Museum Bank Rakyat Indonesia

Ini adalah kunjungan kedua ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto atau Museum BRI Purwokerto, Banyumas, sebuah museum berukuran sedang dengan koleksi mengesankan di Jl Jenderal Sudirman No. 57. Kunjungan pertama terjadi beberapa bulan sebelumnya. Namun saat itu hari Jumat, dan museum tutup sehingga hanya sempat memotret dari luar gedung.

Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto buka pada Hari Minggu sampai Kamis, dan tutup Jumat - Sabtu serta hari libur nasional. Letak museum dekat Soto Jalan Bank, yang sering saya datangi begitu tiba di Purwokerto. Di sebelah museum ada Kantor Unit BRI cabang Wiriatmadja. Nama cabang diambil dari naman jalan, dan nama jalan diambil dari nama Raden Aria Wiriatmadja, penggagas Hulp en Spaarbank Der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Pangreh Praja Priyayi Pribumi yang didirikan pada 16 Desember 1895 di Purwokerto, yang merupakan cikal bakal Bank Rakyat Indonesia.

Di Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto ini juga disimpan tulisan tangan berisi Babad Banjoemas yang dibuat dalam bahasa dan aksara Jawa rapi, dibuat oleh Raden Aria Wiriatmadja pada 25 Oktober 1898. Ada pula teks terjemahan dalam Bahasa Belanda, serta cetakan dalam bahasa Jawa dengan menggunaka huruf Latin dalam bentuk buku.

museum bank rakyat indonesia purwokerto

Wid berdiri di depan Patung utuh Raden Aria Wirjaatmadja di halaman Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto. Dahulu Wiriatmadja menjabat Patih Purwokerto, jabatan setingkat di atas Wedana, kedua jabatan itu sudah ditiadakan. Ketika masih kecil, Bapak pernah mengajak ke rumah Patih Klaten yang halamannya luas dengan pohon besar rindang. Masuk ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto gratis, tak pula perlu mengisi buku tamu.

Yang menarik adalah koleksi uang Gobog dari jaman Kerajaan Majapahit (1293 - 1522). Ada Gobog besar dan Gobog kecil, bergambar tokoh pewayangan seperti Arjuna, Semar, Srikandi, dan Togog. Sisi sebelahnya berisi angka tahun, antara abad XIII - XVI M. Diduga uang Gobog besar Majapahit dibuat terkait peristiwa khusus, karena jumlahnya sedikit. Bahan pembuat gobog adalah campuran kuningan, perunggu, tembaga, dan timah.

Di Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto ada pula uang kepeng Cina yang digunakan pada masa Majapahit awal, berasal dari Wangsa Tang, Ming, dan Qing (618 - 1912). Ada mata uang VOC awal abad ke-17, diantaranya Stuiver, Doit, dan Silver Ryder (Dukaton), dicetak pemegang saham VOC "Hereen XVII" (the Seventeen Gentlemen di Amsterdam). Ada pula mata uang pemerintah Belanda, yang terbit setelah jaman VOC berakhir, dicetak De Javasche Bank berupa uang kertas dan koin dari tembaga, perak, perunggu, dan emas.

museum bank rakyat indonesia purwokerto

Panel-panel kayu berisi mata uang, diorama, lukisan kartun, Raden Aria Wiriatmadja, dan banyak lagi benda=benda bersejarah lainnya yang disimpan di Museum Bank Rakyat Indonesia. Di latar depan adalah patung indah bernama Kuwera. Dalam kepercayaan Hindu, Kuwera adalah simbol Dewa Kemakmuran. Karena itulah Kuwera dipakai sebagai lambang bank. Kuwera sering digambarkan berperut gendut, memakai mahkota, kalung, gelang tangan dan kaki, dan pundi uang di bawah bantal kursi.

Pada 1942 pemerintah Pendudukan Jepang mengedarkan Uang Jepang untuk menggantikan Uang Belanda. Uang Jepang terdiri dari 3 emisi, yaitu Emisi ke-I De Japansche Regeering dengan satuan sen dan Gulden bernilai 1, 5, 10 Cent, serta ½, 5 dan 10 Gulden. Emisi ke-II Pemerintah Dai Nippon, dan Emisi ke-III Dai Nippon Teikoku Seishu yang diedarkan pada 1943, berbahasa Indonesia dengan satuan Rupiah, terdiri dari pecahan bernilai ½, 1, 5, dan 10 Rupiah.

