Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto
Sore hingga menjelang petang hari itu kami mampir ke Galeri Batik Hadipriyanto Banyumas, tempat penjualan batik terkenal di Jl Mruyung, Sudagaran, Kota Kecamatan Banyumas. Beberapa saat sebelumnya kami berkunjung ke Museum Wayang Banyumas yang berada di dalam kompleks pusat pemerintahan lama wilayah Banyumas. Jarak keduanya hanya 500 meter jika lewat regol samping kecamatan.
Meski bibir Kali Serayu berada dalam radius kurang dari 1 km di sisi timur dan utara kota Banyumas namun sepertinya jarang terdengar kabar adanya banjir. Galeri Batik Hadipriyanto Banyumas ini pun berjarak hanya 394 meter dari bibir sungai yang ada di utara. Banjir besar Kali Serayu di Kota Banyumas pernah terjadi pada Februari 1860 yang merendam rumah hingga setinggi lima meter.
Namun perpindahan pusat pemerintahan ke Purwokerto yang resmi dilakukan pada 6 Januari 1937 itu lebih karena faktor kepentingan ekonomi dan politik kolonial, menyusul dibangunnya Stasiun Purwokerto pada 1917-1918 oleh Staatsspoorwegen (SS). Sebelumnya, pada 1895-1896, telah dibangun Stasiun Purwokerto Timur oleh Serajoedal Stoomtram Maatschappij.
Perpindahan pusat pemerintahan itu membuat perekonomian Kota Banyumas sulit berkembang, bahkan hingga sampai sekarang ini. Begitu pun Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto yang telah ada sejak tahun 1957 itu masih tetap bertahan. Kekuatan sebuah merk dan nama memang sering mengalahkan jarak dan lokasi.
Pemilik dan pengelola Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto saat ini adalah Slamet Hadipriyanto yang meneruskan bisnis ayahnya, Hadipriyanto. Slamet pernah menyebut bahwa Batik Banyumas diperkenalkan oleh van Oosterom, namun sumber lain menyebut bahwa Batik Banyumas diperkenalkan oleh pengikut Pangeran Diponegoro, khususnya di Sokaraja.

Meski tanaman hias daun Anthurium sudah lama tak lagi nge-trend, namun melihatnya berjejer di depan pintu masuk Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto masih tetap menyegarkan pandang mata. Toko yang menyatu dengan rumah tinggal dan tempat produksi ini areanya cukup luas.
Kompleks bangunan utamanya sedikitnya 30 meter memanjang di Jalan Mruyung, dan halaman yang ditabur kerikil sekitar 6 meter lebarnya. Pengunjung bisa parkir di halaman dalam toko atau di bahu jalan yang lebarnya tak kurang dari 2 meter.
Merapat pada dinding terdapat kolam kecil memanjang yang di dalamnya dipelihara ikan Koi yang cantik, ditutupi tanaman rambat beberapa meter di atasnya agar tak kepanasan. Sebuah sangkar besar berisi beberapa ekor burung Nuri warna-warni tampak di pojok halaman. Pintu masuk dijaga sepasang arca Dwarapala yang terbuat dari batu gunung.
Industri rumahan Batik Banyumas Hadipriyanto ini membuat dan menjual batik Banyumasan dengan ciri pola batik tegas dan besar serta warna dominan gelap seperti lazimnya batik pedalaman. Bahan dasar kain yang digunakan adalah mori sen, dobi, sutera, paris dan ada pula bahan kaos, yang dibuat dengan teknik batik tulis, cap serta printing. Ada pula batik kombinasi untuk mempercepat proses produksi, yaitu batik printing dikombinasi batik tulis dan batik cap dikombinasi batik tulis.

Seorang pengunjung, mungkin menemani isteri belanja, tampak tengah minum dari Aqua gelas yang disediakan gratis di ruangan Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto. Selain memilih sendiri bahan kain dan produk jadi yang dipajang pada gantungan dan lemari, pengunjung juga dibantu pelayan toko untuk mencari bahan atau motif yang dikehendaki.
Meski tak seterkenal Solo, Jogja dan Pekalongan, namun batik Banyumasan pernah mengalami masa kejayaannya yang berlangsung hingga pertengahan tahun 60-an. Salah satunya dialami pakde Achmad Rifangi, sepupu ibu saya dengan mbah kakung sama namun beda mbah putri.
