Sesuai namanya, rumah ini merupakan tempat dimana Bung Hatta dahulu dilahirkan dan tinggal di sana sampai berusia 11 tahun. Pada usia itu beliau pergi ke Padang guna meneruskan pendidikan di Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO). Bung Hatta tinggal di rumah kelahirannya dari tahun 1902-1913, bersama ibu, kakek, nenek dan pamannya. Ia baru menikah 3 bulan setelah Indonesia merdeka, meninggal di Jakarta pada 14 Maret 1980, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, sesuai permintaannya meski ia mendapat anugerah gelar Pahlawan Proklamator dari pemerintah.
Setelah mengisi buku tamu, kami masuk ke ruang utama, ditemani Uni Dessiwarti yang telah 15 tahun mengurus dan merawat rumah ini. Ia ditugaskan oleh Dinas Pariwisata setempat. Meskipun saat itu sudah mengabdi di Pemda selama 25 tahun, namun hingga hari kami berkunjung ia masih saja berstatus pegawai honorer, belum diangkat sebagai pegawai tetap. Moga-moga nasib si uni telah lebih baik sekarang ini.
Tampak depan Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi yang cukup asri dengan dua lantai yang sebagian besar terbuat dari bilah-bilah papan kayu. Sebagian dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang kuat. Sebuah papan memberitahu pengunjung bahwa rumah Kelahiran Bung Hatta buka dari Senin s/d Minggu, mulai pukul 08.00 pagi. Pemugaran rumah diprakarsai oleh Azwar Anas dan pemda setempat, dimulai pada awal 1995 dan diresmikan pada 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta.
Di dalam rumah terdapat cukup banyak dokumentasi foto yang ditempel pada dinding ruangan. Ada foto Syekh Djamil Djambek, guru agama Bung Hatta. Mengaji merupakan bagian kehidupan sehari-hari anak-anak Minangkabau, termasuk bagi Hatta, bahkan ia sering tidur di surau.
Koleksi menarik lainnya di rumah ini adalah "bugi" atau sejenis bendi yang dahulu sering digunakan Bung Hatta untuk pergi berangkat ke sekolah sewaktu kecil. Bugi itu disimpan di bagian belakang rumah, di dekat istal kuda yang kini sudah kosong. Jika tidak naik bendi dengan diantar kusir, beliau biasanya naik sepeda untuk pergi menuju ke sekolah.
Perabotan kayu Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi yang dibuat dari kayu surian, sejenis kayu Jati kalau di daerah Jawa, yang semuanya masih asli, demikian juga lampu dan karpet. Hanya tikar yang telah diganti baru, namun disamakan jenis dan bentuk aslinya.
Ada sebuah sumur lama yang lubangnya telah ditutup dengan papan. Aslinya sumur ini berada di belakang rumah, dekat dapur. Sewaktu renovasi, bangunan ini dimundurkan, sehingga sumurnya berada di dalam rumah. Umur sumur ini lebih tua dari rumah yang pertama kali dibuat pada 1860.
Beberapa benda peninggalan keluarga juga disimpan di rumah ini, seperti mesin jahit tua milik neneknya. Rumah Kelahiran Bung Hatta ini memang rumah neneknya. Di sana ada kamar Mamak Idris, ada kamar bujang, ruang baca, serta perabotan rumah yang kebanyakan asli.
Uni Dessi di salah satu kamar di Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi. Di kamar di lantai atas inilah Bung Hatta dilahirkan pada 12 Agustus 1902, dari pasangan H. Muhammad Djamil dan Saleha. Si bung merupakan keturunan kedua dari Syech Adurrachman, atau Syech Batuhampar. Di dalam Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi ada pula dipasang bagan silsilah keluarga, baik dari pihak Ibu maupun pihak ayah Bung Hatta.