Setelah merdeka, nama bank sempat berganti nama beberapa kali menjadi antara lain Bank Koperasi, Tani dan Nelayan (BKTN) tahun 1960, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Bank Rakyat Indonesia pada 1967. Peresmian Museum Bank Rakyat Indonesia dilakukan oleh Kamardy Arief, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, pada 19 Desember 1990.

Koleksi lainnya adalah ORI I dengan nominal 1 rupiah yang ditandatangani Menteri Keuangan A.A. Maramis bertanggal 17 Oktober 1945 namun baru mulai beredar 30 Oktober 1946. Wakil Presiden Mohammad Hatta berpidato di depan corong RRI pada 29 Oktober 1946, sehari sebelum ORI I secara serentak diedarkan di seluruh wilayah Jawa dan Madura :

"Besok tanggal 30 Oktober 1946 soeatoe hari jang mengandoeng sedjarah bagi tanah air kita. Rakjat kita menghadapi penghidoepan baroe. Besok moelai beredar Oeang Repoeblik Indonesia sebagai satoe-satoenja alat pembajaran jang sah. Moelai poekoel 12 tengah malam nanti, oeang Djepang jang selama ini beredar sebagai oeang jang sah tidak lakoe lagi.
Beserta dengan oeang Djepang itoe ikoet poela tidak lakoe oeang Javasche Bank. Dengan ini toetoeplah soeatoe masa dalam sedjarah keoeangan Repoeblik Indonesia. Masa jang penoeh dengan penderitaan dan kesoekaran bagi rakjat kita!

Sedjak moelai besok kita akan berbelandja dengan oeang kita sendiri, oeang jang dikeloearkan oleh Repoeblik kita. Oeang Repoeblik keloear dengan membawa perobahan nasib bagi rakjat, istimewa pegawai negeri, jang sekian lama menderita karena inflasi oeang Djepang.

Roepiah Repoeblik jang harganja di Djawa lima poeloeh kali oeang Djepang, di Soematera seratoes kali, menimboelkan sekaligoes tenaga pembeli kepada golongan rakjat jang bergadji tetap, jang selama ini hidoep daripada menjoeal pakaian dan perabot roemah, dan djoega kepada rakjat jang menghasilkan, jang penghargaan toekar barang penghasilannja djadi tambah besar.
"

Ada diorama Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto yang menggambarkan kejadian pada 1894, ketika Patih Aria Wiriatmadja hadir pada pesta khitanan yang diselenggarakan seorang Guru. Saat itu timbul rasa herannya, mengapa guru yang bergaji kecil bisa membuat pesta mewah, hidangan melimpah, menampilkan tayuban, dan dihadiri pula para pembesar.

Benar saja, Guru itu ternyata berhutang ke pelepas uang (rentenir) dengan bunga sangat tinggi. Maka tergeraklah ia, dan diberikannya pinjaman berbunga rendah agar Guru itu bisa melunasi hutangnya. Karena banyak priyayi mengalami kesulitan sama, maka Radena Aria menggunakan uang kas masjid f.4000 sebagai dana pinjaman berbunga rendah.

Lanjut mengenai sejarah, ORI II dengan nominal 100 rupiah diterbitkan di Jogja pada 1 Januari 1947, ditandatangani Mr Sjafruddin Prawiranegara. Pecahan lainnya adalah 5, 10, dan 25 rupiah. Pada 26 Juli 1947 terbit ORI III dengan pecahan ½, 2½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah, ditandatangani Mr AA Maramamis. Jogja menjadi Ibukota RI dari 4 Januari 1946 - 19 Desember 1948.

ORI ditarik dengan terbitnya uang baru pada Maret 1950, dan ditarik pula uang daerah dimana ORI tidak masuk karena situasi keamanan dan kesulitan transportasi, yaitu Uang Republik Indonesia Daerah Aceh (URIDA), Oeang Repoeblik Daerah Banten (ORIDAB), Uang Republik Daerah Djambi (URIDJA), Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Tapanoeli (ORITA), Oeang Repoeblik Sumatera (ORIPS), dan Uang Republik Sumatera Utara (URISU).

Karena Asisten Residen E Sieburgh melarang pemakaian dana masjid selain untuk masjid, sehingga didirikanlah Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs (Bank Bantuan dan Simpanan Pangreh Praja Pribumi) yang mulai beroperasi 16 Desember 1895. Pada 1898 namanya berubah menjadi De Poerwokertosche Hulp Spaar en Landbouw Credietbank (Bank Bantuan, Simpanan dan Kredit Usaha Tani Purwokerto) dibawah pengawasan Asisten Residen Banyumas WPD de Wolff van Westerrode.