Beliau disebut sebagai salah satu orang terkaya di Sokaraja, karena selain mursyid ke-3 tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah menggantikan mbah Affandi yang meninggal tahun 1930, melanjutkan nasab mbah buyut KH RM Muhammad Ilyas, pakde Rifangi juga saudagar batik yang kondang.
Pengrajin dan pengusaha Batik Banyumas tersebar di sejumlah desa. Di Kecamatan Sokaraja ada di Desa Sokaraja Lor, Sokaraja Tengah, dan Sokaraja Kulon. Di kecamatan Patikraja ada di Desa Sidaboa. Di Kecamatan Banyumas ada di Desa Sudagaran dan Desa Pekunden yang letaknya bersebelahan. Di Kecamatan Baturaden ada di Desa Karangtengah, dan di Kecamatan Sumbang ada di Desa Banteran.
Suasana di ruang utama Galeri Barik Banyumas Hadipriyanto cukup nyaman dengan deretan kotak-kotak lemari yang berisi koleksi batik dengan berbagai motif dan bahan. Motif batik yang juga bisa dijumpai di daerah Banyumas adalah Ayam Puger, Cempaka Mulya, Gabah Mawur, Jagadan, Jahe Puger, Khantil, Kawung Jenggot, Madu Bronto, Pring Sedapur, Satria Busana, Sekarsurya, Sidoluhung, Udan Riris, dan motif kontemporer.
Setelah mendiang bapak pensiun tahun 1966, kami sekeluarga pindah ke Desa Mersi, Purwokerto. Sekitaran tahun itulah masih lekat di ingatan saat menemani ibu berkunjung ke rumah pakde Rifangi di Sokaraja. Rasanya silau dengan gerlap perabotan, keramik dan hiasannya yang berkelas, jauh mentereng dibanding rumah kami yang biasa.
Setelah Pakde Rifangi meninggal pada 5 Agustus 1968, pengaruh tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah pun mulai surut seiring memudarnya bisnis batik Sokaraja, dan bisnis batik pada umumnya, sebelum kemudian bangkit lagi beberapa tahun kemudian.
Tampilan beberapa jenis kain yang dibuat dan dijual di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto saat itu sempat saya foto. Tak hanya warna soga dan hitam, pilihan warna-warni lain pun tersedia. Motif batiknya kebanyakan figuratif dedaunan dan bebungaan dengan hiasan burung merak, perkutut, kelinci, naga, kuda, angsa, kupu-kupu dan satwa lainnya. Motif yang ditawarkan diantaranya ada Kawung Sungut, Parang Baron, Lumbon, Kembang Pudak, Anoman Obong, Tirta Teja, Kutut Peksi, Bokor Mas, Suket Grinting, Naga Tapa, Ramayana, Borobudur, dan banyak lagi yang lainnya.
Sejumlah blangkon dengan beragam bentuk dan motif kain terlihat di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto. Yang khas di sini adalah blangkon model (Jenderal) Soedirman. Sayang tak ada blangkon model Sunan Kalijaga dengan ekor panjang menjumbai di punggung. Di atas dan bawahnya adalah sarung bantal batik dengan berbagai motif. Di galeri ini juga ada kaos batik untuk pria dan wanita, tas batik, kalung batik, dan gelang batik.
Hal itu mungkin saja karena daerah operasi Pangeran Diponegoro II, putera sulung Pangeran Diponegoro, saat melawan Belanda salah satunya adalah di wilayah Banyumas. Itu juga bisa menjelaskan mengapa Mbah buyut KH RM Muhammad Ilyas yang tinggal di Sokaraja bisa menjadi cucu Diponegoro II.
Namun tak salah juga bila nama van Oosterom disebut berpengaruh pada batik Banyumasan, oleh karena Catharina Carolina van Oosterom memang dikenal sebagai salah satu pelopor pengusaha batik Belanda di daerah Jawa. Batik van Oosterom, lidah Jawa membuatnya disebut batik Panastroman, ternyata memang dibuat di Banyumas dengan motif yang banyak menampilkan pengaruh keraton.
