Sebenarnya saya sudah lewat Museum Badau Belitung di hari sebelumnya, namun saat itu museum telah tutup, sehingga saya pun harus datang lagi ke tempat ini. Belakangan saya baru tahu bahwa pengunjung bisa saja menelepon kuncen untuk membukakan pintu museum.
Sementara Bang Junai memarkir kendaraan di sebuah area terbuka yang ada di sebelah Museum Badau, saya lebih dulu turun di depan pagar dan berjalan kaki memasuki area museum. Rupanya sudah sejak tahun 1982 museum ini dibuka untuk pengunjung umum. Tengara Museum Badau diapit pagar tembok keliling tampak sudah mulai kusam dan memerlukan pengecatan ulang. Di balik pagar tampak sebuah patung pria berpakaian adat dengan tombak di tangan.
Halaman Museum Badau yang luas tampak cukup terawat, dengan tiang bendera tinggi di depan bangunan museum dan sebuah bendera merah putih berkibar di puncaknya. Pertanda kesetiaan pada republik. Petugas museum rupanya baru saja datang, sehingga pagar depan Museum Badau Belitung sudah terbuka, dan saya pun bisa melangkah masuk ke dalam halaman museum.
Museum Badau adalah satu dari tiga museum yang ada di Pulau Belitung, satu diantaranya telah saya kunjungi, yaitu Museum Istiqomah Buding, dan satunya lagi saya kunjungi belakangan.
Koleksi yang kabarnya paling terkenal di Museum Badau Belitung adalah berupa dua buah tombak berambu dengan ujung berlekuk 13 yang disebut Tombak Log 13. Tombak ini dipercaya berasal dari Kerajaan Majapahit. Konon tombak berambu ini memiliki kekuatan magis dan bisa bergerak sendiri, sehingga perawatannya dilakukan langsung oleh Kik Djohar Juki, keturunan Raja Badau yang juga memegang kunci Museum Badau ini.
Dua buah foto menggantung pada dinding sebelah kanan Museum Badau Belitung dokumentasi Salim Yah pada 1974, memperlihatkan masjid yang didirikan pertama kali di Badau oleh Syekh Abubakar Abdullah, yang makamnya ada di Gunung Tajam. Bangunan Masjid Badau, yang lokasinya berada di halaman depan Museum Badau kini sudah tidak ada lagi.
Silisilah Raja Badau bisa dilihat di museum ini. Dimulai dari Datuk Mayang Gresik (Ngabehi Badau), lalu berturut-turut Batin Badau (Ngabehi Badi Patah), Datuk Badau (Datuk Padu), Datuk Deraim, Datuk Abdul Rahman, Datuk Abdul Awal, Kik Moh Arif, Djuki yang terlihat pada foto, dan Djohar, keturunan terakhir yang kini menjadi salah satu Juru Kunci Museum Badau.
Koleksi Museum Badau sebagian diperoleh dari sumbangan dan titipan dari masyarakat Badau, baik yang masih tinggal di Badau, maupun yang sudah tinggal menyebar di kota-kota seperti Gantung, Membalong, Tanjungpandan, dan ada pula yang di Bogor.
Koleksi Museum Badau Belitung tampak tersimpan rapi di dalam lemari-lemari tembus pandang, dibubuhi beberapa tengara singkat yang ditempel pada kaca. Diantara koleksi di dalam lemari adalah cupak, periok tana, gantang, ling, tempayan, guci, gentong, terenang, yang kebanyakan terbuat dari tembikar. Sebagian nama-nama itu masih terdengar asing di telinga. Koleksi lainnya berupa benda-benda rumah tangga yang terbuat dari perunggu.
Salah satu dari tiga juru kunci Museum Badau Belitung yang bernama Fil (tidak mencatat nama lengkapnya, namun ada nomor hp-nya: 0819 3337 0844), sempat saya foto saat berdiri di depan koleksi pedang, dan berjenis tombak di sebelah atasnya. Ada yang telanjang tanpa gagang, banyak pula yang masih utuh, lengkap dengan sarungnya. Sebagian tombak sarungnya telah hilang, memperlihatkan bentuk logamya.
Ada yang lurus lancip, ada pula yang berlekuk seperti keris. Ada pula tombak-tombak yang tergeletak tanpa gagang. Koleksi lainnya adalah baki bulat besar dengan berbagai bentuk dan ornamen, cupu, dulang, dan banyak lagi. Juga ada koleksi berbagai macam jenis keris, termasuk keris berukuran mini. Koleksi perlengkapan rumah tangga terbuat dari perunggu juga ada di Museum Badau Belitung.