Kunjungan ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto memberi pelajaran akan kepekaan, kepedulian dan kepeloporan yang dicontohkan Patih Raden Aria Wiriatmadja. Juga kisah heroik penerbitan ORI yang dibuat bukan sekadar sebagai alat tukar tetapi juga sebagai penyemangat perjuangan, serta sebagai perwujudan kekuatan ekonomi negara berdaulat.

Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto

Alamat : Jl. Jenderal Sudirman No. 57 Purwokerto. Telp 0281-631812. Lokasi GPS : -7.423924, 109.225447, Waze. Jam Buka : Minggu s/d Kamis: 09.00 - 14.00. Harga tiket masuk : Gratis. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDiorama Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto yang menggambarkan kejadian pada 1894, ketika Patih Aria Wiriatmadja hadir pada pesta khitanan yang diselenggarakan seorang Guru. Saat itu timbul rasa herannya, mengapa guru yang bergaji kecil bisa membuat pesta mewah, hidangan melimpah, menampilkan tayuban, dan dihadiri pula para pembesar.

museum bank rakyat indonesia purwokerto Diorama lainnya di Museum Bank Rakyat Indonesia yang menunjukkan perubahan nama bank yang terjadi pada 1898 dari Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Priyayi) menjadi De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouw Credietbank (Bank Bantuan, Simpanan dan Kredit Usaha Tani Purwokerto) dibawah pengawasan Asisten Residen Banyumas WPD de Wolff van Westerrode. Bank ini diproyeksikan sebagai sentra dari bank-bank koperasi di pedesaan. Orang menyebutnya sebagai Volksbank atau Bank Rakyat.

museum bank rakyat indonesia purwokerto Suasana halaman di sebelah kanan gedung museum ini terlihat asri dengan tanaman perdu serta sejumlah tanaman glodogan tiang di pinggirannya. Jalan Wirjaatmadja juga dikenal sebagai Jalan Bank, dimana terdapat warung soto yang banyak digemari orang.

museum bank rakyat indonesia purwokerto Sejumlah tugu pendek dengan hiasan bunga melati di puncaknya tampak di depan patung dada Raden Aria Wirjaatmadja, memberi kesan keningratan bagi area ini. Tulisan pada dinding tugu menyebutkan namanya, masa hayatnya, serta pengakuan sebagai perintis Bank Rakyat Indonesia.

museum bank rakyat indonesia purwokerto Patung utuh Raden Aria Wirjaatmadja yang menghadap ke Jl Jenderal Sudirman Purwokerto. Pintu masuk ke museum ada di sebelah kiri dan kanan patung yang menggunakan busana adat Jawa lengkap ini.

museum bank rakyat indonesia purwokertoPandangan lebih dekat pada sosok Raden Aria Wirjaatmadja yang semasa hidupnya menjabat sebagai Patih Purwokerto, jabatan antara Wedana dan Bupati. Sedangkan Wedana adalah jabatan antara Camat dan Patih, dan Residen adalah jabatan diantara Bupati dan Gubernur. Jabatan Residen, Patih, dan Wedana kini sudah tidak dikenal lagi. Demikian juga jabatan Penatus, Penewu, Demang, dan jabatan Ki Gede sebagai penguasa tanah perdikan (daerah bebas pajak).

museum bank rakyat indonesia purwokertoKoleksi museum berupa Uang Kepeng Tiongkok yang digunakan sebagai alat tukar pada jaman Majapahit awal, selain uang lokal dari kerajaan yang ada di Nusantara. Uang ini berasal dari jaman Dinasti Tang, Song, Ming, dan Qing (618 - 1912).

museum bank rakyat indonesia purwokertoKoleksi uang Gobog dari jaman Kerajaan Majapahit (1293 – 1522) di Museum Bank Rakyat Indonesia. Ada Gobog besar dan Gobog kecil, dengan salah satu sisi bergambar tokoh pewayangan seperti Arjuna, Semar, Srikandi, dan Togog. Sisi sebelahnya berisi angka tahun, antara abad XIII – XVI Masehi.

museum bank rakyat indonesia purwokertoPandangan lebih dekat pada dua sisi uang Gobog Majapahit yang memperlihatkan relief pada permukaannya. Diduga uang Gobog Majapahit berukuran besar dibuat terkait peristiwa khusus, karena ukurannya besar dan jumlahnya sedikit. Bahan pembuat gobog adalah campuran kuningan, perunggu, tembaga, dan timah.