Meski Hadipriyanto adalah seorang saudagar batik keturunan Tionghoa, namun tampaknya ia tak mengembangkan batik dengan motif oriental. Hanya saja keberadaan saudagar Tionghoa di sana bisa menjelaskan kenapa di daerah Mruyung ada kelenteng cukup besar dan elok bernama Kelenteng Boen Tek Bio. Setelah meninggalkan Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto kami sempat mampir ke kelenteng ini, yang saat itu masih tengah diperbaiki karena terbakar dengan tingkat kerusakan yang parah.
Suasana di ruang utama Galeri Barik Banyumas Hadipriyanto saat dengan deretan kotak-kotak lemari yang berisi koleksi batik dengan berbagai motif dan bahan.
Tampilan beberapa jenis kain yang dibuat dan dijual di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto saat itu. Tak hanya warna soga dan hitam, pilihan warna-warni lain pun tersedia. Motif batiknya kebanyakan figuratif dedaunan dan bebungaan dengan hiasan burung merak, perkutut, kelinci, naga, kuda, angsa, kupu-kupu dan satwa lainnya. Motif yang ditawarkan diantaranya ada Kawung Sungut, Parang Baron, Lumbon, Kembang Pudak, Anoman Obong, Tirta Teja, Kutut Peksi, Bokor Mas, Suket Grinting, Naga Tapa, Ramayana, Borobudur, dan banyak lagi yang lainnya.
Kolam ikan Koi di bagian depan sebelah kiri Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto dengan rembatan untuk tanaman menjalar di atasnya, yang juga menjadi gantungan bagi tanaman anggrek.
Lapisan kayu dengan plitur coklat pada pilar-pilar yang ada membangun suasana tradisional di dalam ruangan galeri ini. Cocok untuk berjualan benda bernuansa etnik dan budaya.
Banyaknya gadis muda yang dipekerjakan di galeri ini, dan mereka semua berjilbab, selain memberi indikasi ramainya pengunjung ke galeri ini juga menyesuaikan dengan pangsa pasar yang disasar.
Dua diantara sekian banyak motif dan warna kain batik yang dibuat dan dijual di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto. Galeri semacam ini biasanya tidak hanya menjual produk yang mereka buat sendiri, namun juga menerima ‘titipan’, terutama jika motif dan bentuk barangnya belum diproduksi sendiri atau kapasitas produksinya kurang memadai oelh sebab kuatnya permintaan.
Sejumlah blangkon terlihat di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto, salah satu yang khas adalah blangkon model (Jenderal) Soedirman. Namun saya tak menemukan blangkon model Sunan Kalijaga dengan ekor yang panjang. Di atas dan bawahnya adalah sarung bantal batik dengan berbagai motif.
Baju batik siap pakai dengan motif kontemporer. Di galeri ini juga ada kaos batik untuk pria dan wanita, tas batik, kalung batik, dan gelang batik.
Sertifikat untuk Perusahaan Batik Hadi Priyanto ini dikeluarkan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian sebagai apresiasi karena telah memproduksi dan memperdagangkan batik cap secara konsisten.
Suasana di bagian depan Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto dengan Arca Dwarapala dan kandang burung piaraan. Halaman depan galeri ini bisa dibilang cukup luas.
Ikan Koi yang tengah berenang-renang di kolam depan galering. Ada masanya ketika harga seekor Ikan koi bisa membuat pupil mata orang membesar seketika saking tingginya. Bagaimana orang memaku harga dengan menciptakan ilusi nilai sebuah corak dan warna pada kulit ikan membutuhkan kepiawaian.
Beberapa Ikan Koi lainnya yang, sebagaimana piaraan lainnya, sama sekali tak berpikir bahwa mereka adalah barang dagangan berharga untuk menjadi hiburan dan kebanggaan bagi pemiliknya.
Papan nama Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto yang berdiri cukup tinggi di pinggir jalan. Memang letak galeri ini bukan di jalan utama, namun sebuah nama bisa terbang jauh karena reputasi yang dibangun selama puluhan tahun yang membuat orang datang dengan sengaja, bukan karena semata tertarik pada tanda di pinggiran jalan.
Meski bibir Kali Serayu berada dalam radius kurang dari 1 km di sisi timur dan utara kota Banyumas namun sepertinya jarang terdengar kabar adanya banjir. Galeri Batik Hadipriyanto Banyumas ini pun berjarak hanya 394 meter dari bibir sungai yang ada di utara. Banjir besar Kali Serayu di Kota Banyumas pernah terjadi pada Februari 1860 yang merendam rumah hingga setinggi lima meter.