Pada sebuah bagian dinding terlihat dokumentasi foto saat Bung Hatta masih berumur 10 tahun dan sedang duduk di atas bendi ditemani seorang kusir. Mereka masih berada di depan rumah sang nenek, siap untuk berangkat ke sekolah. Koleksi lain adalah sebuah ceret peninggalan neneknya yang disimpan di meja dekat dapur. Tutup ceret antik ini telah lama hilang.
Dinding bagian belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi dilapis dengan anyaman bambu sangat rapi. Beranda luar di bagian atas belakang menjadi tempat tanaman gantung yang mempersegar suasana rumah. Di belakang rumah itu terdapat Lumbung Padi Aminah, dam lumbung Saleh yang adalah paman Bung Hatta. Di depan lumbung padi terdapat lesung batu untuk menumbuk gabah.
Di ruangan lantai dua Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi terdapat beberapa lampu gantung antik yang elok. Di lantai itu juga terdapat kamar Pak Gaek yang adalah kakek Bung Hatta, selain kamar dimana Bung Hatta dilahirkan, serta meja makan keluarga yang masih asli. Lukisan foto bung Hatta dalam ukuran besar dengan wajah tersenyum tampak menempel pada dinding di ujung ruangan.
Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi merupakan tempat peninggalan yang menarik untuk dikunjungi jika tengah berada di Bukittinggi, atau jika dalam perjalanan menuju ke wisata Lembah Harau. Mampir di rumah ini akan membawa pengunjung ke suasana masa kecil yang pernah dilalui oleh salah satu dari pahlawan proklamator republik ini.
Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi
Alamat: Jl. Sukarno - Hatta No. 37 Bukittinggi, Sumatera Barat. Lokasi GPS: -0.300948, 100.373025, Waze. Jam buka Senin s/d Minggu 08.00 - 16.00. Harga tiket masuk gratis, sumbangan diharapkan. Peta Wisata Buittinggi, Tempat Wisata di Bukittinggi, Hotel di Bukittinggi.Ruangan di lantai dua, dimana terdapat kamar Pak Gaek, kakek Bung Hatta, dan kamar dimana Bung Hatta dilahirkan, serta meja makan keluarga. Lukisan foto bung Hatta tampak menempel pada dinding ruangan.
Papan nama Rumah Kelahiran Bung Hatta di pinggir jalan Soekarno-Hatta yang berukuran cukup besar dan mudah dikenali oleh pejalan yang lewat. Papan penanda nama inilah yang tertangkap oleh mata, membuat kami berhenti, dan lalu masuk ke dalam rumah.
Tampak muka Rumah Kelahiran Bung Hatta dengan nama tempat yang diukir pada tembok beton. Meskipun tulisannya cukup besar namun sayang letaknya agak tersembunyi, dan sulit dibaca oleh orang yang berada dalam kendaraan yang tengah melaju di jalan. Bung Hatta tinggal di rumah kelahirannya ini dari tahun 1902-1913, bersama ibu, kakek, nenek dan pamannya.
Lambang Negara Garuda Pancasila di sebelah kanan, foto dokumentasi Bung Hatta yang mengenakan pakaian resmi lengkap dengan kopiahnya, serta sebuah dokumentasi foto lainnya yang ditempel pada dinding Rumah Kelahiran Bung Hatta. Jam menunjukkan hari masih pagi saat itu.
Dokumentasi foto ketika Bung Hatta hadir pada peresmian Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam "Setia Mulia" pada bulan September 1955. Tak jelas siapa yang berada di sisi sebelah kanan Bung Hatta, yang sepertinya berwajah Eropa, serta orang yang satunya lagi.
Silsilah Bung Hatta dari pihak Ibu yang bernama Saleha. Neneknya bernama Aminah dan nama kakeknya H. Ilyas Bgd Marah. Ayahnya bernama H.M. Djamil meninggal pada 1903 di usia 30 tahun saat Hatta masih berusia satu tahun. Hatta memiliki kakak seayah seibu bernama Rafiah. Saleha menikah lagi dengan Mas Agus H. Ning dan mempunyai empat orang anak lagi. Dua paman dari pihak ibu adalah Sales St Sinaro, dan M. Idris. Dari perkawinannya dengan Rahmi, lahir Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriyah.