museum bank rakyat indonesia purwokertoKoleksi lainnya uang kepeng dari jaman Majapahit (1293 - 1522 M) dengan bagian tengahnya berlubang segi empat. Di jaman Hindu Buddha itu uang koin sudah digunakan sebagai alat tukar yang sah. Mata uang lokal adalah uang perak, emas, dan uang dari campuran perak, timah, dan tembaga (uang perunggu). Ukuran mata uang yang digunakan diantaranya su (suwarna), ma (masa), dan ku (kupang), yang diterakan ke permukaan uang untuk menandai besar nilainya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoKoleksi Mata Uang VOC di Museum BRI Purwokerto, dengan lambang VOC terlihat jelas pada permukaannya. Berbeda dengan uang kepeng dari Jaman Majapahit, mata uang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie, Perusahaan Hindia Timur Belanda) tidak ada lubang di tengahnya. Mata uang VOC ini diterbitkan pada awal abad ke-17, diantaranya bernama Stuiver, Doit, dan Silver Ryder (Dukaton / dukat), dicetak di Belanda dan kemudian diedarkan di daerah-daerah monopoli VOC. Pencetak dan pengesah mata uangnya adalah pemegang saham VOC, yaitu "Hereen XVII" (the Seventeen Gentleman di Amsterdam).

museum bank rakyat indonesia purwokertoSelanjutnya adalah koleksi mata uang pemerintah Belanda, yang terbit setelah jaman VOC berakhir. Uang kolonial yang dicetak oleh De Javasche Bank ini terdiri dari uang kertas dan koin logam terbuat dari tembaga, perak, perunggu, dan emas. Mata uang ini juga tidak ada lubang di tengahnya. Pada periode 1799 - 1942 telah terjadi penggantian mata uang dengan beragam ukuran dan gambar.

museum bank rakyat indonesia purwokertoMata Uang Portugis Timor Timur berupa uang kertas pecahan 100 yang diterbitkan di Lisboa pada 15 April 1963, dengan nomor seri 392859. Ada tulisan "Banco Nacional Ultramarino" di bagian atasnya, dan "Timor Cem Escudos". Di sebelah kanannya ada pecahan 50 dan 20.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDua diantara diorama di Museum Bank Rakyat Indonesia yang menggambarkan kondisi pada jaman dahulu, dengan suasana tradisional feodal yang masih sangat kental.

museum bank rakyat indonesia purwokertoKoleksi Museum BRI Purwokerto berupa tempat tinta, sebagai sarana ATK (alat tulis kantor) saat itu bagi Bank De-Poerwokertosche Hulp-en Spaar Bank.

museum bank rakyat indonesia purwokertoTerompet antik yang menjadi alat kelengkapan bendi, berfungsi sebagai klakson, dibunyikan oleh sais ketika jalannya bendi terhalang oleh kerumunan orang atau kendaraan lainnya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoTulisan tentang Babad Banjoemas di Museum Bank Rakyat Indonesia. Di sebelah kanan adalah Babad Banjoemas yang ditulis dalam bahasa Jawa halus berhuruf Latin. Di tengah adalah Babad Banjoemas ditulis dengan Bahasa Belanda, dan di sebelah kiri adalah Babad Banjoemas yang ditulis dengan bahasa dan huruf Jawa.

museum bank rakyat indonesia purwokertoCelengan jaman Majapahit dan celengan tradisional lainnya di Museum Bank Rakyat Indonesia yang dipajang di panel sebelah kiri. Pada panel sebelah kanan adalah pakaian Raden Aria Wiriatmadja yang digunakan dalam acara resmi. Ada panel lainnya di Museum Bank Rakyat Indonesia yang juga menampilkan pakaian Raden Aria dan isterinya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoCelengan uang sudah dikenal sejak dari jaman Kerajaan Majapahit. Ada yang berbentuk Celeng (babi hutan), ayam, dan buah maja, dibuat dari gerabah yang diglasir. Ada pula celengan tradisional lainnya yang terbuat dari bambu dan tempurung kelapa.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDiorama lainnya di Museum Bank Rakyat Indonesia dengan diorama dan papan pamer dibuat panel-panel kayu yang dibuat dengan kualitas yang baik. Selain menggambarkan peristiwa jaman dulu, ada pula dokumentasi foto, serta koleksi mata uang kuno asli.

museum bank rakyat indonesia purwokertoPada jaman Jepang, pemerintah pendudukan mengambil alih lembaga-lembaga penting, termasuk bank yang dilarang beroperasi, termasuk Bank Priyayi. Namun pada 3 Oktober 1942, Bank Priyayi diijinkan beroperasi dengan nama Syomin Ginko, yang berarti Bank Rakyat. Pada Februari 1946 Syamin Ginko secara resmi berganti nama menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).

