sedikit berbeda dari beberapa foto sebelumnya.
Permukiman penduduk di lembah Ngarai Sianok ini tentu tak lepas dari tersedianya lahan subur yang bisa mereka tanami dengan padi dan sanggup untuk menopang kehidupan mereka di sana.
Pemandangan lainnya pada Ngarai Sianok. Jika orang awam cenderung hanya melihat keindahannya, maka ilmuwan mungkin ada yang tertarik tentang struktur batuan yang ada di sana dan mempelajari proses terbentuknya jurang yang panjang ini.
Segmen Ngarai Sianok lainnya yang terlihat sangat sedap dipandang mata.
Pemandangan menarik pada sebuah jembatan yang melintang di atas Batang Sianok di dasar Ngarai Sianok, yang terlihat dengan lensa tele dari dek pengamatan Taman Panorama.
Pemandangan elok pada aliran Batang Sianok yang diapit lahan hijau subur di kanan kirinya, meski tanahnya banyak mengandung kapur.
Panorama bukit kapur di Ngarai Sianok dengan perbukitan di latar belakang. Jika pemanasan globa terus terjadi, dan perusakan hutan berlanjut, bukan mustahil Pulau Sumatera akan tenggelam lagi suatu saat nanti. Namun dengan mulai beralihnya negara-negara maju ke sumber energi non-fosil, masih ada harapan untuk menyelamatkan Bumi.
Panorama elok Ngarai Sianok lainnya. Bahwa ada jalur penyeberangan tradisional yang telah ada sejak lama, dan saya pernah melewatinya, maka ada kemungkinan jalur itu akan diperbagus menjadi jalur wisata berkelas internasional.
Sebagian tebing Ngarai Sianok itu terlihat relatif bersih dari tetumbuhan. Entah karena tebung itu sebelumnya pernah longsor atau karena sebab lain.
Petak rumah yang terlihat jelas dari area pandang di tepian Taman Panorama, yang saya potret dengan menggunakan lensa tele.
Seorang ibu tengah memperlihatkan kain tenun yang terlihat cantik. Kain tenun yang dijual di kios Taman Panorama di tepian Ngarai Sianok itu banyak juga yang didatangkan dari luar kota.
Diubah: Desember 16, 2024.
Label: Bukittinggi, Sumatera Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.