Foto dokumentasi yang memperlihatkan foto Ibu Saleha (kanan, ibunda Hatta), Saleh St Sinaro (tengah, paman bung Hatta) dan Haji Idris (kiri, paman bung Hatta). Di sepanjang dinding kayu Rumah Kelahiran Bung Hatta terdapat banyak foto-foto dokumentasi tentang Bung Hatta, keluarga dan orang-orang terdekatnya, serta terkait kegiatan politiknya.
Silsilah dari pihak bapak keluarga Bung Hatta. Bapak Bung Hatta yang bernama H. M. Djamil beristri Saleha (Ibu Hatta dan Rafi'ah) di Aur Tajungkang Bukittinggi, dan ada pula istrinya di Batu Hampar Payakumbuh beranak lima, dan satu lagi istrinya di Koto Tangah Payakumbuh beranak tiga. Kakek bung Hatta dari pihak ayah bernama H. Abd Rahman, neneknya bernama Sa'adah. Paman dari pihak ayah ada tiga, yaitu H. Ahmad, H. Nurdin, dan H. Sholih.
Foto dokuementasi Humas Bung Hatta yang memperlihatkan Rumah Tempat Lahir Bung Hatta di Bukittinggi pada jaman dahulu. Rumah yang sekarang tampaknya dibuat lebih baik dari rumah aslinya, meskipun tetap mempertahankan bentuk dan bahan-bahan yang digunakan. Yang sekarang juga terlihat lebih asri.
Beberapa benda peninggalan keluarga Bung Hatta juga disimpan di Rumah Kelahiran Bung Hatta ini, seperti mesin jahit tua milik nenek Bung Hatta ini. Rumah Kelahiran Bung Hatta ini memang adalah rumah neneknya. Jaman dahulu bukan hanya wanita, pria pun banyak yang bisa menggunakan mesin jahit semacam ini.
Kamar Mamak Idris, paman Bung Hatta. Di rumah utama ini juga terdapat kamar bujang, ruang baca Bung Hatta, serta perabotan rumah lainnya yang kebanyakan masih asli. Sebagaimana lazimnya tempat tidur pada jaman dahulu, tempat tidur di kamar ini juga menggunakan dudukan sebagai tempat kelambu untuk mencegah nyamuk mengganggu saat tidur.
Meja makan yang biasa digunakan jika ada tamu datang ke rumah dengan taplak rajutan pada meja oval dan kursi yang mirip model kursi Betawi. Pemugaran Rumah Kelahiran Bung Hatta, yang diprakarsai oleh Azwar Anas dan pemda setempat, dimulai pada awal 1995, dan diresmikan pada 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta.
Carano yang terbuat dari kuningan dan biasa digunakan sebagai tempat sirih. Dalam upacara pernikahan, Carano dipakai sebagai tempat sirih yang disajikan kepada penghulu dan orang yang hadir di acara itu. Ketika orang-orang tua sudah tidak banyak lagi yang makan sirih, maka tempat semacam ini mungkin beralih fungsi sebagai simbol saja.
Sumur lama yang lokasinya berada di dalam Rumah Kelahiran Bung Hatta. Aslinya sumur ini berada di belakang rumah, dekat dapur. Sewaktu renovasi, karena membutuh halaman, bangunan Rumah Kelahiran Bung Hatta ini pun dimundurkan ke belakang, sehingga letak sumurnya menjadi berada di dalam rumah. Umur sumur ini lebih tua dari Rumah Kelahiran Bung Hatta yang pertama kali dibuat pada 1860, dan airnya masih baik digunakan sampai sekarang.
Uni Desi berdiri di depan pintu rumah dengan latar belakang koleksi foto keluarga yang kebanyakan, jika tidak semuanya, merupakan foto hitam putih. Uni Dessiwarti telah 15 tahun mengurus dan merawat rumah Rumah Kelahiran Bung Hatta ini, namun demikian sampai saat itu ia masih saja berstatus honorer.