museum bank rakyat indonesia purwokertoPatung dada Raden Aria Wirjaatmadja ini ada di halaman sebelah kanan gedung Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto, menghadap ke jalan yang menggunakan namanya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDi saat pesta tayuban, ia bertanya sumber biayanya, dan ternyata berasal dari rentenir dengan bunga sangat tinggi sehingga di luar kemampuan guru itu. Sang Patih tergerak hatinya dan memberi pinjaman dengan bunga rendah untuk melunasi hutang Guru itu. Sebuah peristiwa yang menjadi cikal bakal berdirinya Bank Perkreditan Rakyat pertama bagi pribumi.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDiorama yang menggambarkan proses peminjaman kredit pada saat Bank Priyayi beroperasi pertama kali, yang jauh berbeda dengan prosedur saat ini. Dulu orang harus mendaftar dahulu ke kepala desa, lalu diwawancarai petugas bank. Rekomendasi kepala desa waktu itu sangat penting, dan persetujuan atau penolakan juga disampaikan melalui kepala desa.

museum bank rakyat indonesia purwokertoDeretan diorama di sebelah kiri dan papan pamer di sebelah kanan. Ruangan di museum boleh dikatakan masih cukup lega untuk menampung banyak pengunjung pada waktu yang bersamaan.

museum bank rakyat indonesia purwokertoMesin ini dipakai untuk membuat nomor dalam kartu wesel pos. Mesin dengan merk Lion ini buatan tahun 1947 dan pernah digunakan oleh Kantor Cabang BRI Kediri, Jawa Timur.

museum bank rakyat indonesia purwokertoPesawat telepon antik buatan tahun 1928 koleksi Museum BRI Purwokerto yang menjadi salah satu pendukung kegiatan perbankan, dan pernah digunakan oleh Kantor Cabang BRI Tarakan, Kalimantan Timur.

museum bank rakyat indonesia purwokertoORI (Oeang Repoeblik Indonesia) II dengan nominal 100 rupiah di Museum Bank Rakyat Indonesia, diterbitkan di Jogjakarta pada 1 Januari 1947, ditandatangani Mr Sjafruddin Prawiranegara. Pecahan lainnya adalah 5, 10, dan 25 rupiah. Pada tahun itu juga diterbitkan ORI III pada 26 Juli, dengan pecahan ½, 2½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah, yang ditandatangan oleh Mr AA Maramamis. Jogjakarta sempat menjadi Ibukota RI dari 4 Januari 1946 sampai 19 Desember 1948. Setelah itu ibukota dipindahkan ke Bukittinggi menyusul agresi militer II Belanda yang menduduki Jogjakarta dan menjadikan Soekarno – Hatta sebagai tawanan.

museum bank rakyat indonesia purwokertoBagian ruangan yang memasang dokumentasi foto jajaran Direksi BRI dari masa ke masa. Ada pula koleksi lemari besi untuk menyimpan benda dan barang-barang berharga. Ruangan ini ada di lantai bawah, dicapai dengan menuruni anak tangga yang terlihat di ujung sana.

museum bank rakyat indonesia purwokertoSejumlah alat kelengkapan bank yang pernah digunakan berbagai cabang BRI tampak dipajang di ruangan ini. Pegawai bank sekarang ini barangkali sudah tidak bisa mengoperasikannya, atau bahkan tak tahu apa fungsinya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoPatung dada Raden Aria Wiriatmadja dengan latar belakang bangunan dari jaman kolonial yang kini menjadi Kantor Unit Bank Rakyat Indonesia cabang Wiriatmadja dan Museum Bank Rakyat Indonesia.

museum bank rakyat indonesia purwokertoRoman muka pada patung Raden Aria Wiriatmadja ini dikerjakan dengan sangat baik dan tampak hidup, dengan mata meredup setengah tertutup serta kantung mata tebal seperti tanda kurang tidur, tanda pekerja keras. Pada dada menempel lencana yang menandai kedudukannya.

museum bank rakyat indonesia purwokertoKunjungan ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto memberi pelajaran akan kepekaan, kepedulian dan kepeloporan yang dicontohkan Patih Raden Aria Wiriatmadja. Juga kisah heroik penerbitan ORI yang dibuat bukan sekadar sebagai alat tukar tetapi juga sebagai penyemangat perjuangan, serta sebagai perwujudan kekuatan ekonomi negara berdaulat.

Postingan populer dari blog ini