Diluar jam buka, pengunjung bisa menelpon petugas di 0819 3337 0844. Masih foto dokumentasi di Museum Badau yang dibuat oleh Salim Yah, memperlihatkan Kik Djoeki yang disebut sebagai keturunan Raja Badau ke-9.
Koleksi perlengkapan rumah tangga terbuat dari perunggu juga ada di Museum Badau Belitung. Kemampuan untuk mengolah logam seperti ini memperlihatkan telah berkembangnya kebudayaan yang cukup baik di tempat ini pada jaman dahulu.
Di sebuah lemari lainnya disimpan koleksi sejumlah pedang, dan berbagai jenis tombak di sebelah atasnya. Ada yang telanjang tanpa gagang, banyak pula yang masih utuh, lengkap dengan sarung penutupnya. Sebagian tombak yang sarungnya telah hilang memperlihatkan bentuk logamya.
Salah satu dari tiga juru kunci Museum Badau Belitung yang bernama Fil (sayang saya tidak mencatat nama lengkapnya, namun ada nomor hp-nya: 0819 3337 0844), berdiri di depan koleksi berbagai senjata tradisional yang umumnya masih dalam kondisi yang baik.
Bang Junai dan Fil berdiri di depan koleksi yang kabarnya paling terkenal diantara semua koleksi yang ada di Museum Badau Belitung. Benda itu berupa dua buah tombak berambu dengan ujung berlekuk 13 yang disebut Tombak Log 13. Tombak ini dipercaya berasal dari Kerajaan Majapahit.
Koleksi keris yang sebagian besar hanya berupa landean tanpa gagang, sedangkan yang ada di sebelah kiri ada gagang yang bentuknya unik karena menekuk membentuk huruf L gemuk. Di bagian bawh terlihat ada sejumlah trisula dengan bagian tengah jauh lebih panjang dari dua bagian lainnya.
Koleksi kenong dan gong kecil yang sebagian telah terlihat rusak karena umur dan kurangnya perawatan yang baik. Tak terlihat ada peralatan gamelan lainnya di museum ini.
Lemari berikutnya di Museum Badau menimpan tombak panjang dan pendek, sejenis badik, dan di bagian bawah terlihat deretan keris yang diletakkan secara tegak dan rebah.
Di ujung sana terlihat patung dalam pakaian tradisional Badau. Seingat saya di sanalah dahulu berdiri masjid pertama di wilayah Badau.
Pandangan ke arah jalan besar yang merupakan jalan utama di wilayah Badau dengan memunggungi museum. Paving blok di depan museum yang telah mulai lusuh waktu itu mudah-mudah kini telah diganti dengan yang baru.
Tengara Museum Bagau yang masih dalam kondisi kurang baik, dengan patung terlihat di belakang sana. Karena kunjungan saya ke museum ini sudah berlangsung cukup lama, semoga saja tengara nama museum ini telah diganti dengan tengara yang lebih baik dan berselera lebih elok.
Syekh Abubakar Abdullah yang mendirikan Masjid Badau adalah seorang ulama yang berasal dari Pasai. Namun kegiatan dakwahnya yang bermaksud meluruskan kepercayaan masyarakat setempat yang telah banyak terpengaruh mistik ternyata mendapat tantangan dan dianggap merongrong penguasa, sehingga ia dibunuh oleh KA Bustam (Depati Cakraninggrat IV).
Koleksi Museum Badau mewakili kekayaan sejarah dan budaya Kerajaan Badau, yang merupakan satu dari empat Ngabehi di Belitung yang telah ada sejak jaman Kerajaan Majapahit menjadi penguasa di pulau yang kaya Timah dan Kaolin ini.
Bagaimanapun, suatu ketika kekayaan tambang itu akan surut jua, dan Belitung harus mempersiapkan diri dari sekarang, termasuk merawat kekayaan sejarah dan budaya Belitung seperti yang tersimpan di Museum Badau ini.
Museum Badau Belitung
Alamat : Jl. Abdul Rahman No.1, Desa Badau, Kecamatan Badau, Belitung. Lokasi GPS : -2.81696, 107.7828, Waze. Jam Buka : 07.30 - 12.00. Minggu tutup. Hotel di Belitung, Tempat Wisata di Belitung, Peta Wisata Belitung.Diubah: Desember 10, 2024.Label: Bangka Belitung, Belitung, Museum, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.