Foto Bung Hatta dengan pakaian lengkap, serta teks proklamasi tulis tangan di sebelah kiri dan yang versi ketikan di sisi sebelah kanan. Ada satu buah karikatur di bawah foto Bung Hatta yang berjudul "Hatta dan Dua Warna". Hatta berdiri menjunjung bendera Merah Putih, diapit oleh seorang pria gemuk yang memegang bendera Amerika, dan seorang pria lainnya lagi yang memegang bendera Rusia, melambangkan keteguhan Hatta untuk tetap mempertahankan sang Dwi Warna.
Uni Desi tengah berbincang dengan Fenty, penulis dan pekerja media. Pada dinding di belakangnya ada foto paman bung Hatta, serta sejumlah dokumentasi foto saat bung Hatta meninggal di Jakarta. Ia wafat pada tahun 1980 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Pada tanggal 23 Oktober 1986 Bung Hatta ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Lumbung Padi Aminah yang berada di samping belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta. Aminah adalah ibu Bung Hatta. Di belakangnya terdapat lumbung padi Saleh, paman Bung Hatta. Di depan lumbung padi ini terdapat lesung batu. Lumbung padi bukan hanya sebagai simpanan untuk dimakan, namun juga sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual, dipinjamkan atau diberikan kepada yang membutuhkan.
Rumah Kelahiran Bung Hatta dilihat dari arah belakang. Rumah ini terlihat indah dan menarik karena menggunakan bahan tradisional yang sangat lekat dengan budaya lokal. Lingkungannya pun terawat dengan baik.
Sebuah sepeda antik peninggalan keluarga yang disimpan di sebuah kamar yang terlihat masih rapi dan bersih, lengkap dengan meja dan lemari kayu.
Di belakang jendela terbuka itu adalah meja makan dan rak tempat piring, masuk dari pintu yang ada di sebelah kiri bangku kayu. Dari pintu itu juga kami naik ke lantai atas, yang tangganya ada di samping meja makan.
Dapur Rumah Kelahiran Bung Hatta, lengkap dengan peralatan dan perlengkapan dapur yang biasa digunakan oleh keluarga tradisional, seperti dandang, kuali, tampah, serta piring dan gelas.
Uni Dessi, dengan “bugi” atau bendi yang sering digunakan Bung Hatta pergi ke sekolah sewaktu kecil, yang disimpan di bagian belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta, di dekat istal kuda yang kini kosong. Jika tidak naik bendi, dengan diantar kusir, Bung Hatta biasanya naik sepeda untuk pergi ke sekolah.
Dokumentasi foto Bung Hatta saat masih berumur 10 tahun, duduk di atas bendi ditemani seorang kusir yang duduk di sebelahnya. Mereka berada di depan Rumah Kelahiran Bung Hatta, siap berangkat ke sekolah.
Istal Kuda yang dulu digunakan sebagai kandang kuda untuk bendi. Kini istal itu kosong namun tetap dipelihara dan terlihat bersih rapi.
Meja makan keluarga dengan rak piring di pojok ruangan, di bawah tangga kayu untuk menuju ke lantai atas.
Rak piring, lengkap dengan sejumlah gelas dan piring yang dulu digunakan oleh keluarga Bung Hatta, serta sebuah tudung saji yang terbuat dari bambu.
Ceret antik berwarna ungu peninggalan nenek Bung Hatta dengan tutup sudah lama hilang. Ceret jenis ini dahulu banyak dijumpai di banyak rumah tangga di Indonesia sebelum keluarnya ceret stainless steel dengan model macam-macam.