Namun perpindahan pusat pemerintahan ke Purwokerto yang resmi dilakukan pada 6 Januari 1937 itu lebih karena faktor kepentingan ekonomi dan politik kolonial, menyusul dibangunnya Stasiun Purwokerto pada 1917-1918 oleh Staatsspoorwegen (SS). Sebelumnya, pada 1895-1896, telah dibangun Stasiun Purwokerto Timur oleh Serajoedal Stoomtram Maatschappij.
Perpindahan pusat pemerintahan itu membuat perekonomian Kota Banyumas sulit berkembang, bahkan hingga sampai sekarang ini. Begitu pun Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto yang telah ada sejak tahun 1957 itu masih tetap bertahan. Kekuatan sebuah merk dan nama memang sering mengalahkan jarak dan lokasi.
Pemilik dan pengelola Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto saat ini adalah Slamet Hadipriyanto yang meneruskan bisnis ayahnya, Hadipriyanto. Slamet pernah menyebut bahwa Batik Banyumas diperkenalkan oleh van Oosterom, namun sumber lain menyebut bahwa Batik Banyumas diperkenalkan oleh pengikut Pangeran Diponegoro, khususnya di Sokaraja.

Meski tanaman hias daun Anthurium sudah lama tak lagi nge-trend, namun melihatnya berjejer di depan pintu masuk Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto masih tetap menyegarkan pandang mata. Toko yang menyatu dengan rumah tinggal dan tempat produksi ini areanya cukup luas.
Kompleks bangunan utamanya sedikitnya 30 meter memanjang di Jalan Mruyung, dan halaman yang ditabur kerikil sekitar 6 meter lebarnya. Pengunjung bisa parkir di halaman dalam toko atau di bahu jalan yang lebarnya tak kurang dari 2 meter.
Merapat pada dinding terdapat kolam kecil memanjang yang di dalamnya dipelihara ikan Koi yang cantik, ditutupi tanaman rambat beberapa meter di atasnya agar tak kepanasan. Sebuah sangkar besar berisi beberapa ekor burung Nuri warna-warni tampak di pojok halaman. Pintu masuk dijaga sepasang arca Dwarapala yang terbuat dari batu gunung.
Industri rumahan Batik Banyumas Hadipriyanto ini membuat dan menjual batik Banyumasan dengan ciri pola batik tegas dan besar serta warna dominan gelap seperti lazimnya batik pedalaman. Bahan dasar kain yang digunakan adalah mori sen, dobi, sutera, paris dan ada pula bahan kaos, yang dibuat dengan teknik batik tulis, cap serta printing. Ada pula batik kombinasi untuk mempercepat proses produksi, yaitu batik printing dikombinasi batik tulis dan batik cap dikombinasi batik tulis.

Seorang pengunjung, mungkin menemani isteri belanja, tampak tengah minum dari Aqua gelas yang disediakan gratis di ruangan Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto. Selain memilih sendiri bahan kain dan produk jadi yang dipajang pada gantungan dan lemari, pengunjung juga dibantu pelayan toko untuk mencari bahan atau motif yang dikehendaki.
Meski tak seterkenal Solo, Jogja dan Pekalongan, namun batik Banyumasan pernah mengalami masa kejayaannya yang berlangsung hingga pertengahan tahun 60-an. Salah satunya dialami pakde Achmad Rifangi, sepupu ibu saya dengan mbah kakung sama namun beda mbah putri.
Beliau disebut sebagai salah satu orang terkaya di Sokaraja, karena selain mursyid ke-3 tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah menggantikan mbah Affandi yang meninggal tahun 1930, melanjutkan nasab mbah buyut KH RM Muhammad Ilyas, pakde Rifangi juga saudagar batik yang kondang.
Pengrajin dan pengusaha Batik Banyumas tersebar di sejumlah desa. Di Kecamatan Sokaraja ada di Desa Sokaraja Lor, Sokaraja Tengah, dan Sokaraja Kulon. Di kecamatan Patikraja ada di Desa Sidaboa. Di Kecamatan Banyumas ada di Desa Sudagaran dan Desa Pekunden yang letaknya bersebelahan. Di Kecamatan Baturaden ada di Desa Karangtengah, dan di Kecamatan Sumbang ada di Desa Banteran.