Foto dokumentasi yang ada di dinding ruang makan keluarga. Sebelah kiri atas adalah kuburan enam orang kakek-kakek bung Hatta dari pihak Bako difoto dari luar bangunan. Di sebelahnya adalah foto kuburan yang sama diambil dari dalam bangunan. Kanan atas adalah kubur M Jamil (ayah Hatta) di Batu Hampar difoto dari jauh, dan kiri bawah kubur yang sama difoto dari dekat. Tengah bawah adalah Masjid Abdul Rahman, diambil dari nama kakek Bung Hatta. Kanan bawah adalah rumah Bako Bung Hatta di Batu Hampar setelah diperbaiki. Bako adalah sebuat keluarga dari pihak bapak.
Bung Hatta (tengah) bersama dua orang kawan ketima masih sekolah MULO di Padang.
Foto kiri adalah foto Bung Hatta pada saat peresmian pemakaian Masjid Tablighiyah di Garegeg, Bukittinggi pada 1970.
Sebuah lemari yang berisi dua buah piring dengan ornamen bunga dan daun, serta mangkuk dan tempat air terbuat dari porselen.
Sebuah lampu antik di lantai dua Rumah Kelahiran Bung Hatta.
Foto Bung Hatta bersama keluarga pada waktu pengukuhan gelar "Datu Suri Dirajo".
Foto Bung Hatta bersama Rahmi di hari pernikahan mereka pada 18 November 1945 di Mega Mendung, Bogor.
Foto Bung Hatta bersama Rahmi Hatta dengan anak pertama mereka Meutia Farida.
Foto Bung Hatta dan Rahmi Hatta bersama anak pertama Meutia dan putri kedua mereka Gemala Rabi'ah yang masih bayi.
Foto Syekh Djamil Djambek yang merupakan guru agama Bung Hatta. Mengaji memang menjadi sebuah kegiatan sangat penting dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari anak-anak Minangkabau. Bahkan mereka, seperti juga Bung Hatta ketika masih kecil, sering tidur di surau.
Foto Bung Hatta bersama staf Kantor Wakil Presiden di Bukittinggi pada tahun 1947. Pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I 21 Juli 1947, Hatta meloloskan diri dari kepungan Belanda saat berada di Pematang Siantar.
Foto Bung Hatta bersama masyarakat Suku Kurai di Bukittinggi pada tahun 1947. Bukittinggi sebenarnya adalah nama julukan bagi Nagari Kurai. Kota Bukittinggi bermula dari sebuah pasar atau Pakan yang didirikan penghulu Nagari Kurai. Karena Pakan itu berada di perbukitan yang tinggi maka kemudian terkenal dengan sebutan Bukittinggi.
Foto Ibu Saleha, Ibunda Bung Hatta yang berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Hatta lahir sebagai anak kedua dengan nama Muhammad Athar pada 12 Agustus 1902. Athar artinya "harum" dalam bahasa Arab, merupakan harapan yang terpenuhi.
Lukisan foto Bung Hatta dengan pakaian resmi yang terlihat gagah dan terpelajar, dengan beberapa buah buku tebal terletak di atas meja di sebelah depannya. Buku adalah merupakan bagian yang penting dalam hidup Hatta. Selain sebagai wakil presiden, Hatta juga dikenal sebagai pejuang, negarawan, ekonom, dan juga perdana menteri.
Mira bersama Uni Dessi di depan Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi.
Lita dengan kameranya tengah membidik sebuah foto di dalam ruangan Rumah Kelahiran Bung Hatta.
Pandangan pada sudut ruangan Rumah Kelahiran Bung Hatta, dengan pajangan foto dokumentasi yang berumur tua, sebuah meja dengan kaca rias, dan tas terbuat dari anyaman rotan di pojok ruangan.
Uni Dessi tengah memberi penjelasan kepada kami tentang isi ruangan dan isi almari di ruangan Rumah Kelahiran Bung Hatta. Meski sudah mulai berumur, namun semangat Uni Dessi terlihat masih tinggi dalam melayani tamu seperti kami ini.
Diubah: Desember 16, 2024.
Label: Bukittinggi, Sumatera Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.