Suasana di ruang utama Galeri Barik Banyumas Hadipriyanto cukup nyaman dengan deretan kotak-kotak lemari yang berisi koleksi batik dengan berbagai motif dan bahan. Motif batik yang juga bisa dijumpai di daerah Banyumas adalah Ayam Puger, Cempaka Mulya, Gabah Mawur, Jagadan, Jahe Puger, Khantil, Kawung Jenggot, Madu Bronto, Pring Sedapur, Satria Busana, Sekarsurya, Sidoluhung, Udan Riris, dan motif kontemporer.
Setelah mendiang bapak pensiun tahun 1966, kami sekeluarga pindah ke Desa Mersi, Purwokerto. Sekitaran tahun itulah masih lekat di ingatan saat menemani ibu berkunjung ke rumah pakde Rifangi di Sokaraja. Rasanya silau dengan gerlap perabotan, keramik dan hiasannya yang berkelas, jauh mentereng dibanding rumah kami yang biasa.
Setelah Pakde Rifangi meninggal pada 5 Agustus 1968, pengaruh tarekat Naqsabandiyah-Kholidiyah pun mulai surut seiring memudarnya bisnis batik Sokaraja, dan bisnis batik pada umumnya, sebelum kemudian bangkit lagi beberapa tahun kemudian.
Tampilan beberapa jenis kain yang dibuat dan dijual di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto saat itu sempat saya foto. Tak hanya warna soga dan hitam, pilihan warna-warni lain pun tersedia. Motif batiknya kebanyakan figuratif dedaunan dan bebungaan dengan hiasan burung merak, perkutut, kelinci, naga, kuda, angsa, kupu-kupu dan satwa lainnya. Motif yang ditawarkan diantaranya ada Kawung Sungut, Parang Baron, Lumbon, Kembang Pudak, Anoman Obong, Tirta Teja, Kutut Peksi, Bokor Mas, Suket Grinting, Naga Tapa, Ramayana, Borobudur, dan banyak lagi yang lainnya.
Sejumlah blangkon dengan beragam bentuk dan motif kain terlihat di Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto. Yang khas di sini adalah blangkon model (Jenderal) Soedirman. Sayang tak ada blangkon model Sunan Kalijaga dengan ekor panjang menjumbai di punggung. Di atas dan bawahnya adalah sarung bantal batik dengan berbagai motif. Di galeri ini juga ada kaos batik untuk pria dan wanita, tas batik, kalung batik, dan gelang batik.
Hal itu mungkin saja karena daerah operasi Pangeran Diponegoro II, putera sulung Pangeran Diponegoro, saat melawan Belanda salah satunya adalah di wilayah Banyumas. Itu juga bisa menjelaskan mengapa Mbah buyut KH RM Muhammad Ilyas yang tinggal di Sokaraja bisa menjadi cucu Diponegoro II.
Namun tak salah juga bila nama van Oosterom disebut berpengaruh pada batik Banyumasan, oleh karena Catharina Carolina van Oosterom memang dikenal sebagai salah satu pelopor pengusaha batik Belanda di daerah Jawa. Batik van Oosterom, lidah Jawa membuatnya disebut batik Panastroman, ternyata memang dibuat di Banyumas dengan motif yang banyak menampilkan pengaruh keraton.
Meski Hadipriyanto adalah seorang saudagar batik keturunan Tionghoa, namun tampaknya ia tak mengembangkan batik dengan motif oriental. Hanya saja keberadaan saudagar Tionghoa di sana bisa menjelaskan kenapa di daerah Mruyung ada kelenteng cukup besar dan elok bernama Kelenteng Boen Tek Bio. Setelah meninggalkan Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto kami sempat mampir ke kelenteng ini, yang saat itu masih tengah diperbaiki karena terbakar dengan tingkat kerusakan yang parah.
Galeri Batik Banyumas Hadipriyanto
Alamat : Jl. Mruyung No. 46, Desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Telepon 0281-796046. Lokasi GPS : -7.5127778, 109.2952672, Waze. Jam buka : 09.00 - 17.00. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.











